Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Garuda – Korea, Menang Karena Hoki, Kalah Karena Handball

April 6, 2025 12:31
IMG-20250406-WA0006

Catatan Satire; Rizal Pandiya
Sekretaris Satupena Lampung

HATIPENA.COM – Dalam berita yang menggemparkan semesta dan mungkin bikin Boyband BTS kehilangan semangat nge-dance, Timnas Indonesia U-17 berhasil mencatat sejarah: menang 1-0 lawan Korea Selatan.

Bukan di game FIFA, bukan di mimpi, tapi beneran kejadian. Realita. Fakta. Valid. Tidak bisa diedit, apa lagi diganggu gugat.

Gol Evandra Florasta di menit ke-90+2 jadi satu-satunya yang tercatat di papan skor. Tapi yang lebih tercatat dalam sejarah adalah, untuk pertama kalinya Indonesia gak jadi bulan-bulanan Korea.

Biasanya kita dihajar 7-1, 9-0, atau minimal dibikin frustrasi sampai wasit kasihan. Tapi kali ini? Kita yang bikin mereka ngelamun.

Kemenangan yang lebih mirip keajaiban ketimbang kehebatan. Mari jujur saja. Apakah kita main bagus? Ya, lumayan. Apakah kita lebih hebat dari Korea? Eits, jangan mimpi dulu. Yang kita punya malam itu adalah pertahanan berlapis dan keberuntungan tingkat dewa.

Korea menggempur kita dari segala arah kayak lagi demo besar-besaran. Kita bertahan seolah-olah lagi jaga warteg dari razia Satpol PP saat bulan puasa.

Tapi di antara badai serangan itu, ada satu momen sakral yang mengubah segalanya. Tangan tuhan versi Korea! Pada menit-menit akhir pertandingan, ketegangan menebal. Jantung pemirsa sudah seperti drum band. Lalu tiba-tiba, satu tangan Korea menyentuh bola di kotak penalti. Hand ball. Tendangan penalti..! Wasit dengan garang menunjuk titik putih. Pemain Indonesia bersiap, dan…goool…! 1-0 untuk Indonesia.

Kemenangan itu datang bukan dari skema tiki-taka atau tendangan salto,
tapi dari tangan lawan yang khilaf.

Ini sebuah ironi yang indah. Musuh kita justru yang membuka jalan kemenangan. Di Indonesia, si pelaku handball mungkin sudah dipuja-puji. Kalau bisa, dikirimin parsel dari PSSI. Tapi di Korea? Duh,… Bisa-bisa dia diblacklist dari iklan obat panu.

Fans girlband kecewa. Netizen Korea ngamuk. Ada yang nyaranin dia meditasi sambil berdiri di salju.

Meme-meme mulai muncul, “Tangan kamu bukan cuma menyentuh bola, tapi juga menyentuh masa depan Indonesia!”

Dan teori konspirasi mulai beredar. “Jangan-jangan dia dapat gebetan cewek Lampung?” Atau si pelaku, mantan siswa sekolah sepak bola di Malang?”

Mungkin Ini Kebetulan, tapi kebetulan yang manis. Kemenangan ini bukan berarti kita sudah jadi raksasa Asia.
Bukan juga tanda kita siap ke final.
Tapi ini bukti, kadang kita gak perlu jago banget buat menang. Cukup sabar, tahan malu, dan tunggu lawan bikin kesalahan.

Kalau selama ini kita dibantai habis-habisan, mungkin semesta akhirnya kasihan. Mungkin dewa bola lagi iseng dan bilang, “Ayolah, sekali-sekali Indonesia menang. Biar rame.”

Dan ketika kesempatan datang, kita gak nolak. Kita terima dengan penuh syukur, tepuk tangan, dan story Instagram.

Jadi, malam itu kita bukan cuma menang skor. Kita juga menang kenangan. Menang pengalaman spiritual nasional. Menang karena lawan salah, dan kita gak menyia-nyiakan.

Dan buat si pemain Korea yang handball itu, dari lubuk hati terdalam kami ucapkan, “Terima kasih. Tanpa handball, sejarah tak akan berubah.”

Tapi ada yang keliatannya lebay. Setelah penalti masuk dengan sedikit drama bola muntah di depan gawang Korea, Evandra Florasta selebrasi dengan gaya percaya diri level dewa. Tangannya diangkat. Matanya menatap langit. Lari ke pinggir lapangan dengan gaya bak pahlawan Marvel pulang dari medan perang. Lalu nangis tersedu-sedu.

Padahal…Itu gol penalti, karena lawan handball. Penalti hasil dari keberuntungan, bukan permainan tiki-taka atau kerja sama segitiga maut.

Tapi gaya selebrasinya? Udah kayak Ronaldinho gocek bola yang mengecoh tujuh pemain lawan, termasuk pelatih, ofisial, dan kameramen, terus nyundul bola sambil salto terbang di udara.

Kalau ada yang nonton golnya doang tanpa lihat replay sebelumnya, pasti mikir, “Wah gila ini anak didikan Barcelona nih!” Padahal kenyataannya, “Terima kasih kepada tangan Korea yang baik hati.”

Selebrasi ini bener-bener seperti orang dapat nilai 100 karena nyontek jawaban dari teman, tapi orang itu yang dipanggil maju ke depan dikalungi medali.

Atau seperti orang menang lotre, tapi ngomong ke semua orang, “Aku kerja keras banget sampai bisa dapet ini!”

Tapi ya sudahlah. Namanya juga bangsa yang jarang menang, sekali menang ya harus maksimal. Karena kita ini bangsa yang bisa tahan lapar, tapi gak bisa tahan kebahagiaan mendadak.

Jadi walau golnya biasa saja, selebrasinya harus luar biasa. Karena kalau kita gak lebay, ya bukan Indonesia namanya. (*)