Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Donald Trump dan Perjanjian Paris

January 21, 2025 18:10
IMG-20250121-WA0069

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

HATIPENA.COM – Donald Trump kembali. Ya, pria dengan rambut oranye ikonis itu. Kali ini, bukan sekadar membuat cuitan kontroversial di media sosial. Ia kembali ke Gedung Putih, duduk di kursi kebesarannya, dan dalam gaya khasnya langsung meneken keputusan kontroversial, keluar lagi dari Perjanjian Paris. Sekali lagi, Amerika jadi pemain rebel. Salut.

“Paris? Kenapa harus peduli?” Begitu kira-kira isi kepala Trump. Bukan berarti ia benci menara Eiffel, croissant, atau anggur merah. Tapi buat dia, perjanjian iklim ini cuma semacam pesta barbecue besar-besaran di mana Amerika bawa daging, sementara negara lain hanya bawa saus tomat.

“Saya segera menarik diri dari perjanjian iklim Paris yang tidak adil dan sepihak,” katanya, dengan ekspresi dramatis ala bintang reality show. Oh, tunggu, dia memang bintang reality show.

Dan, boom! AS keluar. Lagi. Kali ini, Amerika resmi bergabung dengan Iran, Libya, dan Yaman sebagai klub negara yang tidak meratifikasi Perjanjian Paris. Persahabatan baru tercipta. Iran tersenyum di kejauhan, sambil berkata, “Selamat datang, bro.”

Bayangkan ini, wak! Bumi sudah seperti penggorengan. Suhu naik 1,5 derajat Celsius, tapi Trump tampaknya berpikir, “Kenapa tidak sekalian 3 derajat saja?” Mungkin dia suka tantangan. Atau mungkin dia cuma kangen dengan kejayaan batu bara dan minyak.

“AS tidak akan membiarkan China menang,” katanya. Ah, kalimat legendaris. Semua selalu tentang China. Sementara China sibuk bikin panel surya dan kendaraan listrik, AS malah sibuk mundur dari panggung iklim. Oh, ironi.

Antonio Guterres, bos PBB, tentu tidak senang. Tapi, seperti diplomat yang baik, dia tetap memilih kata-kata manis. “Kita harus bersama-sama menyelamatkan bumi,” katanya. Dalam hati, mungkin dia berpikir, Tuhan, kapan orang ini selesai jadi presiden?

Sementara itu, para aktivis iklim dan ahli energi di seluruh dunia menjerit dalam diam. AS adalah penghasil emisi terbesar kedua setelah China. Keluar dari perjanjian ini sama saja seperti pemain sepak bola terbaik tim malah keluar lapangan dan duduk sambil ngopi di bangku cadangan.

Ini bukan pertama kalinya Trump melakukan aksi ini. Di periode pertamanya sebagai presiden, ia sudah pernah menarik AS keluar. Saat Joe Biden menang, AS kembali masuk. Sekarang Trump balik lagi, dan ya, keluar lagi. Ini bukan drama politik. Ini seperti film sekuel buruk yang kita tonton karena tidak ada pilihan lain.

Paul Watkinson, mantan negosiator iklim, memperingatkan bahwa ini bukan sekadar keputusan bodoh. Ini adalah keputusan sangat bodoh. Dunia sudah cukup panas. Kalau AS terus begini, mungkin kita semua harus mulai terbiasa dengan sauna gratis di luar rumah.

Apa selanjutnya, wak? Trump tetap Trump. Dunia terus memanas. Kita, rakyat jelata, cuma bisa berharap es krim tidak menjadi barang mewah di masa depan. Sampai saat itu tiba, mari nikmati cerita dunia ini, karena, sungguh, apa lagi yang bisa kita lakukan? Saya sih, yang penting jangan sampai warkop tutup.

#camanewak