Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Kota dan Kesenian: Dinamika Estetika dalam Bayang-Bayang Industrialisasi Surabaya

June 3, 2025 10:45
IMG-20250603-WA0051

Jil Kalaran *)

HATIPENA.COM – Kita semua tahu bahwa kota merupakan titik pertemuan antara berbagai kepentingan: ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Di dalamnya kehidupan bergerak cepat, sarat kompetisi dan penuh dinamika. Di tengah hiruk pikuk itu, kesenian hadir sebagai cermin, kritik, dan juga pelipur. Namun, ketika industrialisasi berkembang pesat seperti yang terjadi di kota besar semacam Surabaya, ruang bagi kesenian kerap kali menyempit, baik secara fisik maupun simbolik.

Sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, Surabaya menunjukkan transformasi drastis dalam beberapa dekade terakhir. Dari kota pelabuhan dengan akar kolonial, berkembang menjadi pusat industri, perdagangan dan jasa. Pembangunan infrastruktur pun berjalan masif.

Tetapi ada harga yang harus dibayar di balik kemajuan tersebut. Ruang-ruang publik yang dulunya menjadi wadah berekspresi seniman lokal perlahan tergeser oleh kepentingan komersial. Kompleks Balai Pemuda, yang semula menjadi titik kumpul seniman muda, kini harus beradaptasi dengan tekanan ruang kota yang makin padat dan seragam. Seniman tidak lagi hanya bersaing dalam soal estetika, tetapi juga dalam memperjuangkan keberadaan mereka di tengah kota yang makin pragmatis.

Kesenian sebagai Ruang Tanding

Kesenian memang tidak bisa sepenuhnya dikalahkan oleh industrialisasi. Dalam banyak kasus, kesenian berubah menjadi medium perlawanan. Mereka menciptakan ‘ruang tanding’ terhadap narasi kota yang didominasi logika pembangunan dan ekonomi. Apa yang coba dilakukan Forum Pegiat Kesenian Surabaya (FPKS) adalah membuka ruang tanding itu sebagai cara melawan ketimpangan antara industri dan kebutuhan memberi jiwa kepada kota ini.

Kota yang ideal bukan hanya kota yang efisien dan produktif, tetapi juga kota yang memberikan ruang tumbuh bagi ekspresi budaya. Kota seperti Surabaya dapat belajar dari berbagai kota dunia yang mengintegrasikan kesenian dalam rancangan tata ruang, seperti Melbourne dengan galeri publiknya, atau Berlin dengan ruang seni alternatif yang hidup berdampingan dengan kawasan industri.

Kota yang baik bukan kota yang meniadakan konflik antara fungsi ekonomi dan budaya, melainkan kota yang mampu mengelolanya secara adil. Kesenian tidak harus menjadi korban kemajuan. Sebaliknya, ia bisa menjadi mitra dalam membentuk identitas kota yang berdaya, inklusif, dan berjiwa. Maka perlu keberanian kebijakan dan solidaritas komunitas untuk memastikan bahwa di tengah gegap gempita pembangunan, suara-suara estetika tetap punya tempat untuk bersuara dan hidup.

Dua Kegiatan

Tema Kota dan Kesenian inilah yang akan diangkat dalam kegiatan FPKS pada 16 Juni 2025, pukul 19.00 – 21.00 di Galeri Dewan Kesenian Surabaya. Dan pada program kali ini, FPKS menyelenggarakan dua kegiatan. Pertama seni pertunjukan, kedua, workshop penulisan kreatif berbasis sastra.

Untuk workshop penulisan, peserta yang akan diundang adalah kalangan muda dan milenial. Tujuan khususnya untuk mendorong minat mereka mencintai dunia kepenulisan (literasi), dalam hal ini sastra, lebih khusus lagi puisi. Tujuan umumnya membangun kembali Kota Surabaya sebagai Kota Literasi. Goal dari kegiatan ini adalah menerbitkan buku antologi puisi hasil karya para peserta.

Untuk seni pertunjukan, para penyaji yang bakal tampil adalah ; Budi Bi dan Ami Tri dengan Senirupa Pertunjukan. Budi Bi akan mempresentasikan karyanya serta melukis on the spot. Orasi Budaya kali ini menampilkan Henri Nurcahyo. Pilihan kepada Henri ini karena dia dianggap sangat memahami “isi perut” dunia kesenian di kota pahlawan ini, termasuk memahami bagaimana sudut-pandang pengelola kota ini dalam urusan kesenian.

Dari Sastra, khususnya pembacaan puisi yang dikomandani Ribut Wijoto, bakal menarik karena menampilkan lintas generasi mulai dari Don Aryadien, Brigitta Vanessa, Diandra Galuh Puspita, Nihasy Aniqo Dhamar Asyuro, Rara & Aji Kelono.

Irfan Gepeng dari Baya Runcing, yang menurut Heri Lentho merupakan salah satu koreografer progresif di Surabaya, juga akan kembali menampilkan Teater Tari Benalu. Ketika saya bilang padanya bahwa ruang di Galeri DKS itu kecil, dia jawab ringkas ; formatnya akan diubah. Di FPKS kebetulan Irfan didapuk ngurusin tari.

Sajian musik juga gak bakal kalah menarik. Bambang Sukmo Pribadi atau dikenal dengan Bambang SP merupakan maestro seni karawitan yang dimiliki Jawa Timur. Jebolan Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) yang sekarang jadi SMKN 12 Surabaya ini susah dihitung jumlah karyanya. Salah satu komposisi karyanya, Sawunggaling, yang merupakan kolaborasi musik (saxophone, drum, dan alat musik pentatonis) banyak disebut pengamat sebagai karya terbaik. Sementara Edy Jenggot dikenal sebagai pemusik pop yang sering membawakan lagu-lagu jenaka.

Sementara Totenk, dramawan asal Bandung yang kini bermukim di Surabaya dan pernah menjadi bagian dari Bengkel Teater Rendra, mengusulkan dramawan dari Teater Rumpun Padi, Jeremiah Earvin tampil lewat monolog “Dihadapan Burung Agung.”

Dan tentu saja, suasana kerja dari FPKS, yang kali ini pimpinan produksinya Heti Palestina Yunani, juga masih dalam semangat gotong-royong serta keterbukaan sebagai manifestasi Budaya Arek. (*)

*) Koordinator FPKS/ Pekerja seni