Oleh: Rizal Tanjung
HATIPENA.COM – Pernyataan tersebut menyatakan bahwa agama adalah hasil kreasi dari evolusi otak manusia. Maksudnya, agama bukan sesuatu yang datang secara supernatural atau dari luar manusia, melainkan berkembang sebagai bagian dari proses evolusi kognitif manusia.
Dalam hal ini, buku Sejarah Dunia yang Disembunyikan karya Jonathan Black tampaknya mengusulkan bahwa kepercayaan religius muncul seiring dengan perkembangan kesadaran, imajinasi, dan pemikiran manusia. Artinya, agama lahir sebagai cara manusia memahami dunia, memberi makna pada kehidupan, dan menghadapi misteri eksistensi.
Pernyataan ini bisa dikaitkan dengan berbagai teori antropologi dan psikologi tentang asal-usul agama, yang berpendapat bahwa keyakinan terhadap entitas supranatural, ritual, dan mitos berkembang sebagai mekanisme adaptasi sosial dan psikologis.
Namun, perlu diingat bahwa ini adalah sudut pandang tertentu dan bukan kebenaran mutlak. Pandangan ini bisa berbeda dari perspektif teologis yang meyakini bahwa agama berasal dari wahyu ilahi atau sumber transendental lainnya.
Dalam Islam, agama bukanlah hasil evolusi otak manusia, melainkan wahyu dari Allah SWT yang disampaikan melalui para nabi dan rasul-Nya. Islam meyakini bahwa sejak awal penciptaan manusia, Allah telah memberikan petunjuk berupa agama tauhid, yang kemudian disempurnakan melalui risalah para nabi, dengan Islam sebagai agama terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Teori yang menyatakan bahwa agama hanyalah hasil evolusi otak manusia bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa agama adalah petunjuk yang diberikan langsung oleh-Nya, bukan sesuatu yang diciptakan oleh manusia:
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 19)
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ‘Ikutilah agama Ibrahim yang lurus; dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'” (QS. An-Nahl: 123)
Dalam Islam, akal memang memiliki peran penting dalam memahami ajaran agama dan mendekatkan diri kepada Allah, tetapi akal manusia tidak dapat menciptakan agama sendiri. Akal digunakan untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah, memahami wahyu, dan menerapkan hukum-hukum-Nya dalam kehidupan.
Jadi, menurut Islam, agama bukan sekadar hasil imajinasi atau evolusi otak manusia, melainkan bagian dari rencana ilahi yang telah ada sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. (*)