Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Ambulans Rasa Pariwisata, Ketika Rotator Jadi Tiket VIP

April 1, 2025 23:26
IMG-20250401-WA0017

Rizal Pandiya
Sekretaris Satupena Lampung

HATIPENA.COM – Di negeri yang katanya menjunjung tinggi adab, sopan santun dan ramah ini, ternyata banyak dimanfaatkan untuk perilaku hedonisme dan moral hazard. Baru-baru ini, dunia transportasi dikejutkan oleh sebuah terobosan: ambulans rasa bus pariwisata! Dengan modal sirine dan rotator, kendaraan ini bisa menembus macet tanpa hambatan, membuat para pengendara biasa cuma bisa gigit jari.

Cahaya biru dan merah berkedip-kedip, membelah kerumunan kendaraan yang sudah pasrah dalam kemacetan. Suara sirine meraung, memantul di dinding tol, menusuk gendang telinga, bikin jantung deg-degan. Nguing….Nguing… Nguing…!

Para pengemudi lain, dengan refleks otomatis, langsung cari celah buat minggir. “Mungkin ada nyawa yang perlu diselamatkan,” pikir mereka. Tapi ternyata, yang lewat bukan ambulans penyelamat, melainkan ambulans penumpang sehat yang pengen liburan!

Kisah ini datang dari Sukabumi, di mana sebuah ambulans desa dihentikan polisi di depan Gerbang Tol Parungkuda. Dugaan awal: membawa pasien dalam kondisi darurat. Dugaan kedua: membawa rombongan wisata yang darurat ingin liburan. Dan ternyata, dugaan kedua yang benar!

Kapolres Sukabumi, AKBP Samian, mengonfirmasi bahwa ambulans tersebut melaju gagah di jalur kanan, sirine meraung, rotator berkedip tapi tanpa pasien. Ketika ditanya, sang sopir berdalih sedang menjenguk orang sakit di RS Sekarwangi. Bezuk orang sakit kok pakai ambulans!? Mungkin pasiennya adalah dompet yang kritis setelah biaya liburan makin mahal.

Namun, polisi tak bisa dibodohi. Dari tampilan para penumpang yang lebih cocok ke pantai daripada ke rumah sakit, petugas langsung memberi keputusan final: putar balik ke kampung asal! Keputusan yang tentunya merenggut impian mereka untuk liburan bebas hambatan ala pejabat.

Bagi para pengguna jalan yang sudah setia antre di tengah kemacetan, kejadian ini tentu bikin emosi naik ke level maksimal. Bayangkan sudah bersabar di jalan yang macet, eh, tiba-tiba ada mobil ambulans meraung di belakang. Dengan hati ikhlas dan pikiran bahwa “mungkin ini urusan nyawa,” semua pengendara pun minggir, memberi jalan.

Tapi apa yang terjadi? Setelah ambulans melesat, yang kelihatan malah segerombolan orang di dalamnya yang sibuk ngemil keripik, tertawa-tawa, dan tampak lebih sehat daripada yang mengalah di jalan. Sumpah serapah pun pasti meluncur dari mulut pengguna jalan, dari mulai “Dasar kurang ajar!” sampai “Moga besok dia beneran butuh ambulans!”. Ada juga yang langsung nyesel pernah percaya pada kemanusiaan.

Satu hal yang pasti, makin sering modus seperti ini terjadi, makin banyak orang bakal skeptis tiap mendengar suara sirine. Jangan sampai nanti ada ambulans beneran yang bawa pasien kritis, tapi malah dicurigai sebagai rombongan piknik dan akhirnya tertahan di tengah jalan karena orang-orang udah nggak mau minggir.

Perilaku seperti ini adalah contoh klasik moral hazard, di mana seseorang menyalahgunakan hak istimewa tanpa konsekuensi yang jelas. Sopir ambulans ini tahu bahwa kendaraan mereka punya hak prioritas di jalan raya. Mereka paham bahwa pengguna jalan lain bakal dengan sukarela menyingkir demi memberi jalan, karena menyangka ada nyawa yang dipertaruhkan. Tapi ketika hak istimewa ini dipakai untuk kepentingan pribadi, kepercayaan publik pun luntur.

