Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Drama Perjuangan Demi Beras dan Telur Murah

March 7, 2025 18:42
IMG-20250307-WA0095

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Siang tadi, saya dari unsur ICMI menghadiri sebuah pertarungan epik. Eh, maksud saya, menghadiri pasar murah di Rumah Melayu Kalbar. Acara ini hasil kolaborasi dahsyat antara ICMI, MABM, dan Alisa Khadijah ICMI. Sebuah gelaran yang mengguncang dompet rakyat, dalam arti positif. Karena, ya, namanya juga pasar murah, kalau mahal, pasti ada yang salah.

Warga berduyun-duyun datang. Sejak siang, mana hujan renyai lagi, mereka sudah bersiaga. Ada yang datang naik motor butut yang setia menemani, ada yang bonceng tiga dengan semangat baja, ada pula yang berjalan kaki penuh keyakinan. Mata mereka berbinar, bukan karena cinta, tapi karena harapan mendapatkan sembako murah.

Total ada 200 paket sembako yang tersedia. Ini bukan sembarang paket. Ini adalah paket penyelamat dompet, terutama di bulan Ramadan yang segala kebutuhan melambung seperti roket.

Yang paling menarik perhatian saya adalah beras. Bukan beras impor dengan aroma konspirasi, bukan pula beras hasil ulah mafia yang harganya suka-suka mereka. Ini beras lokal. Asli dari Semparuk, Tebas, Sambas. Ditanam dengan cinta oleh para petani, dipanen dengan keringat mereka, dan kini tiba di pasar murah dengan harga yang bikin rakyat lega. Dikemas cantik, siap disayang, eh, siap dimasak.

Beras ini tidak sendirian. Ada telur yang ikut meramaikan suasana. Di pasar biasa, harganya Rp13 ribu per kilo. Di sini, cuma Rp11 ribu. Diskon Rp2 ribu, tapi efeknya luar biasa. Warga menyerbu seakan ini adalah diskon harbolnas. “Antusias warga luar biasa. Selisih harga seribu saja mereka kejar,” ujar seorang petugas dari Dinas Ketahanan Pangan. Begitu lah rakyat. Kalau ada yang lebih murah, kenapa harus bayar lebih? Andai dalam politik prinsip ini dipakai, mungkin negara ini lebih maju.

Selain beras dan telur, ada minyak goreng, gula, bawang merah, bawang putih, dan berbagai kebutuhan dapur lainnya. Semua laris manis. Antrean mengular. Ada yang sabar menunggu, ada yang gelisah karena takut kehabisan, dan ada pula yang sibuk berdoa agar paket masih tersedia saat gilirannya tiba.

Ketua ICMI Kalbar, Prof. Dr. Gusti Hardiansyah, hadir dan memberikan pernyataan yang menyejukkan. “Pasar murah ini terselenggara berkat kolaborasi berbagai pihak. Niatnya untuk membantu kaum lemah dari sisi ekonomi.”

Di tengah hiruk-pikuk itu, mata saya tertuju pada seorang nenek tua. Langkahnya pelan, tangannya gemetar saat menggenggam plastik belanjaannya. Namun, wajahnya berseri. Seakan, dalam pikirannya, sudah terbayang hidangan berbuka puasa yang bisa ia siapkan. Ia tersenyum kecil, penuh rasa syukur.

Pasar murah ini bukan sekadar transaksi jual beli. Ini adalah potret ketimpangan ekonomi yang nyata. Bahwa selisih harga seribu rupiah pun bisa membuat rakyat berjuang. Bahwa di negeri ini, masih ada yang menanti belas kasih demi bisa membeli kebutuhan pokok.

Namun, ada juga sisi baiknya. Pasar murah ini membuktikan bahwa gotong royong masih hidup. Bahwa ketika berbagai pihak bekerja sama, rakyat bisa bernapas lebih lega.

Hari itu, bukan hanya beras dan telur yang terjual. Tapi juga secercah harapan. Bahwa di tengah harga-harga yang menggila, masih ada yang peduli. Semoga, mereka yang peduli ini semakin banyak, agar Ramadan tidak hanya jadi bulan penuh berkah, tapi juga bulan di mana rakyat bisa tersenyum tanpa harus menghitung receh untuk makan.

Saya cuma beli sepaket mie instant Rp15 ribu. Di rumah masih ada sih stok. Lalu, kue bingka telur khas Pontianak Rp15 ribu juga. Enak ni wak, sumpah. Hitung-hitung bantu penjualnya yang dari jauh sudah pasang senyum. Saya tidak beli beras, telur, minyak goreng, gula. Biarlah untuk mereka yang lebih membutuhkan. Yang penting habis buka puasa, bisa ngopi.(*)

#camanewak