Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

China Antara Kemegahan dan Mafia Telur

February 10, 2025 07:31
IMG-20250210-WA0056(1)

Ilustrasi : Wak Rojam
Penulis : Rosadi Jamani

HATIPENA.COM – China. Negeri seribu keajaiban. Infrastruktur megah, teknologi canggih, dan pasar yang mendominasi dunia. Setiap hari ada saja cerita tentang kejayaan mereka. Ekonomi melesat, roket meluncur, dan robot berkeliaran seperti dalam film sci-fi. Apakah mereka punya kelemahan? Hampir tak ada!

Tapi tunggu. Di balik gemerlapnya gedung pencakar langit dan kilauan yuan yang tak ada habisnya, terselip kisah gelap yang terdengar seperti plot film distopia. Bayangkan ini, sebuah sindikat gangster China menjalankan jaringan perbudakan rahim di Georgia. Bukan Georgia tempat Elvis Presley mungkin pernah singgah, tapi Georgia yang di Eropa Timur sana.

Sekitar seratus perempuan dari berbagai negara, terutama Thailand, dijebak oleh tawaran pekerjaan manis di Facebook. “Mau jadi ibu pengganti? Gaji besar! Hidup nyaman di Eropa!” Begitulah iklannya. Siapa yang tak tergoda dengan janji penghasilan antara 11.500 hingga 17.000 euro?

Namun, begitu mereka menginjakkan kaki di Georgia, kenyataan berubah. Paspor diambil, kebebasan direnggut. Mereka digiring ke properti besar yang lebih mirip kandang manusia ketimbang tempat tinggal. Di sanalah mimpi buruk dimulai.

Mereka tidak merawat bayi pasangan tak beranak seperti yang dijanjikan. Oh, tidak. Mereka dijadikan peternakan telur manusia.

Skenarionya simpel. Setiap bulan, tubuh mereka dipaksa memproduksi sel telur dengan bantuan hormon. Mereka disuntik, dibius, dan dipanen dengan mesin. Seperti ayam petelur, hanya saja lebih canggih.

Mereka yang menyadari jebakan ini mencoba melarikan diri, tapi tentu saja, kebebasan tidak gratis. Harga kemerdekaan mereka? 70.000 baht. Mahal? Tentu saja. Bahkan lebih mahal dari tiket pulang-pergi ke Thailand dengan kelas bisnis dan sekotak durian Musang King di tangan.

Organisasi Pavena Foundation for Children and Women yang berbasis di Thailand akhirnya berhasil menyelamatkan beberapa korban. Namun, puluhan perempuan lain masih terperangkap di dalam sistem yang lebih mengerikan dari sekadar penjara.

Jangan salah. Ini bukan soal sentimen terhadap China semata. Tapi fakta bahwa kekuatan ekonomi raksasa sering kali membawa bayangan hitam yang tak terduga. Kita terlalu sibuk melihat betapa hebatnya mereka dalam menciptakan kota-kota futuristik, hingga lupa bahwa di suatu tempat, mesin-mesin industri mereka juga beroperasi dengan cara yang jauh dari manusiawi.

Mungkin sudah saatnya dunia berhenti terpesona oleh kemegahan dan mulai bertanya, di balik gedung-gedung pencakar langit itu, ada berapa banyak manusia yang dikorbankan?

Kasus serupa dengan 62 WNI ditangkap di Kamboja. Di sana ditawarkan pekerjaan dengan gaji tinggi. Begitu di sana, mereka dikarantina lalu disuruh jadi operator judi online. So, bagi ente yang masih waras, jangan mudah terpengaruh kerja ke luar negeri. Ngeri, wak! (*)

#camanewak

*) Ketua Satupena Kalbar

Berita Terkait

Kader NKRI

March 17, 2025

Rapat RUU TNI, Rapat-rapat

March 17, 2025

Digratiskan Haji Akbar oleh Travel Cordova

March 17, 2025

Ogoh-ogoh untuk Siapa?

March 17, 2025

Gemerlap Danantara

March 17, 2025

Berita Terbaru