Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Dijajah, Dikorupsi, Tak (juga) Bangkrut

March 2, 2025 08:47
IMG-20250302-WA0023

Ilustrasi : Meta AI/ Rizal Pandiya
Catatan Paradoks; Wayan Suyadnya

HATIPENA.COM – Indonesia adalah sebuah keajaiban. Negeri ini seperti sumur tanpa dasar, dirampok tak habis-habis, dikeruk tak kering-kering.

Ratusan triliun menguap setiap tahun—anak perusahaan Pertamina merugikan negara Rp193 triliun per tahun, kasus korupsi timah mencapai Rp300 triliun, belum lagi BLBI dan skandal-skandal lain yang angkanya mengerikan.

Namun, ajaibnya, negeri ini tak bangkrut. APBN bocor hingga ribuan triliun, kata KPK, tapi roda pemerintahan tetap berputar, gaji pejabat tetap cair, proyek-proyek terus berjalan, bahkan pembangunan masih bisa diklaim maju.

Paradoks ini bukan cerita baru. Di era reformasi, korupsi merajalela. Di Orde Baru, Soeharto tumbang karena KKN, hingga TAP MPR No. 11 Tahun 1998 ditegakkan agar negeri ini bersih.

Tapi, apa yang berubah? Jauh sebelum itu, di zaman kolonial, negeri ini dijajah berabad-abad. Belanda mengeruk hasil bumi selama 3,5 abad, Jepang menjarah selama 3,5 tahun—tapi kekayaan Indonesia seperti tak berujung.

Lihatlah negara lain, cukup satu guncangan besar bisa membuat mereka runtuh, tapi Indonesia tetap berdiri, tetap kaya.

Mungkin benar kata lagu: “Tongkat kayu dan batu jadi tanaman, laut dan samudra jadi kolam susu.” Tapi sampai kapan? Apakah negeri ini akan terus menjadi surga bagi para perampok berseragam? Sampai kapan rakyat harus menonton parade korupsi yang seolah tak ada ujungnya?

Yang lebih miris, negeri ini bertuhan. Dasarnya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi, atas nama Tuhan yang Maha Pemurah, mengapa masih ada yang tega mencuri? Mungkin mereka berpikir Tuhan akan terus mengampuni. Mungkin mereka percaya negeri ini tak akan runtuh, sehingga mereka bisa terus mengambil bagian. Tapi akankah Tuhan membiarkan negeri ini terus dijarah?

Setiap pemimpin datang dengan janji—mengembalikan kekayaan negeri untuk rakyat, menyejahterakan bangsa, menumpas korupsi.
Namun, begitu berkuasa, cerita lama kembali terulang. Lagi dan lagi.

Akankah kita terus bertanya dan hanya menunggu rumput yang bergoyang memberi jawaban?

Semoga mereka yang berkeluh tak pernah lelah, karena suara-suara itulah yang menjadi pengingat.

Jika negeri ini terus membiarkan para koruptor berpesta, akankah keajaiban ini bertahan? Ataukah kita sedang berjalan menuju jurang yang tak kasat mata?(*)

Denpasar, 2 Maret 2025