Mohammad Medani Bahagianda
HATIPENA.COM – Kabupaten Pesawaran, sebuah daerah yang pernah menjadi harapan bagi masyarakatnya, kini terjebak dalam pusaran masalah yang tak kunjung terselesaikan. Pemilihan suara ulang yang berkemelut, utang pemerintah yang terus menumpuk, proyek-proyek pembangunan yang gagal, serta keinginan bupati untuk mencalonkan istrinya guna melanjutkan dinasti politik keluarga, telah menambah kekecewaan publik terhadap kepemimpinan di daerah ini.
Pemilihan Ulang yang Berkemelut
Kemelut di dunia politik Pesawaran makin tajam ketika terjadi pemilihan suara ulang yang sarat dengan kontroversi. Proses demokrasi yang diharapkan mampu membawa perubahan positif justru memunculkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Warga merasakan bahwa janji-janji yang disampaikan selama kampanye hanya sekadar ucapan manis tanpa ada realisasi nyata.
Harapan akan kepemimpinan yang lebih baik seakan terkubur oleh kekacauan yang menyelimuti proses pemilihan. Bukannya memperbaiki keadaan, perhelatan politik ini justru menjadi ajang pertarungan kekuasaan yang memecah masyarakat dan menciptakan ketidakstabilan di tingkat pemerintahan daerah.
Janji Pembangunan yang Kosong
Salah satu janji kampanye yang kerap diucapkan oleh bupati adalah perbaikan infrastruktur. Namun, kenyataannya, jalan-jalan di Pesawaran banyak yang rusak dan belum tersentuh perbaikan hingga saat ini. Kondisi infrastruktur yang buruk ini membuat aktivitas warga sehari-hari terganggu, belum lagi menambah risiko kecelakaan di jalan. Warga muak dengan janji-janji pembangunan yang tak kunjung terwujud, seakan-akan kepentingan rakyat terpinggirkan oleh ambisi pribadi dan politik.
Banyak proyek pembangunan di Kabupaten Pesawaran yang mandek di tengah jalan atau bermasalah secara finansial. Dana yang dialokasikan untuk berbagai proyek infrastruktur sering kali tidak jelas peruntukannya, dan muncul indikasi penyalahgunaan anggaran yang memperparah situasi.
Hal ini makin diperburuk dengan fakta bahwa beberapa proyek gagal mencapai target, membuat masyarakat makin hilang harapan terhadap kemampuan pemerintah daerah.
Utang Pemerintah yang Menumpuk
Selain infrastruktur yang bermasalah, pemerintah daerah juga dihadapkan pada persoalan hutang yang menumpuk. Banyak proyek yang tidak selesai tepat waktu, namun dana untuk pembayaran proyek tersebut belum dibayarkan. Tidak hanya proyek infrastruktur yang terhambat, dana Siltap (Penghasilan Tetap) untuk perangkat desa pun mengalami keterlambatan pembayaran, menyebabkan keresahan di kalangan mereka yang seharusnya berhak menerima gaji tepat waktu.
Utang pemerintah ini makin memperburuk citra kepemimpinan bupati, yang tampaknya lebih sibuk mengurusi ambisi politik keluarga daripada menyelesaikan masalah yang mendesak di hadapan mereka.
Masyarakat melihat, bukannya memprioritaskan pembangunan dan kesejahteraan rakyat, pemimpin justru mengabaikan kewajiban mereka terhadap pihak-pihak yang bergantung pada anggaran daerah.
Dinasti Politik yang Menjaga Kekuasaan
Satu lagi yang menambah kekecewaan masyarakat Pesawaran adalah keinginan bupati saat ini untuk mencalonkan istrinya sebagai penerus dalam pemerintahan.
Langkah ini dianggap sebagai upaya menjaga dinasti politik keluarga, yang tidak hanya mencederai semangat demokrasi, tetapi juga menimbulkan keresahan bahwa daerah ini akan terus terjebak dalam siklus kepemimpinan yang hanya mementingkan kepentingan pribadi, bukan rakyat.
Rencana pencalonan istri bupati tersebut menuai kritik keras dari masyarakat. Mereka khawatir bahwa tidak akan ada perubahan yang signifikan jika kekuasaan tetap berada di lingkaran keluarga yang sama.
Masyarakat Pesawaran ingin melihat pemimpin yang benar-benar peduli pada kebutuhan rakyat, bukan sekadar melanggengkan kekuasaan demi kepentingan dinasti politik.
Harapan Masyarakat yang Kian Menipis
Seluruh permasalahan ini telah membuat masyarakat Pesawaran makin kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah daerah. Janji kampanye yang penuh harapan kini tinggal kenangan, sementara kenyataan di lapangan jauh dari apa yang diimpikan. Jalan-jalan rusak, proyek-proyek terbengkalai, hutang yang belum dibayarkan, dan ambisi politik dinasti yang terus berkembang membuat warga muak dengan situasi ini.
Kabupaten Pesawaran butuh pemimpin yang berani mengambil langkah nyata untuk memperbaiki keadaan. Bukan lagi saatnya bagi pemimpin untuk terus bersembunyi di balik janji kampanye atau ambisi politik pribadi. Yang dibutuhkan adalah solusi konkret untuk mengatasi permasalahan infrastruktur, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat.
Kesimpulan
Kabupaten Pesawaran adalah potret daerah yang terjebak dalam krisis kepemimpinan. Pemilihan suara ulang yang berkemelut, hutang pemerintah yang belum terselesaikan, proyek-proyek yang gagal, serta keinginan membangun dinasti politik keluarga hanya menambah deretan kekecewaan warga.
Di tengah semua janji kosong yang telah dilontarkan, yang dibutuhkan adalah pemimpin dengan visi dan tindakan nyata untuk membangun daerah dan mengembalikan kepercayaan rakyat. Jika tidak, masa depan Pesawaran hanya akan makin suram. (*)