Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Kue Legendaris Geguduh Cita Rasa Nostalgia di Setiap Gigitan

May 28, 2025 06:56
IMG-20250527-WA0019

Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)

Tabik Pun!

HATIPENA.COM – Di tengah maraknya makanan kekinian, masyarakat Lampung masih setia memelihara warisan rasa yang sudah turun-temurun. Salah satunya adalah Geguduh, kue tradisional berbahan dasar pisang matang yang digoreng bersama adonan tepung. Mungkin sederhana, tetapi setiap gigitannya membawa pulang kenangan, kehangatan keluarga, dan aroma masa kecil yang sulit dilupakan.

  1. Kue Harian yang Sarat Makna
    Bagi banyak warga Lampung, terutama di pedesaan seperti di Kabupaten Pesawaran, Tanggamus, atau Lampung Barat, geguduh bukan sekadar camilan. Ia adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Biasanya disajikan saat sore hari, ditemani secangkir kopi hitam atau teh hangat, menjadi perekat obrolan santai antar anggota keluarga.
    Di rumah-rumah warga, kue ini sering hadir saat ada tamu, pertemuan keluarga, atau sekadar sebagai bekal anak-anak sekolah. Rasanya manis lembut, teksturnya renyah di luar dan empuk di dalam. Cita rasa pisang yang autentik menciptakan sensasi nostalgia tersendiri.
  2. Resep Sederhana, Rasa Tak Tergantikan
    Resep geguduh diwariskan dari ibu ke anak, dari nenek ke cucu. Umumnya, bahan dasarnya terdiri dari:
    • Pisang kepok matang
    • Tepung terigu
    • Gula pasir
    • Garam secukupnya
    • Kadang ditambah sedikit kelapa parut atau kayu manis
    Pisang dihaluskan lalu dicampur dengan tepung dan bahan lainnya. Adonan kemudian digoreng hingga berwarna kuning keemasan.
    Meski simpel, kue ini hanya lezat bila dibuat dengan pisang yang cukup matang. Itu sebabnya geguduh juga dianggap sebagai bentuk kearifan lokal dalam memanfaatkan bahan yang hampir busuk agar tak terbuang sia-sia.
  3. Cita Rasa Nostalgia dan Kearifan Lokal
    Geguduh bukan hanya soal rasa, tapi juga soal kenangan. Banyak warga Lampung yang kini tinggal di kota-kota besar seperti Bandar Lampung atau bahkan di luar provinsi, selalu menyebut geguduh saat ditanya makanan yang mengingatkan mereka pada kampung halaman.
    Tradisi menyuguhkan geguduh juga menyiratkan nilai sosial: keramahan, kesederhanaan, dan kebersamaan. Membuatnya tak perlu alat canggih atau bahan mahal. Tapi lewat tangan ibu atau nenek, kue ini hadir dengan penuh cinta.
  4. Pelestarian di Era Modern
    Kini, geguduh mulai naik kelas. Banyak UMKM di Lampung mengemasnya sebagai oleh-oleh khas. Bahkan ada varian baru seperti geguduh cokelat, keju, atau topping kekinian lainnya. Meskipun demikian, geguduh klasik tetap menjadi primadona.
    Beberapa sekolah juga mulai memperkenalkan pembuatan geguduh dalam pelajaran prakarya, mengenalkan nilai lokal dan kebanggaan kuliner kepada generasi muda.
  5. Penutup: Geguduh, Kue Rakyat yang Tak Lekang oleh Waktu
    Geguduh adalah simbol kehangatan, kebersamaan, dan kesederhanaan hidup masyarakat Lampung. Di tengah zaman yang serba cepat, geguduh mengajak kita untuk sejenak berhenti, duduk bersama keluarga, dan menikmati cita rasa warisan leluhur.
    “Bukan soal pisangnya, tapi tentang siapa yang menggorengnya.
    Bukan soal kue kecilnya, tapi tentang hangatnya suasana keluarga.”