HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Hasil Test DNA Keluar, CA Bukan Anak Ridwan Kamil

August 20, 2025 19:02
IMG-20250820-WA0061

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Akhirnya! Setelah berbulan-bulan warganet hidup seperti auditor KPK yang kerjaannya cuma memelototi gosip selebgram, hasil tes DNA anak Lisa Mariana resmi diumumkan oleh Bareskrim Polri, 20 Agustus 2025. Hasilnya, tidak cocok. Dengan kata lain, Ridwan Kamil bukan ayah biologis anak berinisial CA. Cuma, dengan hasil ini, apakah skandal nusantara itu, game over? Atau justru season dua bakal segera diproduksi? Nikmati narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Mari kita kuliti dengan pisau test DNA. DNA itu bukan sekadar huruf A, T, G, dan C yang dipelajari anak IPA, tapi ia adalah sidik jari kosmik. Separuhnya dari ibu, separuhnya lagi dari ayah. Mustahil tiba-tiba ada gen numpang lewat kayak penumpang gelap di truk fuso. Kalau hasil forensik bilang “tidak identik”, itu setara dengan Dewa berkata, “Nak, jangan dipaksa, Lego merah gak bakal nyambung sama Lego biru.”

Tes ini tidak main-main. Sampel diambil 7 Agustus 2025, darah, air liur, mungkin juga sisa gincu di gelas kafe (oke, yang ini hiperbola). Pusdokkes Polri bekerja dengan prosedur forensik yang ketat. Mereka punya rantai penjagaan sampel (chain of custody) lebih kokoh dari ikatan cincin titanium. Kalau masih ada yang bilang, “ah, bisa direkayasa,” itu sama saja menuduh sains internasional sebagai pemulak kelas RT.

Lalu bagaimana reaksi publik? Awalnya netizen mendesak, “Ayo dong, tes DNA biar jelas, jangan cuma klarifikasi ambigu.” Begitu Ridwan Kamil bilang siap, netizen malah nyeletuk, “Lah, kalau siap tes DNA berarti ngaku dong?” Publik memang rumit, lebih rumit dari algoritma TikTok. Setelah hasil keluar, sebagian lega, sebagian masih curiga, dan sebagian lagi sibuk bikin meme. Inilah demokrasi digital, di mana opini lebih berisik dari lajunya kereta Whoos.

Lisa Mariana sendiri sempat merasa lega karena tes berlangsung, tapi tetap waswas takut hasilnya bisa dimanipulasi. Namun secara ilmiah, memanipulasi DNA itu susahnya setara dengan bikin nasi goreng tanpa nasi. Satu-satunya cara adalah menukar sampel sejak awal, tapi prosedur polisi jelas tidak memberi celah. Lagi pula, hasilnya bisa diuji ulang di laboratorium manapun, bahkan di luar negeri. Kalau ada yang masih curiga, mungkin mereka lebih cocok jadi penulis fiksi konspirasi ketimbang komentator medsos.

Bagaimana dengan Ridwan Kamil? Ia tidak hadir langsung di pengumuman karena ada urusan profesional, tapi pengacaranya mewakili. Beliau menyatakan akan menerima hasil ini dengan penuh tanggung jawab dan kedewasaan. Sebuah sikap yang kalau diterapkan semua tokoh, mungkin Indonesia sudah jadi negara Skandinavia.

Sekarang mari kita tarik napas panjang. Drama ini adalah pelajaran tentang betapa DNA adalah hakim agung di era digital. Klarifikasi bisa dipelintir, narasi bisa dibakar, opini bisa dijual, tapi DNA? Ia dingin, tegas, absolut. Ia adalah kitab sunyi yang tak bisa ditawar. Dalam dunia penuh ilusi, DNA adalah kejujuran yang ditulis langsung di inti sel.

So, akankah drama ini case closed? Secara ilmiah, iya. Secara publik, tunggu dulu, warganet selalu butuh sequel. Tapi apapun itu, hasilnya sudah final, anak Lisa Mariana bukan darah daging Ridwan Kamil. The end, or the beginning of another absurd chapter? Kita tunggu saja, sambil seruput kopi liberika, karena gosip di negeri ini tak pernah benar-benar tamat.

Kasus heboh ini memberi kita pelajaran bahwa kebenaran sejati tidak bisa ditutupi oleh opini, gosip, maupun narasi liar di media sosial. DNA, sebagai bukti ilmiah, membuktikan bahwa realitas tidak tunduk pada persepsi publik. Betapapun derasnya arus spekulasi, akhirnya fakta akan muncul dengan sendirinya, seterang matahari di siang bolong. Dari sini kita belajar bahwa integritas dan transparansi lebih berharga daripada sekadar pencitraan, karena kebenaran sejati hanya bisa bertahan dengan dasar yang kokoh.

Selain itu, drama ini mengingatkan kita agar tidak mudah menelan isu mentah-mentah tanpa verifikasi. Dunia digital kerap mempercepat gosip menjadi kebenaran semu, padahal hanya sains dan kejujuranlah yang dapat menutup pintu keraguan. Moral dari kisah ini jelas: jangan sampai kita menjadi penonton yang terjebak dalam sandiwara rumor, tapi jadilah manusia yang mampu membedakan antara opini dan fakta, antara narasi dan bukti. Pada akhirnya, kebenaran mungkin datang terlambat, tapi ia selalu datang dengan elegan. (*)

#camanewak