Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)
NONTON Mega tadi malam, benar-benar tegang. Emosi terasa diaduk-aduk. Kopi sempat tumpah saking geram dan emosi. Apalagi di set kedua, waduh tegangnya. Harus diakui Mega, luar biasa. Yok kita bahas, wak!
Di bawah gemerlap lampu stadion, dua kekuatan raksasa beradu di medan tempur voli Korea V-League. Red Sparks (RS) dan IBK Altos, dua nama yang tidak hanya membawa lambang di dada, tapi juga kebanggaan dan ambisi yang menggelegak. Penonton, baik di tribun maupun di ruang tamu rumah, menahan napas. Tapi, di tengah gemuruh itu, fokus sejuta pasang mata mengerucut pada satu sosok, Megawati Hangestri Pertiwi.
Di satu sisi lapangan, ada Victoria Danchak, sang dewi spike dari benua biru. Pemain yang namanya sudah seperti mantra dalam voli dunia. Tapi malam itu, Megawati, gadis Jember berusia 23 tahun, membuktikan bahwa dongeng tak selalu berasal dari negeri salju atau istana megah. Kadang, dongeng lahir dari tangan keras yang menempa diri di lapangan debu.
Victoria datang dengan nama besar, membawa 530 poin di tangannya, sebuah angka yang membuat pundaknya berlapis mahkota tak kasat mata. Namun, Megawati tidak gentar. Ia seperti peluru yang ditembakkan langsung dari kawah Ijen, panas, deras, dan tak terhentikan.
Di pertandingan itu, Mega mencetak 44 poin. Ya, empat puluh empat! Angka yang membuat papan skor bergetar dan komentator kehilangan kata. Victoria mungkin masih nyaman di singgasana, tapi siapa yang berani menyangkal bahwa bayangan Mega kini semakin membesar di belakangnya? Dengan total 481 poin, Mega hanya berjarak sehelai rambut untuk mengubah sejarah.
Bukan hanya Victoria yang kini merasa hawa panas Mega. Nama-nama besar lain seperti Gyselle Silva, Moma Sassoko, Vanja Bukilic, bahkan ikon voli Korea Kim Yeon Koung pun mulai menyadari, dari Timur, muncul seorang ratu baru. Ratu ini tidak butuh mahkota. Ia cukup memegang bola voli dan dunia akan bertekuk lutut.
Tak cukup sampai di situ, Mega sudah meraih gelar MVP empat kali musim ini. Empat kali! Apakah ini prestasi manusia biasa? Tidak. Ini legenda yang sedang ditulis dengan tinta emas.
Berbicara tentang Red Sparks tanpa menyebut Megawati adalah seperti membicarakan matahari tanpa cahayanya. Tim yang awalnya diragukan kini telah memenangkan 10 pertandingan beruntun. Mereka mendekati Hyundai Hillsate dan Pink Spider, meninggalkan IBK Altos dengan selisih yang semakin jauh.
Kohejin, pelatih RS, mungkin bisa tidur lebih nyenyak sekarang. Tapi apakah ini hanya tentang strategi? Tidak. Ini tentang seorang Mega yang mengangkat seluruh tim di pundaknya, seperti Atlas yang memanggul dunia.
Megawati Hangestri Pertiwi, nama yang dulu mungkin hanya dikenal di desa kecil di Jember, kini bergema di stadion-stadion Korea. Gadis yang lahir dari tanah Indonesia ini telah membuktikan bahwa darah Nusantara tidak hanya bisa berdiri sejajar dengan dunia, tapi juga mampu memimpin dan menaklukkan.
Malam itu, langit Korea tidak hanya menyaksikan pertandingan. Langit Korea menyaksikan sejarah. Sejarah itu bernama Megawati Hangestri Pertiwi.
Mega bukan hanya pemain. Mega adalah fenomena.
#camanewak