Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

IPM Lampung Buncit, Kepala Sekolah Siap Dicopot

April 17, 2025 11:03
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Thomas Americo (Foto: Ist/Hatipena)
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Thomas Americo (Foto: Ist/Hatipena)

Catatan Satire; Rizal Pandiya
Sekretaris Satupena Lampung

HATIPENA.COM – Selamat pagi, siang, sore, malam para kepala sekolah se-Lampung. Sudah sarapan belum? Kalau belum, harap makan pelan-pelan sambil mencerna kabar yang cukup membuat nasi uduk terasa hambar: Lampung merupakan provinsi dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terendah se-Sumatera versi 2024. Iya, betul. IPM kita cuma 73,13, masih di bawah rata-rata nasional yang sudah 75,02. Bahkan sudah dikatrol 0,90 persen pun, tetap saja mentok di posisi 25 dari 38 provinsi se-Indonesia. Kalah dengan Sumatera Barat dengan IPM 76,43, yang sudah di atas rata-rata nasional. Di Sumatera? Lampung duduk manis di urutan paling buncit. Ngenes.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Thomas Americo, tampaknya sudah mulai stres mikirin ini. Dalam sebuah pernyataan heroik yang cocok buat dijadikan pidato kelulusan, ia bilang, “Saya akan audit kepala sekolah! Kita bikin peringkat lima terburuk di setiap daerah. Yang ranking-nya buncit, kita copot!”

Wahai para kepala sekolah, siap-siaplah. Ini bukan lagi zamannya nyantai di ruang kepala sambil ngopi dan main candy crush. Sekarang saatnya bertransformasi dari kepala sekolah jadi kepala strategi. Jangan sampai cuma pinter bikin grup whatsapp kelas, tapi bingung waktu disuruh jawab soal IPM.

Sesuai visi Gubernur, Pak Kadis juga akan bikin sekolah unggulan di tiap kabupaten. Jadi nanti ada kelas prioritas untuk kelas X, dan kelas khusus untuk kelas XII. Nah, katanya ini demi menjaga kualitas.

Dan ngomong-ngomong soal kelas khusus, pemerintah juga bakal bikin program untuk anak-anak dari wilayah 3-T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Mereka akan dikuliahkan ke Unila dan Itera, langsung masuk jalur khusus. Mantap sih, asal jangan nanti yang dari kota juga pura-pura pindah KTP ke pelosok demi ikut jalur ini. Kita tahu, rakyat kita kreatif kalau urusan akal-akalan.

Nah, sekarang mari kita bahas penyakit menahun yang katanya sepele tapi sesungguhnya menggrogoti pendidikan kita: study tour. Iya, benar. Study tour alias pungli terselubung berskala nasional. Setiap akhir tahun ajaran, sekolah-sekolah sibuk bikin proposal jalan-jalan, entah ke Jogja, ke Bandung, ke Bali. Katanya buat pembelajaran. Padahal yang belajar siapa, yang happy siapa?

Coba kita bongkar dikit. Sudah kerja sama dengan PO Bus tertentu. Rumah makan udah “di-booking” karena dapat persenan. Objek wisata udah dikomisiin. Kadang-kadang, duit siswa kurang dikit, malah disuruh pinjam online!

Ini bukan edukasi, tapi ekspedisi ekonomi liar. Bayangkan, dari kecil anak-anak sudah diajari praktik pungli berjubah rekreasi. Lalu kita tanya, “Kenapa negara ini korupsinya parah?”
Jawabannya sederhana, “Karena gurunya dulu ngajarin pungli berkedok study tour.

Jadi kalau mau IPM naik, yuk mulai dari hal kecil. Berhenti ngejar setoran lewat rombongan wisata. Fokus benahi mutu ajar, bukan mutu brosur travel. Dan ingat, tugas guru adalah, “Mewujudkan mimpi siswa,” kata Thomas, bukan menghitung untung dari sewa bus pariwisata.

Kalau Lampung urutan buncit di Sumatera, bukan berarti yang lain udah cumlaude, ya. Banyak provinsi juga IPM-nya masih kayak nilai ulangan anak-anak zaman pendidikan jarak jauh tapi tetap saja merah merona.

Papua Tengah (IPM 60,25) dan Papua Pegunungan (IPM 54,43) masih berjuang dari dasar palung Mariana. Kalau IPM ini ibarat ranking kelas, ya udah kayak nomor absen paling bawah, tapi bukan karena Namanya Zakirudin, tapi karena nilainya.

NTT (IPM 69,14), meskipun penuh senyuman dan tarian, tapi soal pendidikan masih perlu banyak rempong. Ayo dong, masa cuma Flores yang mekar, pendidikannya juga harus ikut berkembang!

Sulawesi Barat (IPM 70,46), IPM-nya masih kayak sinyal handphone di pelosok, kadang ada, kadang hilang. Kalau begini terus, yang pinter cuma tukang bikin proposal bansos.

Dan yang nyaris aman tapi masih belum boleh ngerayain, yaitu Banten (IPM 76,35), iya sih deket Jakarta, tapi jangan kebanyakan ikut demo doang. Ayo guru-guru, mari kembali ke laptop dan kurikulum!

Aceh (IPM 75,36), udah syariah, tinggal sekolahnya juga syariah yang berkualitas. Jangan sampai anak-anak lebih hafal stiker-stiker dakwah daripada rumus luas trapesium.

Solusi untuk IPM yang kedodoran. Stop rapat di hotel! Guru-guru dan pejabat dinas pendidikan, jangan terlalu banyak rapat, apa lagi di hotel berbintang. Kalau terus begitu, muridnya ntar malah hafal menu buffet, bukan Pythagoras.

Kurangi upacara, tambah literasi! Upacara Senin boleh, tapi jangan lebih lama dari waktu pelajaran. Nanti anak-anak lebih paham pidato kadis daripada isi buku pelajaran.

Hapus study tour palsu! Semua tahu, ini bukan sekadar belajar sambil jalan-jalan. Ini belajar sambil ngumpulin setoran. Kalau begini terus, besok anak-anak malah nulis esai: “Peran Calo Bus Pariwisata dalam Peningkatan Ekonomi Lokal”.

Mari kita sudahi masa lalu yang penuh pundi-pundi penuh dosa itu. Waktunya kepala sekolah jadi panglima pendidikan, bukan manajer trip wisata. Tapi kalau tahun depan, IPM Lampung masih paling buncit, jabatan siapa yang harus dicopot?(*)

Bandarlampung, 17 April 2025
#makdacokpedom