Catatan Cak AT
HATIPENA.COM – Lebaran telah tiba! Takbir diiringi bedug berkumandang di seantero negeri: Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.
Inilah saatnya umat Islam merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa—menahan lapar, dahaga, dan jika masih sempat, juga emosi serta hawa nafsu. Namun, seperti biasa, perayaan ini sering kali berubah menjadi ajang budaya yang melenceng jauh dari sunnah.
Karena itu, mari kita refleksikan kembali adab Idul Fitri sesuai tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan sedikit sentuhan ceria agar lebih mudah dicerna. Oh iya, Lebaran kali ini kebetulan hampir bertepatan dengan Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1947 yang dirayakan oleh saudara-saudara kita umat Hindu.
1. Zakat Fitrah: Jangan Sampai Terlambat!
Sebelum Idul Fitri, setiap Muslim diwajibkan membayar zakat fitrah. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, Rasulullah saw bersabda bahwa zakat fitrah harus ditunaikan sebelum orang-orang berangkat ke tempat shalat.
Namun, ada saja yang lupa atau bahkan menunda pembayaran zakat fitrah hingga setelah shalat Id atau bahkan keesokan harinya, seolah-olah ini semacam “tiket masuk surga” yang bisa dibayar kapan saja. Padahal, zakat fitrah bukan sekadar pemberian, melainkan sarana menyucikan diri dari segala kelalaian dan perkataan sia-sia selama Ramadhan.
2. Sarapan Sebelum Shalat Id
Pada hari Idul Fitri, disunnahkan untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat. Hadis dari Anas bin Malik ra menyebutkan bahwa Rasulullah saw tidak keluar rumah pada hari Idul Fitri sebelum makan beberapa butir kurma dalam jumlah ganjil.
Namun, ada yang menunda sarapan hingga acara open house siang hari. Alasannya? Ingin langsung menikmati ketupat dan opor saat bersilaturahim atau bahkan menunggu antrean di restoran cepat saji!
3. Mandi, Berpakaian Rapi, dan Berwangi-wangian
Ali bin Abi Thalib ra menyebutkan bahwa mandi pada hari Id adalah bagian dari sunnah. Selain itu, Rasulullah saw biasa mengenakan pakaian terbaiknya pada hari raya, selain berwangi-wangian yang baunya tidak menyengat hidung.
Namun, ada tren unik: sebagian orang tampil seadanya untuk shalat Id, tetapi tampil maksimal saat menghadiri undangan reuni dan pesta nikahan. Padahal, Idul Fitri seharusnya menjadi momen untuk menunjukkan kebersihan dan kerapihan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.
4. Shalat Id di Lapangan
Shalat Idul Fitri disunnahkan dilakukan di tanah lapang, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. Abu Sa’id Al-Khudri ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw selalu melaksanakan shalat Id di tempat terbuka.
Namun, tentu saja jika ada kendala seperti hujan atau kondisi tertentu, shalat di masjid juga tetap sah. Yang penting, esensinya tetap terjaga: kebersamaan dan kekhusyukan dalam merayakan hari kemenangan.
5. Bebas Pergi Sebelum Khutbah Selesai
Setelah shalat Id, Rasulullah saw biasanya menyampaikan khutbah. Dalam hadis riwayat Ibnu Abbas ra, disebutkan bahwa Rasulullah saw memberikan kebebasan bagi jamaah untuk mendengarkan atau meninggalkan khutbah.
Namun, yang terjadi sekarang, sebagian besar jamaah memilih pulang sebelum khutbah dimulai, dengan alasan takut kehabisan lontong dan rendang yang baunya sudah menguar di dapur. Bahkan, ada yang lebih sibuk mengunggah status “Baru selesai shalat Id, minal aidin wal faizin!” daripada mendengarkan nasihat yang bisa menambah pahala.
6. Ambil Jalan Pulang yang Berbeda
Diriwayatkan dari Jabir ra bahwa Rasulullah saw biasa mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang dari shalat Id.
Di zaman sekarang, kebiasaan ini berubah: dari rumah ke lapangan, lalu langsung ke pusat perbelanjaan. Seolah-olah kemenangan Ramadhan harus dirayakan dengan berburu diskon besar-besaran dan antrean panjang di kasir.
7. Ucapan Selamat: Antara Sunnah dan Tren
Di zaman Nabi, ucapan yang populer adalah “Taqabbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amal kita dan amal kalian). Sederhana saja.
Namun, sekarang ucapan selamat Idul Fitri sudah berevolusi menjadi pantun, meme, hingga pesan berantai yang dikirim ke semua kontak, termasuk yang baru saja bertemu di masjid. Ada yang sibuk mengirim ucapan via media sosial, tetapi lupa meminta maaf secara langsung kepada keluarga dan tetangga.
Jadi, Idul Fitri adalah momen kemenangan, bukan sekadar perayaan budaya. Inilah hari untuk membersihkan diri, berbagi kebahagiaan dengan sesama, dan mempererat silaturahim. Dengan menghidupkan kembali sunnah Rasulullah dalam perayaan Idul Fitri, kita tidak hanya menjadikannya lebih bermakna tetapi juga lebih bernilai di sisi Allah.
Sebelum tergoda mengikuti tradisi yang tidak sesuai tuntunan syariah, tanyakan pada diri sendiri: apakah Idul Fitri kita benar-benar sebuah perayaan kemenangan atau hanya sekadar pesta tahunan dengan agenda yang terbalik?
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.
Selamat tinggal Ramadhan. Ya Allah, pertemukan kami kembali dengan bulan mulia ini tahun mendatang.
Semoga kita semua diberi keberkahan untuk memperbaiki diri dan menjalani hari-hari ke depan dengan lebih baik! (*)
Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 31/3/2025