Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Apresiasi dan Kritik Seni Pertunjukan: Membangun Pemahaman dan Pengembangan Karya

February 19, 2025 18:28
IMG-20250219-WA0128

Oleh Bagindo Ishak

Kaba “Catuih Ambuih”

HATIPENA.COM – Dalam “Workshop Penulisan Apresiasi Seni Pertunjukan”, yang menjadi bagian dari Kaba Festival X Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Nan Jombang Dance Company, diharapkan dapat memberi dorongan kuat untuk memahami hubungan antara apresiasi dan kritik dalam konteks seni pertunjukan. Keduanya memiliki peran penting dalam membangun ekosistem seni yang dinamis dan progresif.

Apresiasi: Lebih dari Sekadar Pujian

Apresiasi seni merupakan proses memahami, menilai, dan memberikan tanggapan terhadap suatu karya seni. Menurut Aminuddin Siregar dalam bukunya “Apresiasi Seni: Sebuah Pengantar”, apresiasi tidak hanya bermakna memberikan pujian, tetapi juga mencakup evaluasi kritis yang objektif terhadap keunggulan dan kekurangan suatu karya. Apresiasi yang mendalam melibatkan pemahaman terhadap latar belakang karya, proses kreatif, teknik artistik, serta pesan atau isu yang diangkat.

Dalam ruang kesenian, apresiasi yang baik memiliki dua dimensi utama:

  1. Apresiasi Positif – Penghargaan terhadap keunikan, inovasi, dan capaian artistik yang berhasil menyampaikan pesan atau emosi kepada penonton.
  2. Apresiasi Kritis – Penelaahan terhadap aspek-aspek yang masih dapat dikembangkan, termasuk cara penyajian, kejelasan isu yang diangkat, dan keterhubungan karya dengan audiens.

Dengan demikian, apresiasi bukan sekadar memberikan sanjungan, melainkan juga membangun dialog yang konstruktif untuk mendorong proses kreatif ke tingkat yang lebih baik.

Kritik: Menyentuh Fungsi, Bukan Personal

Kritik dalam seni pertunjukan adalah bentuk evaluasi sistematis yang bertujuan untuk menganalisis bagaimana sebuah karya berhasil atau gagal dalam menyampaikan gagasan artistik. Seperti diungkapkan oleh Theodor W. Adorno, kritik seni bukanlah sekadar pendapat subjektif, melainkan hasil dari pemikiran reflektif yang berbasis metodologi dan pengetahuan mendalam tentang seni itu sendiri.

Kritik yang ideal memiliki beberapa prinsip utama:

Berorientasi pada Fungsi Karya – Kritik diarahkan pada aspek artistik dan konseptual karya, bukan pada personal atau senimannya.

Berdasarkan Pengetahuan dan Kajian – Kritikus yang kompeten memahami latar belakang, memiliki pengalaman di bidang tersebut, atau telah melakukan penelitian terhadap objek yang dikritik.

Berpijak pada Landasan Ilmiah – Kritik yang baik memerlukan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara intelektual dan dijabarkan secara rasional.

Dalam konteks penulisan, terdapat perbedaan esensial antara mewartakan dan mengkritik:

Mewartakan bersifat informatif, menyampaikan fakta dan detail mengenai pertunjukan secara deskriptif tanpa penilaian mendalam.

Mengkritik melibatkan analisis mendalam mengenai konsep, teknik, dan dampak karya terhadap audiens dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

Objektivitas dalam Kritik: Menghindari Bias dan Subjektivitas Berlebihan

Kritik yang berkualitas tidak boleh terjebak dalam subjektivitas yang merendahkan atau menjatuhkan karya. Menurut Roland Barthes, karya seni memiliki “kematian pengarang”, di mana makna karya tidak lagi hanya bergantung pada niat seniman, tetapi pada interpretasi audiens. Oleh karena itu, kritik harus memperhitungkan bagaimana isu-isu yang diangkat dalam pertunjukan mampu membangun dialog dengan penonton.

Kritik setelah pertunjukan bukanlah “ajang pembantaian”, melainkan ruang dialektika untuk memperluas wawasan, mengembangkan kompetensi seniman, dan membangun pemahaman yang lebih dalam terhadap karya. Seperti yang dikatakan oleh Susan Sontag dalam esainya “Against Interpretation”, kritik yang baik tidak membatasi makna karya, tetapi membuka berbagai kemungkinan interpretasi yang memperkaya pengalaman estetik audiens.

Kritik sebagai Proses Berkelanjutan

Seni pertunjukan adalah ranah yang terus berkembang dan tidak pernah selesai dalam satu kesimpulan tunggal. Kesimpulan terhadap karya seni bersifat dinamis, tergantung perspektif penonton dan kritikus. Oleh karena itu, kritik yang diberikan setelah pertunjukan harus mampu mendorong karya untuk terus berproses dan berevolusi menuju bentuk yang lebih matang dan bermakna.

Sebagaimana dinyatakan oleh Terry Eagleton, kritik yang baik bukan hanya membedah kekurangan, melainkan juga mengidentifikasi potensi yang bisa dikembangkan lebih jauh. Dengan demikian, kritik menjadi jembatan antara seniman, penonton, dan ruang intelektual yang saling memengaruhi dan memperkaya.

Dalam Workshop Penulisan Apresiasi Seni Pertunjukan di Kaba Festival X 2025, semoga peserta dapat diajak memahami bahwa apresiasi dan kritik bukanlah hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi. Apresiasi yang baik harus memuat penghargaan terhadap keunikan karya sekaligus memberikan kritik yang membangun. Kritik yang berkualitas harus berfokus pada fungsi karya, didukung oleh kajian yang dapat dipertanggungjawabkan, dan menghindari subjektivitas yang merendahkan.

Dengan pendekatan ini, kritik bukan hanya menjadi refleksi pasif, tetapi menjadi agen perubahan yang mendorong karya seni untuk terus berkembang, relevan, dan bermakna di tengah perubahan zaman.(*)

Padang,19 Februari 2025

Berita Terkait