Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Lutut Berisik, Pikiran Tetap Lincah!

February 6, 2025 07:59
IMG-20250206-WA0017

Ilustrasi/Foto: Dwi Sutarjantono Penulis : Dwi Sutarjantono *)

Perhatian, bacaan ini hanya untuk orang tua atau yang merasa tua!

HATIPENA.COM – Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan seorang teman yang mengeluhkan usianya yang semakin tua, ditambah keluhan soal lutut yang makin sakit akibat menahan beban badan. Namun, saya tetap salut karena semangatnya luar biasa. Meski berjalan dengan tongkat, ia tetap melangkah, Tetap jalan-jalan dan tetap menikmati hidup.

Ya, terkadang tubuh kita terasa seperti kendaraan yang mulai rapuh: lutut berderak, pinggang pegal, atau bahu yang kaku. Kita mulai merasa seperti kapal tua yang terombang-ambing oleh badai, bahwa kita sudah tak mampu lagi mengarungi samudra kehidupan dengan semangat yang sama. Namun, di balik segala rasa sakit dan keluhan, ada satu kekuatan yang tak terjamah oleh waktu atau rasa sakit itu: pikiran kita.

Saya mau mengingatkan, diri kita bukan hanya tubuh fisik. Ada juga pikiran kita. Bayangkan jika kita membiarkan tubuh kita mendiktekan kisah hidup kita. Jika kita hanya bergantung pada kondisi fisik, kita mungkin akan berhenti di tengah jalan, menganggap bahwa puncak-puncak prestasi hanya untuk mereka yang masih muda dan sehat.

Tetapi, seperti pepatah yang mengatakan, “Apa yang kita pikirkan, itulah yang kita alami,” kenyataannya jauh lebih indah dan dalam. Pikiran kita, jika dibentuk dengan penuh keyakinan, bisa mengubah rasa sakit menjadi kekuatan.

Pernah mendengar kisah Eyang putri Margaret Johnson Bailes? Berusia 100 tahun dari Denver, Colorado, eyang ini membuktikan bahwa usia hanyalah angka. Pada usia 98 tahun, ia mencatatkan waktu luar biasa dalam lari 100 meter dengan 40,12 detik, mengalahkan rekor sebelumnya lebih dari 2 detik.

Oma Cheng Chen, yang usianya telah menyentuh angka 90, menghadapi tantangan fisik yang lebih besar dibandingkan kebanyakan orang. Lututnya mungkin terasa kaku, pinggangnya mungkin sering mengeluh, namun ia memilih untuk tidak mendengarkan batasan tubuh.

Ia memilih untuk mendengarkan suara tekad dalam dirinya, dan dengan itu, ia berhasil mengangkat beban yang bahkan diragukan oleh tubuhnya sendiri. Prestasi terbarunya? Cheng Chen, dengan semangat yang tak terbendung, berhasil meraih medali dalam kompetisi angkat beban internasional untuk senior.

Seperti gunung yang tetap kokoh meskipun diterpa angin kencang, tekadnya tak pernah goyah. Pikiran yang kuat, yang berakar pada keyakinan, mampu mengatasi segala rasa sakit fisik yang ada.

Ketika pikiran berkata “Saya bisa,” tubuh akan mengikuti, berusaha sejauh yang mampu dicapainya. Cheng Chen mengajarkan kita bahwa rasa sakit bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses yang harus kita lewati untuk mencapai pencapaian luar biasa.

Nyonya Choi Soon-hwa, meskipun tubuhnya mungkin tak sekuat dulu, juga menunjukkan bahwa meskipun usia dan rasa sakit menggerogoti tubuh, semangat untuk hidup dan mencapai impian adalah hal yang tak tergoyahkan.

Dengan penuh keyakinan, ia melangkah ke panggung Miss Universe Korea 2024, menjadi simbol bahwa pikiran dan hati yang terbuka dapat menggerakkan tubuh untuk melawan rasa sakit dan keterbatasan.

“Saya mungkin sudah tua dan tubuh saya tak lagi sekuat dulu, tapi saya tetap bisa mengejar impian saya,” katanya.

Seperti akar pohon yang terus tumbuh meskipun terhalang bebatuan, Choi mengingatkan kita bahwa rasa sakit bukanlah penghalang, melainkan bagian dari perjalanan yang harus kita lewati. Dalam kompetisi tersebut, meskipun ia tidak meraih gelar juara (masuk sebagai finalis), ia mendapat sambutan hangat dan penghargaan khusus atas semangat dan keberaniannya. Sebuah bukti bahwa impian tak mengenal usia.

Makanya ketika tubuh kita berteriak tentang rasa sakit, jangan biarkan itu menjadi pembatas bagi pikiran kita. Rasa sakit adalah bagian dari keberadaan manusia, namun bukanlah sesuatu yang harus mengatur langkah kita.

Seperti mesin yang terhenti karena butiran pasir kecil yang masuk ke dalamnya, tubuh kita pun mungkin akan mengalami keausan, tetapi pikiran kita adalah mesin yang tak pernah berhenti.

Dengan mindset yang positif, tubuh yang lelah akan dipenuhi dengan energi baru. Ketika kita berpikir bahwa kita mampu, tubuh kita akan menemukan cara untuk mengikuti. Ketika kita menggenggam keyakinan bahwa rasa sakit adalah bagian dari proses, tubuh akan belajar untuk menghadapinya, bukan menyerah karenanya.

Seperti angin yang tak terlihat namun dapat menggerakkan perahu, begitu pula pikiran kita. Meski tubuh kita mungkin terbebani oleh usia dan rasa sakit, jika kita menjaga kekuatan pikiran, kita akan selalu menemukan jalan untuk melangkah maju.

Tidak ada yang lebih kuat dari kehendak untuk terus bertumbuh, bahkan ketika tubuh kita mulai menua. Karena pada akhirnya, yang benar-benar menggerakkan kita bukanlah tubuh, melainkan pikiran yang tak mengenal batas.

Siap menggerakkan pikiran kita? Pilih menjadi Oma Cheng Chen atau Nyonya Choi Soon-hwa? (*)

*) Penulis/mind programmer dan Sekretaris Satupena DKI Jakarta.