Lama-lama, masyarakat bisa kehilangan respek pada aturan lalu lintas. Jika sirine dan rotator tak lagi identik dengan keadaan darurat, siapa yang mau peduli lagi? Ketika ada ambulans beneran yang membawa pasien kritis, pengendara bisa ragu-ragu, bertanya-tanya: “Ini ambulans sungguhan atau cuma modus buat liburan lagi?”

Di sinilah bahayanya moral hazard. Penyalahgunaan ambulans ini mungkin terlihat sepele, tapi dampaknya bisa panjang. Kepercayaan yang sudah rusak sulit diperbaiki. Jangan heran kalau suatu saat, sirine ambulans yang sedang benar-benar dalam keadaan darurat malah dianggap angin lalu di jalan raya.

Sebelum jadi kendaraan VIP yang disalahgunakan, ambulans dulunya muncul di medan perang. Pada abad ke-11, pasukan perang Salib menggunakan kereta kuda untuk mengangkut prajurit yang terluka. Di era Napoleon, Prancis mulai menggunakan ambulans modern pertama untuk membawa tentara sekarat ke tempat yang lebih aman.

Zaman sekarang, ambulans sudah berkembang jadi unit medis berjalan. Makanya, ambulans punya hak istimewa di jalan raya, seperti menerobos lampu merah dan pakai sirine. Tapi tentunya, ini cuma berlaku buat kondisi darurat—bukan buat orang yang buru-buru sampai ke tempat wisata!

Sebenarnya, di Indonesia ada aturan kendaraan prioritas. Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan yang boleh pakai sirine dan rotator itu: mobil pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan dinas polisi dan kendaraan pengawalan tertentu (misalnya VVIP).

Kalau ada yang menyalahgunakan ambulans, dia bisa kena pasal 287 ayat (4) UU LLAJ dengan ancaman denda Rp 250 ribu atau kurungan maksimal satu bulan. Nah, mungkin ini terlalu ringan, ya? Apalagi kalau ambulans palsu ini malah menghalangi ambulans beneran yang bawa pasien kritis.

Tapi serius, hukum di Indonesia cenderung lebih lunak buat pelanggaran seperti ini. Mungkin kalau mau efek jera, bisa ditambah hukuman sosial: misalnya sopirnya disuruh jadi relawan ambulans beneran selama setahun, biar tahu betapa pentingnya kendaraan ini buat nyawa orang.

Atau, kalau mau lebih nyeleneh, hukumannya bisa model “bikin malu” kayak di beberapa negara: plat mobilnya diganti jadi tulisan besar “Ambulans Palsu – Nggak Sakit, Cuma Mau Liburan” selama setahun penuh. Dijamin gak bakal berani macem-macem lagi!

Bayangkan kalau ini jadi tren. Para pemudik Lebaran ganti mobil dengan ambulans. Anak-anak sekolah diantar pakai ambulans. Ojol antar makanan pakai ambulans. Dijamin, kota ini akan penuh dengan suara sirine, dan polisi akan kebingungan membedakan mana darurat medis dan mana darurat ingin sampai tujuan lebih cepat.

Maka, demi ketertiban dan kemaslahatan bersama, mari kita kembali ke jalan yang benar. Kalau mau cepat sampai tujuan, ada solusi yang lebih logis: berangkat lebih awal, hindari jam sibuk, atau kalau perlu, gunakan jet pribadi (kalau bisa). Jangan sampai, karena terlalu kreatif, kita malah kena tilang di tengah jalan dan berakhir sebagai konten viral dengan tagar #AmbulansPariwisata.

Ingat, sirine itu untuk menyelamatkan nyawa, bukan untuk menyelamatkan waktu liburan! (*)

#makdacokpedom