Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Dilatih Naga Api, Malaysia Raih Gelar

April 18, 2025 09:30
IMG-20250418-WA0004

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Semenjak lama tanpa gelar, malas nulis bulu tangkis. Kali ini coba lagi, siapa tahu bisa membangkitkan prestasi tepuk bulu di negeri ini. Sambil menunggu makan siang, mari kita ulas negeri jiran, Malaysia yang gunakan pelatih kita, Naga Api, mampu persembahkan gelar.

Alkisah di negeri khatulistiwa nan gemah ripah loh jinawi ini, hiduplah sebuah kerajaan bernama PBSI, Persatuan Bulu Tangkis Selalu Ikhlas. Negeri ini punya tradisi unik, mencintai bulu tangkis sepenuh jiwa, tapi entah kenapa, seperti alergi terhadap gelar juara. Tiap turnamen datang bak musim kemarau, harapan tumbuh, optimisme merekah… lalu gugur satu per satu seperti janji kampanye.

Sudah diganti pengurusnya? Sudah.
Pelatih baru? Sudah.
Tukar shuttlecock dengan telur naga? Mungkin sebentar lagi.
Tapi gelar juara? Ah, itu mitos. Lebih langka dari unicorn berjilbab.

Di tengah padang gurun prestasi itu, muncullah nama Herry Iman Pierngadi, pria berjulukan Naga Api. Tapi entah kenapa, api beliau justru menyala bukan di tanah kelahirannya. Tidak, wak. Api itu membakar Malaysia dengan hangatnya, membakar hingga Aaron Chia/Soh Wooi Yik naik ke podium Kejuaraan Asia 2025 dengan senyum semekar bunga bangkai mekar satu dasawarsa sekali.

Ya, Malaysia, negerinya Upin Ipin! Negara yang dulunya selalu jadi sparring partner manis kini jadi juara. Bukan karena sulap, bukan karena azimat, tapi karena pelatih yang dulu dibiarkan pergi begitu saja oleh PBSI, karena, ya, kenapa tidak?

Bayangkan, wak! Saat mantan anak asuh Herry, seperti Fajar/Rian berjuang penuh derita dan penuh doa, justru Aaron/Soh-lah yang tertawa. Mereka bahkan mengalahkan dua pasangan China dalam satu turnamen. Ya, dua! Sesuatu yang kalau dilakukan oleh pasangan ganda Indonesia biasanya cuma terjadi… di mimpi, lalu dibatalkan wasit karena net fault.

Di tanah air?
Reaksi sebagian penggemar?
“Pengkhianat!”
Karena di negeri ini, membantu negara lain menang adalah dosa besar. Sementara kegagalan bertahun-tahun tanpa refleksi adalah kebiasaan yang suci.

Padahal, seperti kata Herry IP sambil menghisap napas panjang penuh kebijaksanaan. “Saya tidak meninggalkan Indonesia, Indonesia yang meninggalkan saya.” Sebuah kutipan yang pantas ditulis dengan tinta emas di dinding Gedung PBSI, tepat di sebelah lemari piala kosong yang berdebu.

Herry bahkan sempat tak bisa mendampingi pemain Malaysia ke Eropa karena masalah visa. Ironis. Visa ke Eropa ditolak, tapi visa ke juara langsung disetujui.

Sementara itu, publik tanah air sibuk menyalahkan segalanya kecuali diri sendiri. Dari shuttlecock, net, kondisi lampu stadion, bahkan suhu AC dianggap biang kerok kegagalan.
Kalau bisa, mungkin satpam gedung pelatnas pun dituduh sabotase mental pemain.

Tapi mari kita jujur sejenak. Jika seseorang gagal membawa tim ke podium selama bertahun-tahun lalu dipersilakan pergi. Kemudian, justru mengantar negara lain ke kejayaan, siapakah sebenarnya yang salah? Yang pergi… atau yang melepas?

Sementara itu, di Malaysia, BAM (Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia) mungkin sedang berpesta pora sambil menyanyikan lagu lama yang di-remix ulang, “Terima kasih, Indonesia… kau beri kami Herry IP…” PBSI? Masih sibuk membuka lowongan pelatih. Siapa tahu bisa dapat yang murah, bisa multitasking, dan tahan cibiran warganet.

Begitulah negeri ini. Negeri yang mencintai bulu tangkis lebih dari cintanya pada introspeksi. Negeri yang mengidolakan pelatih hebat, lalu melepasnya dengan senyuman… dan menyalahkannya saat dia sukses di tempat lain. Negeri yang selalu ingin gelar… tapi takut berproses.

Selamat kepada Malaysia. Kepada Indonesia? Tenang, semifinal itu juga prestasi. Tapi kalau nanti kalah di babak penyisihan grup… jangan-jangan itu disebut proses regenerasi.

Salam olahraga, jaya selalu bulu tangkis Indonesia. (*)

#camenewak