Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Bubur Padas di Bawah Jembatan Sambas

January 11, 2025 10:59
IMG-20250111-WA0035

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

HARI keempat di Kota Sambas, dan saya masih hidup. Ini prestasi besar, mengingat kota ini punya pesona yang bisa membuat siapa saja lupa waktu. Istana Alwazikhibillah berdiri megah, seakan diam-diam menantang Istana Buckingham untuk adu estetika. Tapi saya bukan datang untuk istana. Misi saya lebih mendesak, berburu Bubur Padas, makanan legendaris yang katanya bikin lidah bernyanyi dan hati berdesir.

Perjalanan dimulai dengan langkah kaki penuh harapan. Setelah bertanya sana-sini, akhirnya saya sampai di Kantin Ulan, sebuah tempat tersembunyi di bawah Geratak Sabok. Lokasinya strategis, kalau strategi yang dimaksud adalah “menguji nyali orang kota.” Tapi saya tidak peduli. Bubur Padas menunggu.

Saat pertama kali melihat menu, hati saya sedikit tercekat. Tiga varian rasa. Bubur Padas biasa, bubur dengan daging, kikil, dan bubur dengan bakso. Bukan main. Siapa yang menyangka makanan tradisional ini punya evolusi rasa layaknya serial Netflix? Saya hampir memesan semuanya, tapi dompet berkata, “Ingat, kau belum gajian.”

Bubur Padas itu sederhana tapi megah. Terbuat dari nasi halus, kelapa parut, dan campuran rempah yang jujur saja bisa bikin koki modern menangis karena terlalu kompleks. Bawang merah, bawang putih, cabai, serai, lada hitam, daun salam, bahkan daun kesum ikut berkontribusi. Semua dicampur seperti pesta dansa di panci. Ketika matang, sayuran seperti kangkung, kacang panjang, dan kentang dadu dimasukkan dengan gaya yang entah bagaimana terasa penuh emosi.

Saya mencicipi satu sendok. Lalu dua. Lalu lupa menghitung. Bubur Padas ini seperti pelukan nenek dalam bentuk makanan. Hangat, penuh cinta, dan sedikit rempah yang memeriahkan hidup.

Yang paling ajaib, meskipun namanya “pedas”, rasanya jauh dari kata membakar. Ini semacam nama panggung, semacam alter ego yang ingin terlihat garang padahal lembut. Tapi jika ente wak penggemar sensasi api, tinggal tambahkan cabai kering atau sambal. Saya? Cukup jeruk nipis. Karena hidup sudah cukup pedas tanpa bantuan ekstra.

Bubur Padas bukan hanya makanan. Ia adalah pengalaman spiritual. Di bawah Geratak Sabok, saya menyadari satu kebenaran mendalam, ada hal-hal di dunia ini yang tak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan. Seperti cinta pertama, hujan di sore hari, atau bubur sederhana yang mengubah hari biasa jadi luar biasa.

#camanewak