Dwi Sutarjantono *)
HATIPENA.COM – Tiba-tiba pepatah itu muncul dalam benak saya, “Di balik kesuksesan seorang suami, ada istri yang hebat.” Sebenarnya, bukan tiba-tiba. Pepatah ini melintas saat saya membaca berita tentang Kasus Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Korupsi Tambang Nikel. Sama seperti hembusan angin yang tiba-tiba berubah menjadi badai, kasus ini mengingatkan saya bahwa kekuatan dan kehancuran seseorang bisa sangat dipengaruhi oleh sosok yang ada di sampingnya.
Nama ‘Papa’ ST Burhanuddin ramai diperbincangkan setelah diduga terjerat kasus korupsi tambang nikel di Sulawesi Tenggara. Disebutkan bahwa ia menerima aliran dana sebesar Rp 500 juta yang disalurkan melalui artis Celine Evangelista. Celine disebut-sebut sebagai istri kelimanya. Rumah mewah di Singapura itu diberikan kepadanya sebagai ‘hadiah tutup mulut’. Kasus ini bukan hanya skandal hukum, tetapi juga sebuah potret bagaimana hubungan, baik yang terjalin dalam ikatan pernikahan maupun dalam bayang-bayang rahasia, dapat mengubah arah kehidupan seseorang—ke arah kebesaran atau kehancuran.
Lalu saya berpikir, kalau di balik suami yang sukses ada istri yang hebat, apakah di balik suami yang hancur juga ada istri yang berperan? Jangan buru-buru menarik kesimpulan, karena perenungan ini bukan tentang mencari kambing hitam, melainkan tentang membuka mata lebih lebar.
Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI yang terjerat kasus korupsi proyek e-KTP, adalah salah satu contoh bagaimana skandal bisa mengguncang tidak hanya satu individu, tetapi juga keluarganya. Istrinya, Deisti Astriani Tagor, sempat menjadi pusat perhatian publik karena gaya hidupnya yang glamor sebelum akhirnya harus menghadapi kenyataan pahit bahwa suaminya mendekam di balik jeruji besi.
Begitu pula dengan Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden PKS yang terseret dalam kasus suap impor daging sapi. Istrinya, Luthfi Hasanah, turut tersorot karena dianggap menikmati hasil dari korupsi tersebut. Namun, apakah mereka hanya menikmati kemewahan tanpa bertanya dari mana asal muasalnya? Atau, apakah mereka diam karena sudah telanjur berada di pusaran arus yang terlalu deras?
Di sisi lain, ada kasus Sandra Dewi, yang mengaku tidak mengetahui banyak hal terkait kasus korupsi timah yang menjerat suaminya, Harvey Moeis, hingga triliunan rupiah. Ia mengatakan tidak pernah bertanya tentang penghasilan suaminya dan mereka memiliki perjanjian pisah harta sejak awal menikah. Keadaan ini menunjukkan bahwa dalam rumah tangga, ada istri yang memilih untuk menutup mata, ada yang terpaksa menyesuaikan diri dengan keadaan, dan ada pula yang memang tidak tahu-menahu.
Maka, jika Sandra benar, tentu saja dugaan bahwa istri selalu berperan dalam kehancuran suami tidak bisa digeneralisasi. Ada yang sadar dan ikut menikmati, ada yang tertipu, ada pula yang hanya berjalan di jalur yang berbeda tanpa menyadari bahwa kapal yang sama sedang karam. Bukan begitu?
Pernikahan, bagi saya, adalah tarian dua insan yang berusaha menyesuaikan langkah di atas lantai kehidupan. Ada saatnya satu tergelincir, yang lain menopang. Ada saatnya ritme berubah, tetapi keduanya harus tetap bergerak bersama. Pernikahan yang sehat bukan tentang siapa yang lebih dominan, melainkan tentang siapa yang bersedia menjaga keseimbangan.
Ketika seorang suami terlihat bijak dalam mengatur keuangan, sering kali ada campur tangan istri yang turut membantu dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran. Mungkin dialah yang diam-diam menyusun anggaran belanja, mencari cara agar setiap pengeluaran lebih efisien, dan tetap memastikan bahwa segala kebutuhan keluarga terpenuhi tanpa harus hidup berlebihan. Namun ketika kapal rumah tangga mulai bocor, apakah salah satu pihak hanya bisa diam dan menyalahkan keadaan? Atau seharusnya keduanya mencari cara untuk menambalnya?
Maka dari itu, saya mengingatkan: jagalah pernikahan dengan prinsip kebersamaan. Apalagi bagi mereka yang belum menikah atau sedang dalam proses menuju pernikahan. Kebahagiaan dan kehancuran dalam pernikahan adalah tarian yang dimainkan oleh dua orang.
Tulisan ini bukan untuk menuding atau menghakimi siapa pun, melainkan untuk mengajak kita semua merenung. Dalam setiap rumah tangga, baik suami maupun istri memiliki peran penting yang bisa menentukan arah perjalanan bersama. Maka, mari jadikan pernikahan sebagai ruang pertumbuhan, bukan sekadar ikatan formalitas. Karena sejatinya, rumah tangga yang harmonis lahir dari dua orang yang mau terus belajar dan saling memperbaiki.
“Di balik kesuksesan seorang suami, ada istri yang hebat. Di balik kehancuran seorang suami, bisa jadi ada sesuatu yang perlu dipertanyakan.” (*)
*) Penulis | Mind Programmer | Sekretaris Umum Satu Pena DKI Jakarta