Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)
KITA sudah terlalu sering menertawakan negeri sendiri. Sesekali kita berbela sungkawa, menangisi realitas.
Langit malam itu gelap. Teramat gelap. Tak ada bintang, hanya siluet daun yang bergetar diiringi angin dingin penghujung tahun. Di teras rumah sederhana, seorang pria duduk. Wajahnya teduh, tubuhnya santai, seakan dunia memberi jeda.
Rudy S Gani, 49 tahun. Pengacara. Pejuang hukum. Ia duduk, menunggu. Detik-detik tahun baru bergulir. Di sampingnya, gelas minuman, sisa tawa, dan lelah.
Lalu denting waktu berhenti. Sebuah peluru melesat. Melampaui kegelapan. Menembus wajahnya. Menghapus napasnya.
Pukul 22.30 WITA, Selasa malam, 31 Desember 2024.
Waktu itu, di Kabupaten Bone, dunia mencatat sebuah ironi. Seorang pejuang keadilan tumbang di depan rumah mertuanya. Setelah bersantap malam bersama keluarga. Apa yang lebih pahit dari kehangatan yang berubah jadi duka?
Rudy sempat dibawa ke Puskesmas. Tapi apa gunanya? Waktu sudah pergi. Jiwanya sudah meninggalkan raga. Tepat pukul 01.15 WITA, di awal tahun yang baru, dunia kehilangan satu lagi suara yang melawan gelap.
Malam pergantian tahun. Saat di mana manusia berlomba-lomba berharap. Tapi malam itu, harapan dirampas.
Ironis. Seorang pria yang mengabdikan hidupnya untuk hukum dan keadilan justru tewas dalam keheningan hukum. Pelakunya? Tidak dikenal.
Motifnya? Misteri. Tuhan, apakah ini satire kehidupan?
Polisi berjanji menyelidiki. Sebuah janji yang mungkin hanya jadi lembar laporan. Tapi malam itu sudah cukup menjelaskan, siapa yang peduli pada keadilan, saat keadilan sendiri mati di kursi teras?
Rudy bukanlah nama sembarangan. Di Sulawesi Selatan, ia adalah sosok. Ketua Lembaga Kajian Penegakan Hukum, pembela kaum kecil, pengacara gigih. Ia adalah perwujudan harapan di tengah gelombang ketidakadilan.
Namun, dalam sekejap, ia hanya tinggal nama di berita duka. Wajahnya kini sekadar potret hitam-putih yang dibingkai keluarga.
Sebelum ajalnya, ia masih mendampingi kliennya di Bone. Sebuah dedikasi yang kini menjadi kenangan.
Kematian Rudy adalah simbol. Sebuah tamparan. Bahwa hidup ini absurd. Seorang pelindung hukum, direnggut nyawanya tanpa hukum.
Tahun baru itu dingin. Bukan hanya karena angin malam. Tapi karena fakta, bahwa nyawa manusia seolah hanya angka.
Satu peluru. Satu wajah hilang. Satu dunia menangis.
Rudy S Gani kini hanya nama. Tapi luka yang ia tinggalkan dalam sistem hukum negeri ini akan berdarah lebih lama dari malam pergantian tahun.
Selamat jalan, pejuang keadilan. Dunia kehilanganmu. Kami, hanya bisa berharap peluru itu tak menyasar ke hati kami berikutnya.
#camanewak