Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Bencana Banjir Bandang, Apa Kata Penyair?

March 12, 2025 06:51
IMG-20250312-WA0026

Pulo Lasman Simanjuntak *)

HATIPENA.COM – Bencana Banjir Bandang kembali melanda Kota dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada awal Maret 2025, menenggelamkan permukiman, jalanan, mobil, sepeda motor dan fasilitas publik lainnya.

Dari 12 kecamatan di Kota Bekasi, 10 kecamatan di antaranya terendam banjir, menunjukkan skala bencana yang lebih besar daripada banjir-banjir sebelumnya.

Kejadian ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun, intensitas dan dampaknya makin parah dari tahun ke tahun.

Banjir ini tidak hanya disebabkan oleh faktor alam seperti curah hujan tinggi, tetapi juga oleh ‘ulah’ manusia yang merusak keseimbangan ekosistem lingkungan di sekitarnya.

Menurut laporan dari sebuah artikel yang dikutip dari website minanews.net (Selasa, 11/3/2025) bahwa Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas adalah dua sungai penting yang mengalir di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi, Jawa Barat. Kedua sungai ini merupakan bagian dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih besar, yaitu DAS Kali Bekasi. Aliran kedua sungai ini akhirnya menyatu dan membentuk Sungai Bekasi, yang kemudian mengalir ke Laut Jawa.

Sungai Bekasi sendiri memiliki peran penting dalam mengalirkan air dari wilayah hulu (Bogor) ke hilir (Bekasi dan Jakarta). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banjir yang terjadi di Bekasi seringkali dikaitkan dengan masalah di aliran sungai ini, termasuk penyempitan aliran, sedimentasi, dan alih fungsi lahan di daerah hulu.

Pembangunan permukiman dan infrastruktur di bantaran sungai telah menyebabkan penyempitan aliran Sungai Cileungsi, Cikeas, dan Bekasi.

Hal ini mengurangi kapasitas tampung sungai dan meningkatkan risiko banjir. Selain itu, sedimentasi dan penumpukan sampah di aliran sungai telah mengurangi kedalaman sungai dan menghambat aliran air. Hal ini makin memperparah banjir saat curah hujan tinggi.

Bagaimana tidak terjadi bencana banjir bandang. Bibir sungai sudah bersertifikat hak milik permukiman.

“Bibir di Daerah Aliran Sungai (DAS) sudah bersertifikat jadi kawasan perumahan, terus bagaimana kami mau melebarkan sungai untuk atasi banjir. Misalnya di bibir Sungai Cikeas, yang menjadi pertemuan Sungai Cileungsi dan Sungai Bekasi. Saya sudah lihat sendiri tanah-tanah di bantaran sungai berubah jadi perumahan yang memiliki sertifikat hak milik. Nanti akan saya pelajari apakah riwayat tanah bersertifikat tersebut ada di badan DAS sungai, kalau benar maka ATR/BPN harus segera mencabut sertifikat tersebut, seperti sertifikat pagar laut,” tegas Kang Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat dikutip dari laman tiktok-nya pada Selasa siang (11/3/2025).

Sudah Diprediksi 30 Tahun Lalu

Saya punya pengalaman ‘penderitaan’ terkena musibah banjir bandang, baik ketika masih bermukim di Perum Perumnas III Setia Mekar, Bekasi Timur, dan Perum Bumi Sani Permai, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

“Hampir 14 tahun saya mengalami kesengsaraan akibat bencana banjir bandang di Bekasi. Bahkan nyaris ‘tenggelam’ anak dan istri saya ketika terjadi bencana banjir di Perum Bumi Sani Permai beberapa tahun lalu.”

Pada sekitar pukul satu dinihari, saya mencoba menyelamatkan anak dan istri, dan harus berenang pelan-pelan mempergunakan tali dan lampu senter menembus air banjir setinggi dada. Selain menggigil kedinginan, saya juga terancam digigit ular-ular ganas yang berkeliaran di badan air banjir.

Beruntung anak dan istri telah ‘diselamatkan’ terlebih dahulu oleh tetangga sebelah rumah yang kebetulan rumahnya bertingkat.

“Ujung-ujungnya para oknum pejabat baik di Pemkot maupun di Pemkab Bekasi beberapa tahun lalu pasti ada unsur ‘korupsi’ dengan tidak memperhatikan amdal, dan merubah peruntukkan pada tata ruang, serta casment area atau kawasan resapan parkir air seperti danau, situ, dan rawa yang ‘diuruk’ berton-ton tanah merah untuk kepentingan properti, permukiman, dan industri.

Sebagai wartawan- kebetulan tugas liputan bertahun-tahun di Kementerian Pekerjaan Umum- saat itu saya sebagai wartawan Harian Umum Sinar Pagi bersama rekan Faisal (Harian Umum Poskota) dan Ira Gunawan (Harian Umum Kompas).

