Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Megawati Membuat Wajah Lawan Merah

January 14, 2025 20:19
IMG-20250114-WA0085

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

MALAM itu, Hwaseong Arena menyala. Bukan lampunya, tapi tensinya. Red Sparks melawan IBK Altos, laga yang lebih panas dari kompor rumah tetangga. Di tengah gemuruh penonton tuan rumah, Megawati Hangestri Pertiwi berdiri seperti pahlawan di medan perang. Dengan tinggi 185 cm, ia memandang net, seolah berkata, “Di sini, aku yang berkuasa.”

Pertandingan baru saja dimulai. Saat skor 14-11 untuk IBK, Red Sparks seperti kehilangan arah. Lalu, sebuah serangan datang dari IBK. Smash keras, bola melesat, dan semua mata tertuju pada Megawati. Ia melompat, tangannya terangkat, lalu… blok.

Bola itu tak hanya kembali, ia memantul dengan dendam, langsung menghantam wajah middle blocker IBK. Pemain itu terkapar, mungkin sedang memikirkan asuransi kesehatan. Lalu, ia meraba wajahnya apakah memar. Yang jelas memerah. Kawan-kawannya mencoba menolong. Mega menghela napas panjang, mengepalkan tangan, dan berbisik pelan, “Yes.” Sebuah pernyataan yang lebih menusuk dari ejekan.

Red Sparks mengambil set pertama. Skor 25-21. Mega mencetak 10 poin, seperti biasa. Tidak ada yang terkejut. Ini Mega. Dia mencetak poin seperti orang lain minum air.

Set kedua lebih dramatis dari sinetron. Deuce terjadi, lalu terjadi lagi, dan lagi. Sepuluh kali! Penonton hampir kehilangan akal. Pelatih Red Sparks, Koo Hee-jin, tampak seperti guru yang berusaha menghadapi kelas bandel. Tapi, di tengah kekacauan itu, Mega tetap tenang. Dia melompat, memukul, dan mencetak angka. Akhirnya, Red Sparks menang 36-34. Mega tersenyum kecil. “Apakah ini yang mereka sebut pertandingan berat?”

Set ketiga adalah pembalasan. IBK tidak mau dipermalukan di kandang. Mereka bangkit, didukung oleh Lee So-young yang seperti sedang mengajarkan Red Sparks cara bermain voli. Mega? Tentu saja dia melawan. Smash kerasnya membuat skor bolak-balik seperti ponsel tua. Tapi, kesalahan servis Mega memberikan IBK peluang emas, dan mereka merebut set ini 25-23.

Di set keempat, Victoria Danchak berubah menjadi monster. Smash-smashnya seperti petir di siang bolong. Red Sparks tertinggal jauh, 21-14. Koo Hee-jin mencoba marah-marah, tapi tidak berhasil. Set ini menjadi milik IBK, 25-14. Mega diam, tapi matanya berbicara, “Tunggu di set lima.”

Set kelima adalah segalanya. Penonton tegang, pemain berkeringat, dan bola melayang seperti tak punya tujuan. Skor 12-12. Mega melompat, smash kerasnya membelah udara. Skor jadi 12-13. Satu angka lagi, dan Mega melompat lagi. Smash itu seperti palu Thor, tapi kali ini Park Enjin yang menutupnya dengan blok. Bola mati di lapangan IBK.

Red Sparks menang 15-12. Mega berdiri di tengah lapangan, tersenyum tipis. Penonton IBK terdiam, sementara fans Red Sparks bersorak seperti orang baru menang undian. MVP? Tentu saja Mega. Lagi.

Malam itu, Hwaseong Arena menjadi saksi bahwa Megawati bukan hanya pemain voli. Dia adalah legenda, pahlawan, dan, mungkin, sedikit dewi.

#camanewak