Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Langit Gelap di Sidoarjo

January 25, 2025 07:16
IMG-20250125-WA0022

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

HATIPENA.COM – Malam tadi, Sidoarjo seperti kota yang kehilangan denyutnya. Stadion Gelora Delta, biasanya ramai, gaduh, penuh nyanyian, hanya menyisakan sunyi yang menusuk. Lampu-lampu stadion menerangi lapangan yang dingin, tapi entah mengapa terasa redup. Timnas U20 kita, generasi muda harapan bangsa, takluk di tangan Yordania. Skornya kecil, hanya 0-1, tapi rasanya seperti pukulan besar.

Mereka kalah di kandang sendiri. Dari tim yang bermain dengan sepuluh orang. Oh, ya, ada hadiah penalti di tengah pertandingan. Tapi sayang, momen itu berlalu seperti angin, tak ada yang tersisa selain kepahitan.

Netizen pun, seperti biasa, gaduh di dunia maya. Kata-kata kasar melayang, mengiris seperti belati. “Lihat PSSI, lihatlah mereka yang duduk di kursi empuk itu,” begitu bunyi salah satu komentar. Tak sedikit pula yang mengarahkan amarah mereka pada Arya, anggota Exco PSSI yang kini menjadi sosok paling populer untuk disalahkan. Bahkan Bung Towel, sang komentator sepak bola, entah kenapa ikut terseret di tengah badai opini.

Tentu saja, Shin Tae-yong (STY). Nama yang terus disebut-sebut seperti mantra. Pemecatan pelatih asal Korea itu seakan menjadi luka yang belum kering, belum sembuh, belum selesai. Kekalahan Timnas U20 di laga Mandiri Challenge Series 2025 ini tak lebih dari luka baru yang ditumpangkan pada luka lama.

Stadion Gelora Delta semalam tak penuh. Bangku-bangku kosong menjadi saksi. Bahkan lagu “Bagimu Negeri,” yang selalu menjadi penutup penuh haru, terasa hambar. Seperti dinyanyikan tanpa jiwa. Seperti dinyanyikan oleh mereka yang sudah lelah, kecewa, bosan.

“Ini proses, hanya uji coba,” kata mereka yang mencoba menenangkan. Tapi siapa yang mau mendengar? “Strateginya membosankan, mudah dibaca,” kata yang lain. “Coach Indra? Asia Tenggara mungkin, tapi Asia? Ah, masih jauh.” Kritik, umpatan, sarkasme, mengalir seperti hujan deras di musim hujan yang tak pernah berhenti.

Sesekali ada suara positif, seperti lilin kecil di tengah gelap. “Apapun hasilnya, tetap cinta Timnas,” ujar mereka yang masih mencoba bertahan. Tapi, secepat lilin itu menyala, angin sarkasme datang memadamkannya. “Kalau kalah terus nanti, apa yang mau dicintai?” Jawaban yang memukul, seperti tamparan di pipi.

Tagar #ErickOut mulai muncul. Pelan, belum menggema, tapi cukup untuk jadi tanda bahwa ada api kecil yang mulai menyala. Para buzzer segera keluar dari sarang. Membalas komentar-komentar dengan argumen khas, “Eh, lo cinta Indonesia nggak sih? Kalau cinta, harus cinta Timnas.” “Ternak Tayong, lo.” Tapi apa daya, suara pembela itu tenggelam oleh gelombang kekecewaan yang lebih besar.

Laga ini, sejatinya, tak ada urusannya dengan STY. Tapi, ya, siapa peduli? Kekalahan ini hanya menjadi bahan bakar baru bagi mereka yang belum rela melepas pelatih yang dulu membawa harapan itu.

Kini, kita terdiam, merenung. Langit di Sidoarjo masih gelap, seperti hati mereka yang menonton semalam. Masa depan Timnas U20? Entah. Yang pasti, malam tadi, Stadion Gelora Delta bukanlah arena kebanggaan. Ia hanya menjadi panggung luka, tempat air mata jatuh tanpa tepuk tangan. (*)

#camanewak