Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Baca Puisi, Tuntunan dan Tontonan

March 22, 2025 22:11
IMG-20250320-WA0117

Ilhamdi Sulaiman

HATIPENA.COM – Menikmati puisi dapat kita lakukan sendiri di kamar atau dalam perjalanan atau dimana tempat kita rasakan nyaman. Namun membaca puisi di atas panggung agar dapat dipahami atau dinikmati orang lain tentu ada pendekatan lain yang harus kita pikirkan.

Kenapa saya katakan demikian?
Karena dalam kegiatan membaca puisi di depan penonton kita bagaimana menyampaikan isi secara maksimal agar dapat dipahami/dinikmati penonton kita.Disinilah perlu pertimbangan untuk menggabungkan seni peran/akting oleh si pembacanya.

“Condong mato ka rancak, condong salero ka nan lamak.”

(Terjemahan bebasnya kira kira begini. Pandangan mata selalu ke yang bagus/indah, sedangkan selera kita ke yang lezat lezat).

Bertolak dari filsafat daerah saya Minangkabau maka dalam pertunjukan baca puisi yang (saya pakai istilah pertunjukan puisi karena saya tak mau terjebak dengan istilah teatrikal puisi atau dramatisasi puisi dan sebagainya) yang telah saya lakukan selalu adalah puisi sebagai karya sastra yang saya pertunjukan dengan tujuan agar puisi tersebut tersampaikan maknanya kepada penikmat pertunjukan puisi tersebut.

Sebagai sebuah pertunjukan tentu unsur unsur yang ada pada seni pertunjukan menjadi pertimbangan saya dengan serius. Kostum,musik make up dan properti bahkan hal hal seni rupa sebagai bahan yang saya pertimbangkan dan dikerjakan harus dengan serius agar supaya takarannya pas tidak membunuh esensi puisi yang saya bacakan nantinya.

Selain hal tersebut yang membuat saya memilih puisi sebagai sebuah pertunjukan adalah kesadaran saya dengan kemampuan saya saat ini seiring usia di mana artikulasi pengucapan saya tidaklah baik benar untuk konsumsi telinga penonton saya.

Sadar dengan kekurangan tersebut maka saya menyiasatinya dengan menyuguhkan puisi dengan sebuah tontonan yang atraktif agar penonton saya tidak melihat lagi kekurangan ucapan yang yang tidak jelas terdengarnya.

Langkah Kerja Pertunjukkan Puisi Saya

1.Memilih puisi puisi para penyair yang memungkinkan untuk menjadi tontonan menarik dengan pertimbangan pertama tentu puisi puisi naratif.

2.Memilih puisi puisi yang relevan dengan kondisi saat ini agar puisi tersebut menjadi dekat dengan audiens kita.

3.Pemikiran bentuk pertunjukannya dengan pertimbangan apakah nanti tempat pertunjukannya merupakan Gedung Presenium atau Tapal Kuda (Indoor) atau Arena atau ampy Teater (Outdoor).

Memilih Puisi

Setelah saya tetapkan puisi yang akan saya pertunjukan maka saya mulailah memahami puisi tersebut dengan kemampuan ilmu teori sastra yang saya miliki. (Formalistik, strukturalisme atau faktor intrinsik puisi tersebut) Psikoanalisis dan Intertekstualitas, ilmu tata bahasa dimana saya sering menggunakan pengetahuan saya tentang Stilistika, Semiotik dan Strukturalisme agar puisi yang saya pertunjukan menjadi sampai dan terwakili dengan penampilan yang saya lakukan.

Bentuk Pertunjukan Puisi

Setelah segala hal yang berhubungan dengan analisis puisi yang akan saya pertunjukkan maka langkah kedua saya harus berpikir tentang properti apa yang akan saya pergunakan, bagaimana kostumnya dan bagaimana plot (alur) pertunjukkan yang akan saya lakukan.

Bagi saya, pertunjukan puisi adalah bertemunya seni sastra dan seni pertunjukan. Ia bukan sekadar membacakan kata-kata dengan lantang, tetapi juga menyampaikan ruh puisi itu sendiri. Itulah mengapa saya selalu berusaha menyeimbangkan antara teks, ekspresi, dan unsur panggung lainnya.

Pada akhirnya, yang saya inginkan dari sebuah pertunjukan puisi adalah menghadirkan pengalaman yang menggugah. Penonton bukan hanya mendengar, tetapi juga merasakan dan memahami puisi dengan cara yang lebih dalam.(*)

Jakarta, Awal Ramadan 1446 H