Tri Handoyo
BELAKANGAN ini saya makin merasa ada yang nggak beres dengan dunia media kita. Memang sudah biasa kalau banyak orang yang cepat komen bahkan baru sebatas baca judul, belum membaca secara tuntas.
Tapi kini justru media itu sendiri yang tampaknya tidak tuntas memahami sebuah kasus. Bisa jadi ada kesengajaan untuk framing dan menyesatkan informasi.
Sementara para provokator berkedok pengamat berlagak hebat muncul bak tahu bulat yang digoreng dadakan. Pahlawan bangun kesiangan ini seringkali justru menjauhkan dari pokok persoalan.
Contoh soal yang salah tapi terus dikutip, “HM korupsi 300 triliun dihukum cuma 6,5 tahun dan denda Rp1 miliar”.
Padahal itu tidak sepenuhnya benar. Korupsi timah itu melibatkan pelaku berjamaah. Sementara HM itu bukan komisaris, bukan direktur, atau pejabat yang berwenang mengambil keputusan.
HM hanya bertindak semacam makelar yang menghubungkan pihak pemilik smelter dan pencari timah yang dikumpulkan dari penambang illegal. Dia berdalih membantu seorang teman.
Jika kita baca kasusnya, dia terlibat merugikan keuangan negara kurang lebih Rp22 triliun dan money loundry sekitar Rp420 miliar. Kemudian Rp271 triliun itu adalah nilai potensi kerusakan alam akibat dari penambangan liar. Rp271 triliun itu bukan dalam bentuk korupsi uang.
Vonis hakim memang benar lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Akan tetapi HM juga diwajibkan mengembalikan hasil pencucian uang senilai Rp210 miliar (dari jumlah total dibagi dua pelaku) dalam waktu sebulan. Jika tidak maka hartanya akan disita.
Yang memprihatinkan, terkesan kuat ada upaya menggulirkan kasus ini secara bombastis, seolah-olah pelakunya hanya HM, yang sebetulnya pelaku kelas teri.
“Pelaku korupsi Rp300 triliun dihukum 6,5 tahun?” seru kaum suci dari debu terheran-heran. “Mestinya harus dihukum mati!”
Sebagian besar netizen lupa atau bahkan tidak pernah berpikir siapakah penjahat kelas kakapnya? Apa sengaja dikaburkan biar gak tersentuh hukumkah? Biar ketika nanti mengarah ke si kakap, lalu digiring opini bahwa ini kriminalisasi. Hukum di sini hanya dagelan.
Apalagi netizen sudah terlanjur dibuat terhibur dengan dieksekusinya HM si kelas teri. Wallahu a’lam bishowab. (*)