Oleh ReO Fiksiwan
Janjimu yang dahulu
Lama sudah kutanam dalam hatiku
Jauhkanlah bimbang dan ragu
Kembalilah kepadaku
Bulatkan tekad hatiku
Untuk kita….bahagia.“ — Koes Plus Vol.8,1974)
HATIPENA.COM – Janji, kata mudah diucap. Indah didengar. Menghipnotis dan bikin mabuk.
Pun, satu-satunya, kata yang secara linguistik memengaruhi jalannya semesta peradaban.
Karena itu, bahasa Arab memiliki dua varian kata untuk kata Janji itu: akad(عقد); untuk ikatan antar manusia dan ‘al-mi’ad'(الميعاد); untuk ikatan lebih teologis.
Kata Janji, punya asal-usul sejak abad pertengahan(medival). Dicomot dari kosakata prōmissum(Latin), alih promise(Inggris) dengan beberapa sinonim ‘covenant’, pledge’, atau dalam padanan kata Perancis: ‘guarantee’ dan ‘assurance.’
Bibel juga memakai kata Janji dalam ungkapan ini: “He is faithful that has promised. We can count on God.” Begitu pun Quran: “innaka la tu
ul mi’ad”; Dan sesungguhnya janji-Ku(Allah) pasti ditepati.“
Soal kata Janji, tontonlah film “The Promise”(2016), sebuah true story, bersama aktor Oscar Isaac, Charlotte Le Bon dan Christian Bale atau “Janji Joni”(2005) bersama aktor Nicholas Saputra.
Janji pertama, cinta segitiga antara mahasiswa kedokteran Michael(Oscar Isaac), instruktur tari asal Hongaria Ana(Charlotte Le Bon) dan pacarnya(Christian Bale) pada tahun 1914 dengan latar imperium Ottoman Turki.
Sementara, Janji Joni, sebuah film komedi romantis besutan menghentak, sutradara Joko Anwar, dengan aktor Nicholas Saputra(41), berkisah seorang pemuda pengantar del seluler film di bioskop-bioskop.
Dengan kata lain, sejauh apa kata Janji telah menjadi sejarah kata paling dinamis bahkan faktual dan penuh kontradiksi yang umumnya berujung pada perilaku destruktif dan nekrofilias.
Tahukah? Tanpa Janji, mustahil sejarah agama-agama akan bertahan hingga hari ini. Bahkan jatuh bangunnya seluruh peradaban manusia — dari Babilonia, Mesopotamia, Bizantium, Yunani, Romawi, Helenis, Sasaniyah, Tiongkok, Muawiyah, Abbasiyah hingga Ottoman — diakibatkan oleh merosotnya akad, promossium, garansi, asuransi, kovenan, traktat dan plakat.
Merosotnya kata Janji, vis a vis peradaban, akibat tumbuhnya bahasa oxymoron di bawah kata-kata baru yang kontraproduktif: imperium, imperialis, emporium, kolonialis, hegemoni, regime, radix, horor, teror dan conquestadores.
Dan paling menjijikkan, El Filibusterismo, sebuah fiksi covenan, Merajalelanya Keserakahan, di Filipina, yang ditulis Jose Rizal(1861-1896) dan disalin ke Inggris, The Reign of Greed(1891).
Ditilik dari sejarah linguistik, mengutip kritik dalam Deridda, Of Grammatology(1967) maupun Ben Anderson dalam Under Three Flags(2005), ihwal sejarah politik kebudayaan Filipina, kata Janji, promossium — kelak jadi istilah bisnis, promosi dan akademik, promovendus.
Selain itu, kata Janji, ikut melahirkan sinonim-sinonim agitatif dan superlatif baru sejak era medival: imperium maupun conquestadores.
Ditilik dari disiplin linguistik komparatif, sebuah kata(logos), dikutip dari filsuf Erenst Cassirer(1874-1945) dalam “An Essay on Man”(1944), khusus bab bahasa, kata(logos) menjadi penjelmaan alat kebudayaan otentik dan progresif dalam evolusi sejarah manusia.
Dirujuk lagi pada hermeneutik kebudayaan, Cassirer memandunya ke sejarah sains sebagai traktat:
Ex analogia universi, perumpamaan alam semesta, dan Ex analogia hominim, perumpamaan manusia. Kedua analogi ini dipakai untuk menerangkan cahaya pengetahuan(nous), noussfer.
Demikianlah konklusi ringkas Cassirer, sains hanya mungkin dijelajahi dari logos(kata) seperti kata Janji, yang diacunya dari Novum Organum, Francis Bacon(1561-1626): Tahu adalah kuasa! (*)