Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Lanjutan Skandal DWP yang Memalukan Negara

January 4, 2025 08:12
IMG-20250104-WA0016

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

MALAM itu, lampu gemerlap menyinari Jakarta. Dentuman bass dari konser Djakarta Warehouse Project (DWP) menggema, memecah keheningan ibukota. Ribuan orang menari, merayakan hidup. Namun, di balik euforia malam, ada kegelapan yang mengintai. Bukan dari sudut panggung, bukan dari balik layar, tapi dari seragam cokelat yang seharusnya melindungi.

Malaysia, tengoklah kami. Lihat bangsa yang katanya besar, tapi kali ini jatuh terjerembab ke dalam lubang aib. Polisi, aparat yang harusnya menjadi pengayom, justru menjelma predator. Bukan kriminal biasa, tetapi penegak hukum yang menjadikan hukum sebagai alat dagang.

Sebanyak 45 warga Malaysia, tetangga yang sering kita nyinyiri dengan bangga, diperas di tanah kita sendiri. Bayangkan itu! Mereka datang untuk menikmati musik, tetapi pulang dengan kisah buruk tentang negeri yang katanya penuh senyum.

Nama AKBP Malvino Edward Yusticia kini terukir dalam buku sejarah kelam kita. Kasubdit Narkoba Polda Metro Jaya ini bukan hanya gagal menjaga nama baik bangsa, tapi mencorengnya dengan cara paling keji. Ia menangkap warga, lalu meminta tebusan. “Imbalan untuk pembebasan,” katanya. Bahasa halus untuk pemerasan vulgar yang menghancurkan harga diri kita.

Sungguh hina. Sungguh memuakkan. Polisi kita, yang selalu bicara soal integritas, rupanya hanya topeng belaka. Di baliknya, ada nafsu serakah yang mencabik-cabik kepercayaan rakyat.

Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, wajah humas Polri, berbicara tentang “otak dan modus” yang mulai terungkap. Namun, siapa peduli? Otak di balik ini bukan sekadar individu. Ini adalah sistem, sistem busuk yang sudah berkarat sampai ke akarnya.

Bukan hanya Malvino yang jatuh. Nama besar lain seperti Kombes Pol. Donald Parlaungan Simanjuntak, Dirnarkoba Polda Metro Jaya, juga dicopot. Tapi apa artinya? Satu kepala jatuh, seribu lagi akan tumbuh jika akar permasalahan tak dicabut.

Konser ini, malam itu, bukan hanya soal musik. Ini adalah panggung ironi. Di satu sisi, lampu-lampu bersinar megah, mewakili wajah modern Indonesia. Di sisi lain, ada transaksi gelap di balik layar, mencerminkan betapa rapuhnya moralitas bangsa ini.

Lalu, apa yang kita rasakan? Geram? Muak? Malu? Semua rasa bercampur menjadi satu. Karena ini bukan hanya tentang polisi yang salah. Ini tentang kita. Kita yang diam saat keadilan diinjak-injak. Kita yang membiarkan budaya korupsi tumbuh subur tanpa perlawanan berarti.

Kepada Malaysia, kami tak punya alasan, tak punya dalih. Hanya rasa malu yang bisa kami tawarkan. Kepada diri sendiri, pertanyaan itu menghantui, sampai kapan bangsa ini hidup dalam lingkaran aib?

Bangkitlah, Indonesia! Karena jika malam seperti ini terus terjadi, tak akan ada lagi kebanggaan yang tersisa. Hanya kenangan pahit tentang negara yang hancur karena ulah anak-anaknya sendiri.

#camanewak

Berita Terkait