Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)
Tabik Pun!
HATIPENA.COM – Masyarakat Lampung, seperti banyak komunitas adat lainnya di Indonesia, kaya akan warisan budaya yang telah terpelihara selama berabad-abad.
Antara Warisan dan Inovasi
Adat istiadat seperti Begawi, Nggruput, Cakak Pepadun, hingga Tari Cangget merupakan bagian dari jati diri yang tak tergantikan.
Namun, di era digital yang serba cepat dan global, muncul pertanyaan penting: apakah adat bisa bertahan, atau akan tergerus oleh zaman?
Menariknya, justru dalam era digital, peluang pelestarian adat istiadat warga Lampung terbuka lebih lebar. Teknologi bukan musuh tradisi, ia dapat menjadi jembatan antargenerasi, alat dokumentasi budaya, dan ruang interaksi baru untuk adat istiadat agar tetap hidup dan relevan.
- Transformasi Budaya Lampung di Era Digital
Digitalisasi telah mengubah cara orang Lampung menjalankan, memahami, dan menyebarkan nilai-nilai adat. Perubahan ini terjadi dalam beberapa bentuk:
a. Digitalisasi Arsip Budaya
Dokumen seperti silsilah marga, teks-teks lama adat, rekaman upacara tradisional, dan naskah lisan kini mulai dikonversi ke bentuk digital. Platform seperti YouTube, Instagram, dan bahkan TikTok dimanfaatkan untuk menyebarkan dokumentasi Begawi, pepatah adat, hingga tutorial mengenakan busana Lampung.
b. Revitalisasi Adat Melalui Media Sosial
Kaum muda Lampung aktif mempromosikan tradisi melalui akun-akun Instagram bertema budaya, seperti @budayalampung atau @lampungheritage. Melalui konten visual, narasi adat menjadi lebih menarik dan mudah dipahami generasi digital.
c. Pelestarian Bahasa dan Sastra Adat
Bahasa Lampung, sebagai elemen kunci budaya, kini telah masuk ke aplikasi belajar bahasa seperti Duolingo (komunitas) atau dibuatkan aplikasi lokal untuk belajar Aksara Kaganga (huruf Lampung). Ini penting karena bahasa adalah pintu masuk memahami struktur adat dan nilai budaya.
- Perubahan Pola Perayaan Adat
Tradisi adat di Lampung seperti Begawi Caca (pernikahan adat) atau Cakak Pepadun (prosesi pengangkatan gelar adat) kini banyak yang dilaksanakan secara hybrid, menggabungkan prosesi langsung dan siaran virtual. Hal ini muncul terutama sejak pandemi Covid-19, yang memaksa perubahan struktur partisipasi dalam upacara adat.
• Streaming prosesi adat di kanal YouTube memungkinkan keluarga di perantauan untuk tetap terlibat.
• Undangan digital menggantikan surat adat, meski tetap diselingi dengan komunikasi simbolik melalui pesan bergaya adat. - Tantangan Pelestarian di Era Teknologi
Namun, transformasi digital juga menghadirkan tantangan yang tidak kecil bagi pelestarian adat istiadat:
• Superfisialitas dan penyederhanaan adat: Konten viral cenderung menampilkan aspek visual, sementara makna mendalam adat bisa tereduksi.
• Komersialisasi tradisi: Budaya adat bisa diperlakukan sebagai produk pariwisata, bukan warisan spiritual.
• Kesenjangan digital antar generasi: Banyak tua-tua adat yang tidak akrab dengan teknologi, sehingga akses terhadap pengarsipan digital menjadi timpang. - Inisiatif Digital Pelestarian Adat oleh Warga Lampung
Beberapa komunitas di Lampung telah aktif merespon tantangan ini melalui berbagai inovasi digital:
a. Komunitas Sang Bumi Ruwa Jurai Digital
Sebuah gerakan anak muda di Bandar Lampung yang mendokumentasikan pepatah adat, video prosesi adat, dan wawancara dengan tokoh adat. Kontennya disebarkan melalui YouTube dan podcast.
b. Platform Digital “Kaganga.ID”
Merupakan upaya pelestarian Aksara Lampung secara daring, menyediakan modul belajar online, konverter tulisan latin ke aksara Lampung, dan kompetisi kreatif menulis dalam aksara daerah.
c. Museum Virtual Adat Lampung
Dikembangkan oleh akademisi dan komunitas budaya di Lampung Barat, museum ini berisi tur virtual rumah adat, penjelasan filosofi ukiran, dan permainan interaktif berbasis nilai-nilai adat.
- Rekomendasi dan Harapan
Agar pelestarian adat di era digital ini tidak hanya menjadi tren sesaat, dibutuhkan langkah kolaboratif:
• Pemerintah daerah harus mendukung pengarsipan dan digitalisasi adat secara sistematis melalui Dinas Kebudayaan.
• Kurikulum sekolah di Lampung perlu menyisipkan muatan lokal berbasis digital, dengan metode belajar berbasis proyek kebudayaan.
• Platform digital budaya seperti perpustakaan daring, arsip adat, dan aplikasi belajar bahasa Lampung harus terus dikembangkan secara inklusif.
• Kolaborasi antar generasi penting: kaum muda sebagai agen teknologi, dan tetua adat sebagai pemegang nilai.
Teknologi Bukan Penghapus, Tapi Pengikat
Di tengah tantangan globalisasi, adat istiadat warga Lampung menemukan ruang baru dalam ranah digital. Alih-alih memudar, nilai-nilai seperti piil pesenggiri, nemui nyimah, dan sakai sambayan kini hadir dalam bentuk video, infografik, dan aplikasi interaktif.
Jika dijalankan dengan niat pelestarian, bukan eksploitasi, maka teknologi bisa menjadi sarana transformatif untuk menjamin keberlangsungan adat istiadat Lampung. Tradisi bukan sekadar masa lalu, tetapi modal sosial yang akan memperkuat identitas di masa depan. (*)