Pada awal tahun 1990-an -sekitar 30 tahun lalu ketiga wartawan senior ini- menulis berita dan foto berulang kali tentang “bahayanya” bila Pemkot maupun Pemkab Bekasi terus melakukan perubahan untuk memberikan seenaknya perizinan peruntukkan lahan rawa, situ, sungai dan danau untuk para developer yang ‘disulap’ menjadi kawasan atau area properti mewah, permukiman sederhana (fasilitas KPR BTN), dan kawasan industri.

Kebetulan pada saat itu pemerintah-bersama-sama DPR RI- belum menerbitkan UU Sumber Daya Air (SDA) dimana menyebutkan bahwa semua rawa, danau, dan situ (teristimewa di wilayah Jabodetabek-ref ) telah ‘disertifikat’ dan dilindungi undang-undang dengan sanksi hukum bagi pelanggarnya.

Kalau kita lihat sejarah, kawasan Bekasi itu adalah kawasan perairan yang dilindungi seperti Rawa Tembaga (Bekasi Barat) atau Rawa Kalong (Bekasi Timur-berbatasan dengan Tambun Selatan dan Utara) yang kini berubah jadi kawasan permukiman padat, pertokoan, pusat perbelanjaan, serta mall dan hotel berbintang.

Belum lagi penebangan pohon (kawasan sabuk hijau) secara ‘brutal’ sehingga akar pepohonan tak lagi menghisap air, dan sungguh kering, gersang, serta panas membara di sekitar Bekasi pada saat ini.

Selain itu areal persawahan teknis dan areal sawah tadah hujan sebagai lumbung pangan – yang juga berfungsi sebagai tangkapan resapan air – pada ruang-ruang terbuka di Kota dan Kabupaten Bekasi telah “hilang” berhektare-hektare, berubah jadi kawasan permukiman, industri, dan kawasan komersial yang telah “dibeton” secara permanen.

Studi kasus yang dilakukan saat itu -oleh ketiga wartawan ini – adalah bencana banjir yang mulai melanda di lingkungan lokasi perumahan dengan fasilitas KPR BTN mulai type 21 M2 sampai type 70 M2 di Perum Perumnas III Setia Mekar, Bekasi Timur.

Sampai-sampai Perum Perumnas memanggil konsultan Perancis, tetapi gagal karena di sekitar Perumnas III Setia Mekar saat itu telah dikepung perumahan, tak ada lagi areal untuk parkir air bila hujan deras datang. Kini perumahan BUMN plat merah tersebut selalu dilanda kebanjiran, misalnya di Jalan Karimun Jawa, Jalan Bali, Jalan Maluku, dan Jalan Yapen.

Dan, apa yang terjadi tiga puluh tahun kemudian (Maret 2025). Lebih parah mengerikan lagi! Bencana banjir ‘bandang’ itu benar-benar datang sampai menenggelamkan atap rumah, mobil, sepeda motor, dan harta benda lainnya.

Banyak berdoa saja, bencana banjir bandang di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat akan sulit diatasi. Dari lokasi (area) air, ia akan kembali lagi ke lokasi (area) air tersebut yang telah berubah fungsi. Itu namanya bencana banjir bandang. Bukan karena salahkan alam semesta dengan mengatakan, pinjam istilah pejabat bertahun-tahun, karena curah hujan sedang tinggi, di atas batas normal.

Tulisan ini akan saya tutup – sebagai penyair – yang bersyair di atas permukaan air (baca : banjir !) dengan sebuah karya, ditulis Selasa, 11 Maret 2025. Selamat membaca.

Lihatlah Bibir Sungaiku Telah Terluka

lihatlah bibir sungaiku
telah terluka
nyaris berdarah
akibat pukulan keras
dari tangan-tangan perkasa
bersembunyi di luar angkasa
konon katanya
datang dari benua
luar bumi dan tanah

bencana banjir kemudian datang
tanpa diundang
oleh suara jeritan liar alam
hujan sejak semalam
kita sudah tertidur nyenyak
berbarengan
di atas kasur
kembali basah
banjir airmata

konon kata pejabat setempat
karena di bibir sungai
sudah bersertifikat
disulap jadi permukiman padat
punya riwayat
disogok dari uang rakyat

lihatlah bibir sungaiku
telah terluka
sungguh sangat ganas
perubahan wajah das cikeas
das ciliwung, dan das bekasi
tak bisa lagi bersolek
sudah rusak badan sungai
kini terbaring
di ruang icu rumah sakit
dilanda penyakit
berbukit-bukit

apakah Tuhan
tak.mau lagi menjenguk
alam, pohon,hutan, rawa,
situ ciptaan-Nya

telah dihancurkan
menjelma jadi air bah
seperti bencana wabah
buat orang-orang serakah
kita makin susah (*)

Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025
*) Sastrawan, wartawan, dan rohaniawan, bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan

Kontak : 08561827332/WA
.