Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Ilhadisme: Ana-Al-Haqq

May 23, 2025 07:41
IMG-20250523-WA0021

Oleh ReO Fiksiwan

“Hilangnya Tuhan dari kesadaran manusia berarti hilangnya makna dan tujuan hidup manusia.“ – Fazlur Rahman (1919-1988), Tema-Tema Pokok Al-Qur’an(1986).

HATIPENA.COM – Sejak manusia hadir di bumi, Tuhan telah menjadi isu problematik menyangkut ihwal eksistensiNya yang alpa-omega. Betapapun, eksistensi manusia telah berkelindan antara, hidup dan mati.

Sebagai iman atau kepercayaan, Tuhan itu Mahaparadoks bin Mahaproblematik.

Ayo dan tengok sejenak ke awal abad-10.

Suatu pagi musim semi di kota Baghdad (kini,Iraq) era dinasti Abbasiyah. Sebuah pasar hiruk-pikuk di jantung kota mendadak kacau.

Seorang lelaki berbusana (suf) compang-camping, Husayn Ibn Mansur al-Hallaj, dikenal sebagai guru sufi berseru dengan keras: Ana al-Haqq… Ana Al-Haqq ….

Mendengar kalimat viral itu, penguasa pasar berang dan melapor ke Kalifah, Al-Mansur, kakek Harun Al-Rasyid, dan menyuruh menangkap al-Hallaj.

Ia ditangkap dan dibawa ke dewan ulama (Al-Faqih) untuk disidang atas provokasi dirinya sebagai Ilhad.

Provokasi Ilhadisme al-Hallaj dianggap penistaan atas keyakinan mayoritas warga seluruh kota Baghdad atau menyerang otoritas agama formal kota tersebut.

Bahkan makin parah lagi, al-Hallaj memusatkan sebagian ajarannya yang telah meluas itu sampai pada Yesus yang dianggap seorang „Sufi Mistik.“ (Lihat, Louis Massignon, The Passion of Al-Hallaj, Mystic and Martyr of Islam, 1922).

Karena itu, ia pun dituduh sebagai seorang penganut Kristen rahasia (iluminasi). Juga, asal-usuö keyakinan berasal dari pendeta Majusi (Zoroaster) di Iran Selatan, kota kelahirannya.

Atas testimoni keimanannya itu, al-Hallaj diganjar hukum gantung dan dipancung di depan publik kota Baghdad oleh Khalifah Abbasiah al-Muqtadir di bawah tekanan otoritas keagamaan semacam waliyatul faqih di Iran.

Sebagaimana dikutip dari Reza Aslan dalam “No God but God: The Origins, Evolution and Future of Islam” (2005), hukuman naas yang menimpa al-Hallaj justru makin menguatkan bagaimana ajarannya sebagai “jalan mistik” (hallakhah) dalam tradisi sufisme itu terus menjadi tarekat yang masih laku hingga dewasa ini.

Seorang pengelana suci (Heilige). Setelah lebih dari 30 tahun mengasingkan diri ke sebuah bukit mendadak memperoleh pencerahan.

Ada suara dari langit di pegunungan Alpen. Ada perintah agar si Heilige turun ke kota dan mengabarkan kepada warga kota — setelah pengembaraannya yang lama — bahwa “apa yang dicari manusia selama ini sebagai Tuhan sesungguhnya telah wafat.“

“Sollte es denn möglich sein! Dieser alte Heilige hat in seinem Walde noch nichts davon gehört, daß Gott tot ist!”

(Betapa ganjil! Si tua renta suci ini belum mendengar dalam rimbanya kalau Allah sudah wafat!”). Dikutip: Also Sprach Zarathustra (1989).

Kedua kisah, Al-Hallaj dan Nietzsche, sejatinya sebuah tarekat, jalan mistik, yang banyak ditempuh oleh mereka tak berminat pada tradisi dan ajaran formal dari agama-agama alkitabiah.

Karena itu, istilah ilhadisme itu bukan dikenakan pada mereka yang disebut kafir (disbelief) maupun paganisme atau agnostik.

Dasar testimoni mereka yang tidak mengakui ajaran agama formal berkenaan dengan ide atau keyakinan tentang ada tidaknya Tuhan, hanyalah sebuah jebakan dalam memaknai apa yang kelak diacu sebagai gagasan spiritualitas.

Apapun julukan yang akan dikenakan pada mereka itu — kelak ateis maupun zindiktum — tergolong satu fase dari sejarah panjang yang penuh misteri: sejarah Tuhan.

Untuk sedikit menguak tabir sejarah ilhadisme, sejarawan Jonathan Black (70), perlu menulis, The Secret History of the World (2007) dan
The Sacred History: How Angels, Mystics and Higher Intelligence Made Our World (2013).

Sembari sayup-sayup mengupingi kidung-azan toa gereja-mesjid, Abdurrahman Badawi menyuguhkan literasi ilhadisme, Min Tarikh al-Ilhad fi al-Islam (1945), Sejarah Ateisme Islam.

Alasannya, ilhadisme di Indonesia sudah mencapai lebih dari sejuta penganut. Dan julukan lain untuk itu, sering peyoratif seperti kadrun, kaum intoleran, antipancasila, radikalis atau teroris. (*)