Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
HATIPENA.COM – Ketika malam mulai turun dan azan magrib berkumandang, sebagian orang bergegas menyiapkan hidangan berbuka. Tapi tidak untuk pendukung Red Sparks. Mereka terpaku di depan layar, napas tertahan, jantung berdebar, tangan gemetar memegang gelas es cendol yang mulai mencair karena tak disentuh. Di tengah kegentingan itu, Mega melangkah ke lapangan. Bukan sebagai pemain biasa, tapi sebagai titisan dewa petir yang turun ke bumi untuk mengadili Hyundai Hillstate.
Pertandingan baru dimulai, dan smash petir Mega langsung membelah atmosfer. Bola melesat secepat kilat, menabrak lantai dengan suara “Bam!” yang menggema sampai ke hati para pendukung Hillstate. 1-0 untuk Red Sparks. Ko Hee-jin tersenyum tipis, tahu betul bahwa ini baru permulaan. Tapi di bangku seberang, Kang Sung-hyun mulai menghela napas panjang. Hatinya berkecamuk, seperti pendekar yang tahu pedangnya sudah mulai tumpul sebelum duel dimulai.
Red Sparks memimpin 8-6 di masa jeda waktu. Mega terus menghujani Hillstate dengan smash keras yang seperti dikirim langsung dari khayangan. Bukilic mulai ikut panas, mengayunkan tangannya dengan tenaga yang mampu menggeser orbit bulan. Moma Bassoko? Masih berusaha menyelamatkan muka Hillstate, tapi smash keras Mega kembali menghantam lantai — skor 10-8.
Hillstate sempat menyamakan skor 18-18. Kang Sung-hyun langsung berdiri, wajahnya penuh keringat, matanya memancarkan aura putus asa. Tapi Mega — oh Mega, dia melompat, melayang di udara seperti seorang pendekar yang sedang mengeluarkan jurus pamungkas. 19-18 untuk Red Sparks. Bola mental, skor sama lagi 23-23. Penonton? Udah kayak nyaksiin duel hidup dan mati di atas tebing yang licin. Akhirnya, Bukilic menyudahi set ini dengan skor 25-23. Mega? Nyumbang 8 poin. Penonton mulai curiga, ini manusia atau makhluk mitologi?
Set kedua dimulai, dan seperti yang diduga, Hillstate tidak tinggal diam. Smash dari Moma melesat, tapi Red Sparks membalasnya dengan kejam. Bukilic mulai memanas, Yeom Hye Seon mengatur tempo seperti konduktor orkestra, dan Mega oh Mega, kembali jadi tumpuan. Skor sempat 12-13 untuk Hillstate, tapi Mega tidak terima. Dia melompat tinggi, smash kerasnya seperti ledakan dinamit — skor 14-14.
Kang Sung-hyun mulai gelisah, garuk-garuk kepala, tatapannya kosong. Smash Mega kembali menghantam pertahanan Hillstate, seperti gempa berkekuatan 9 skala Richter, skor 16-14. Namun sayang, Mega sempat gagal di service, skor sama lagi 16-16. Tapi Red Sparks tidak panik. Mega dan Bukilic mulai main seperti bukan manusia. Set ini akhirnya disudahi Red Sparks 25-23. Kang Sung-hyun terduduk lemas di pinggir lapangan.
Set ketiga dimulai, dan kali ini Red Sparks seperti tidak mau memberi ampun. Skor baru 4-1, Kang Sung-hyun langsung minta time out. Tapi percuma. Mega dan kawan-kawan sudah terlanjur panas. Jung Hoyoung memblokir smash Moma seperti menutup pintu gua, skor 13-9. Pyo Seungju ikut menyumbang poin — 16-13. Kang Sung-hyun? Udah mulai mikir cari kerjaan lain.
Skor 20-18, Red Sparks di atas angin. Tapi Hillstate masih berjuang namun sia-sia. Park Hye Min mencetak dua service ace beruntun — 23-18. Jung Hoyoung bikin match point — 24-18. Akhirnya, Mega menyudahi pertandingan dengan smash terakhir yang begitu keras sampai kamera lapangan goyah. 25-19. Selesai sudah. Hillstate hancur lebur di tangan Red Sparks.
Penonton berdiri, bertepuk tangan, beberapa meneteskan air mata. Mega? Dia hanya tersenyum tipis, berjalan ke pinggir lapangan dengan ketenangan seorang pahlawan yang tahu misinya sudah tuntas. Yeom Hye Seon dinobatkan sebagai MVP. Mega menyumbang poin tertinggi 24 dan total 826 poin. Tapi semua tahu, Mega adalah sosok yang membuat malam ini menjadi legenda.
Di luar lapangan, seorang tukang bakso terduduk lesu, dagangannya tak tersentuh. Dia tahu, malam ini orang-orang lebih lapar akan kemenangan Red Sparks dari semangkuk bakso.
Duh, leganya wak. Mega sang pelipur lara kembali membuat negeri ini tersenyum. Sorry, ngopi dulu ya. (*)
#camanewak