Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Doa-doa Mencekam untuk Bu Rini

March 9, 2025 21:37
IMG-20250309-WA0155

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Ribuan doa melayang ke langit. Doa yang tak biasa. Doa yang menggetarkan. Biasanya, doa membawa ketenangan. Tapi tidak kali ini. Ini doa penuh luka. Penuh amarah. Penuh kekecewaan.

Nama Menteri PAN-RB, Rini Widyantini, disebut dalam doa-doa itu. Ribuan orang mengucapkannya serentak. Saya yang membaca saja merinding.

“LAILA HAILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINAZ DZOLIMIN.”

Kalimat itu terus berulang. Bukan sekali, melainkan ribuan. Mereka kompak berdoa di setiap komentar. Di setiap pesan langsung. Dalam setiap seruan. Ada yang membacanya perlahan. Ada yang mengulanginya berkali-kali. Seperti mantra yang siap memanggil sesuatu. Sesuatu yang tak kasat mata.

Mereka yang berdoa bukan orang sembarangan. Mereka adalah para CASN dan PPPK yang telah dikhianati janji. Yang telah dicampakkan oleh sistem. Yang sudah dinyatakan lulus, sudah euforia, sudah melakukan pemberkasan, tapi tiba-tiba dijatuhkan kembali. Digantung dalam waktu cukup lama. Seolah hidup mereka tak lebih dari sekadar angka di meja birokrat.

Penantian mereka berubah jadi horor. Yang mereka takutkan bukan lagi gagal. Tapi permainan licik yang menggeser mereka. Tangan-tangan siluman yang bersembunyi di balik layar. Yang tiba-tiba muncul dengan alasan “THK II yang tidak terbaca sistem.” Seolah sistem lebih berharga dari manusia. Seolah perjuangan bertahun-tahun bisa dihapus hanya dengan satu keputusan tanpa belas kasihan.

“ROBBI NAJJINI MINAL QOUMIDZOOLIMIN.”

Mereka tak bisa berbuat banyak. Tapi mereka punya doa. Doa mereka naik ke langit. Bergetar di udara. Menjadi bisikan di telinga mereka yang semena-mena.

Ada yang menangis. Ada yang berteriak. Ada yang jatuh sakit. Bahkan ada yang kehilangan orang tua karena tekanan mental ini. Seorang peserta PPPK bercerita ibunya terkena serangan jantung. Yang lain harus masuk rumah sakit karena stres. Sementara itu, pejabat di atas sana mungkin hanya tertawa, duduk di kursi empuk, minum kopi mahal, dan berkata, “Sabar ya, ini cuma masalah teknis.”

Teknis? Bagaimana bisa satu kata sesederhana itu mengubur jutaan harapan? Bagaimana mungkin sistem dianggap lebih penting daripada manusia?

Malam semakin larut. Ribuan doa masih berdengung. Menembus tembok birokrasi. Meninggalkan ketakutan di hati mereka yang merasa. Bu Rini, bisa tidur nyenyak malam ini?
Pak Presiden, bagaimana dengan Anda? Apakah empat juta orang ini hanya angka di lembar laporan? Ataukah mereka manusia yang berhak atas janji yang telah diucapkan?

Jika benar negeri ini masih berpegang pada keadilan, maka sudah saatnya keadilan itu ditegakkan. Kembalikan pengumuman 6 Januari 2025! Kembalikan sakralnya pengumuman! Kembalikan keramatnya aturan!

Jika tidak, mungkin kita harus menerima kenyataan pahit bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” hanyalah tulisan kosong di akhir Pancasila.(*)

#camanewak