Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Kho Ping Hoo, dari Hobi Baca Sampai Menulis Cerita Silat Ratusan Judul

January 28, 2025 11:40
IMG_20250128_113419


HATIPENA.COM – Asmaraman Sukowati yang lebih dikenal dengan nama Kho Ping Hoo adalah seorang penulis silat kelahiran Sragen Jawa Tenga 17 Agustus 1926.

Koo keturunan China berdarah Jawa dari garis neneknya, ayahnya Kho Kim Po adalah seorang makelar pabrik gula dan pendekar ahli silat Sio -Lim berasal dari Tiongkok. Ibunya bernama Sri Welas Asih, seorang pribumi dari Desa Bakulo, Yogyakarta.

Kho Ping Hoo bersekolah di HIS Zending School hanya sampai kelas satu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) karena orangtuanya tak sanggup lagi membiayainya.

Pada usia 14 tahun Koo sudah lepas dari bangku sekolah dan menjadi pelayan toko. Ketika Jepang masuk ke Solo, ia pindah ke Surabaya bekerja sebagai penjual obat. Koo menjajakan semacam pil kina dan lainya ke toko-toko.

Dari Surabaya, ia kembali lagi ke Sragen dan bergabung dalam Barisan Pemberontak Tionghoa (BPTH) yang ketika itu senantiasa kompak dengan barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).

Dari Sragen, ia pindah ke Kudus. Pada tahun 1949 ia pindah ke Sragen lagi membuka usaha toko rokok yang ilmunya ia peroleh ketika di Kudus. Pada tahun inilah mulai muncul cobaan-cobaan yang menimpa nasibnya.

Perusahaan rokoknya sudah berjalan meskipun masih kecil. Akan tetapi aksi Polisionil II mulai meletus, Belanda mengobrak-abrik segala yang dimilikinya. Koo mulai dari nol lagi, ia berangkat ke pengungsian di Solo, dua tahun ia tinggal di sana.

Akhirnya ia pindah ke Tasikmalaya dengan membawa dua orang anak yang satu masih dalam kandungan istrinya hingga tahun 1949.

Perantauannya ke Tasikmalaya membuahkan kegemaran baru pada diri Kho. Ia yang suka membaca terdorong untuk menulis. Ia pun mengajukan dirinya sebagai koresponden koran harian Kengpo. Surat kabar yang terbit pada tahun 1923 dan berperan penting dalam sejarah pers lndonesia.

Sekitar tahun 1951, Kho Ping Hoo mulai menulis cerita. Sebelum dikenal sebagai penulis cerita silat, sepanjang tahun 1958 – 1961, Kho aktif menulis cerita detektif, novel, dan cerpen yang dimuat dalam berbagai majalah antara lain Liberty, Star Weekly, dan Pantjawarna dengan menggunakan nama samaran Asmaraman.

Pada tahun 1959 untuk pertama kalinya Kho memberanikan diri menulis cerita silat dan memuatnya di majalah Teratai yang didirikannya.

Di sinilah lahir karya cerita silat pertamanya Pekliong Pokiam atau Pedang Pusaka Naga Putih.

Pada tahun 1963, Kho membeli mesin cetak kemudian dia pindah ke Surakarta dan mendirikan penerbit Gema. Setelah mengalami berbagai kekerasan berbasis rasial, ia pun mempromosikan asimilasi terhadap Tionghoa lndonesia dan pernikahan pribumi Indonesia.

Kho Ping Hoo sudah menulis lebih dari dua ratus judul cerita silat. Tiap judul terdiri dari puluhan seri. Cerita silat itu antara lain Pendekar Baju Putih Jakarta 1959, Banjir Darah di Borobudur Jakarta 1959, dan Keris Pusaka Nogo Pasung Solo 1980.

Dia menggarap cerita dari dua sumber utama yaitu China dan Jawa. Serial silat terpanjangnya adalah Kisah Para Pendekar Pulau Es dengan 17 judul. Cerita mulai dari Bukek Siansu sampai Pusaka Pulau Es.

Kho memiliki ribuan pembaca mulai dari budayawan Emha Ainun Najib, Sultan HB X hingga Abdurrahman Wahid.

Setelah bergelut dengan penyakit komplikasi jantung dan ginjal, Kho Ping Hoo wafat pada 22 juli 1994 di RS Kasih Ibu Solo. Kho Ping Hoo menerima Satya Lencana Kebudayaan atas sumbangsihnya untuk dunia sastra Indonesia yaitu Anugerah Kebudayaan dan penghargaan Maestro Seni Tradisi 2014. (Arsiya Oganara)

Sumber: Onbekend-Photo Copyright 2025