Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Be Guling Masuk Parlemen

February 20, 2025 09:32
IMG-20250220-WA0072

Ilustrasi : Meta AI/ Rizal Pandiya
Catatan Paradoks; Wayan Suyadnya

HATIPENA.COM – Senin, 17 Februari 2025. Siang itu, di sebuah ruang di DPRD Bali, saya mengikuti acara formal yang—seperti biasa—penuh dengan pembahasan serius, makalah, dan tanya jawab antara rakyat dan wakilnya.

Namun, ada yang mengejutkan selain keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam ruangan itu.

Saat jam makan siang tiba, datanglah nasi kotak. Tanpa ekspektasi apa pun, mengira menemukan menu biasa sebagaimana acara resmi lainya, namun mata saya langsung membelalak ketika mendapat pilihan nasi be guling yang dikemas dalam kotak.

Babi guling? Di dalam gedung legislatif Bali? Pada acara resmi? Luar biasa!

Sebagai penulis, bukan senang karena be guling makanan enak. Melainkan identitas Bali baru kali ini bisa naik ke gedung Dewan. Sungguh penghargaan luar biasa terhadap simbol kuliner Bali. Tak hanya bermakna “sangat politis”, tapi itu suatu keberanian dan inspiratif.

Seumur-umur baru kali ini menemukan hidangan lembaga resmi pemerintah pada jam kantor menyediakan be guling dalam kemasan nasi kotak.

Paradoks yang nyata. Di tanah Bali, tempat di mana be guling bukan sekadar makanan, melainkan simbol budaya, kuliner khas Bali, justru sulit ditemukan di ruang-ruang publik apalagi kantor dinas/instansi pemerintah. Namun di gedung parlemen, pada acara resmi, mendapatkan sajian nasi kotak be guling. Seperti mimpi rasanya.

Cobalah cari di Bandara Ngurah Rai—tak ada. Masuklah ke mal-mal besar—juga nihil. Bahkan di beberapa pujasera, makanan khas Bali ini seolah tersingkir, padahal ia adalah bagian dari napas kuliner masyarakat Bali. Be guling identitas Bali.

Dan kini, di ruang resmi wakil rakyat, be guling hadir, seakan menegaskan kembali haknya sebagai kuliner kebanggaan masyarakat Bali.

Apakah ini tanda bahwa be guling akan segera masuk ke bandara? Atau menjadi menu tetap di pujasera dan mal-mal yang dulu enggan menyediakannya? Ataukah ini sekadar kebetulan, tanpa makna lebih dalam?

Satu hal yang pasti, nasi kotak be guling siang itu lebih dari sekadar hidangan.

Ia adalah simbol perlawanan terhadap peminggiran identitas kuliner lokal. Sebuah pernyataan diam-diam bahwa be guling tak seharusnya menjadi tamu asing di tanah kelahirannya sendiri. Ia harus tetap menjadi tuan rumah di daerah sendiri.

Terima kasih, DPRD Bali. Tidak hanya melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang politis, tetapi melalui tindakan sederhana yang mungkin tampak kecil, dianggap sepele, namun berdampak luar biasa. DPRD Bali telah mengangkat simbol masyarakat Bali melalui be guling yang sangat digemari dan hidup di tengah masyarakat. Sekali lagi jempol untuk DPRD Bali.

Semoga ini awal dari kembalinya be guling ke takhta yang seharusnya—bukan sekadar sajian di upacara adat, tetapi bagian dari keseharian yang merayakan identitas Bali yang sejati. (*)

Denpasar, 20 Februari 2025

Berita Terkait