Fanny J. Poyk
SIAPA yang tahu bencana alam akan tiba? Tak seorang pun. Absurditas kehidupan manusia di bumi tak jauh dari tragedi bencana itu. Dan kematian akan datang cepat atau lambat dengan bentuk yang bermacam-macam.
Saya percaya di kitab suci saya tertulis berjaga-jagalah selalu, sebab Aku datang seperti pencuri. Makna yang tersirat di dalamnya sangat kuat karena sebagai manusia kita kadang kerap lengah. Pikiran dan perilaku yang tak singkron mengusai diri dengan kuat dan doa untuk hidup lurus sesuai kehendakNya, terpolusi oleh sikap dan ragam perilaku usai doa dipanjatkan.
Sikap nyinyir, gossip, selingkuh, bohong, korupsi, membunuh, amarah, menipu, memaki dan sikap jahat lainnya masuk demikian kuat kala kita berada di lingkup kehidupan sosial. Kedagingan dalam tubuh manusia sulit untuk bersatu dengan perintah kebajikan yang dianjurkan di dalam agama manapun. Meski sesudahnya doa yang kuat kembali dipanjatkan untuk memohon ampun. Doa hanya sebatas ritual, setelah itu perilaku kembali ke asal.
Tak jarang, manusia membentuk koloni, grup atau organisasi tertentu yang endingnya bertujuan untuk saling menghancurkan, untuk mengangkat diri mencuat seolah-olah bijak bestari, dan mencari pengikut untuk memujanya, menjadi manusia munafik demi uang, membentuk pribadi yang hipokrit sehingga lupa untuk menebarkan ‘kasih’ dari perintah yang selalu dianjurkan Sang Maha.
Namun begitulah yang terjadi di bumi. Diibaratkan manusia lebih jahat dari binatang, sebab manusia dengan nalar, serta isi kepalanya, mampu merancang dan menghancurkan manusia lainnya dengan ganas tanpa belas kasihan. Sedangkan binatang, lugas tak penuh intrik.
Maka ketika bencana alam datang, tanya seharusnya muncul di diri, apa yang sudah kita berikan pada bumi? Barangkali bumi akan menjawab demikian, “manusia, kau hanya bisa mengambil apa yang ada di tubuhku dengan serakah, rakus dan tamak. Kau lihat, hutan kau tebang demi pembangunan perumahan mewah, demi pabrikmu, demi mengambil hasil yang tumbuh dari tanahku, kau membuang sampah sembarangan, maka tatkala kehancuran dan bencana terjadi, jangan salahkan aku, pikirkan apa yang sudah kalian perbuat padaku.”
Begitulah keadaan bumi. Makin menua, hidup kita pun tak tahu hingga di mana. Dan di saat bencana datang, tak perlu bersungut-sungut dengan narasi, ini karena di sana manusianya begitu atau begini. Koreksi diri sendiri, apa yang sudah kita berikan pada bumi. Me too…salam damai. (*)