Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Menang ke-13, Mega Kembali Raih MVP

January 26, 2025 19:35
IMG-20250126-WA0140

Rosadi Jamani
(Ketua Satupena Kalbar)

HATIPENA.COM – Luar biasa Mega, wak! Kembali raih MVP dan berperan besar mengantarkan Red Spark meraih kemenangan ke 13 secara beruntun. Sambil ngopi yang kedua gelas, yok kita kupas pertempuran RS melawan AI Pepper.

Baru saja langit di Lembah Merah menggantung berat. Awan kelam menyelimuti stadion, seolah semesta tahu bahwa yang akan terjadi bukan sekadar pertandingan, melainkan sebuah perang yang akan tercatat dalam gulungan sejarah.

Di tengah riuh penonton yang menggema seperti gelombang samudra, berdirilah Megawati Hangestri Pertiwi. Ia tak memegang pedang, tombak, atau perisai, tapi ia punya senjata yang lebih mematikan, smesnya. Di tangannya, bola bukan sekadar benda bulat, ia adalah peluru petir, senjata yang memusnahkan lawan tanpa ampun.

Babak Pertama, pertempuran dimulai. Red Sparks, sang naga merah, tampak tertatih. Di awal babak, mereka kehilangan arah, terombang-ambing oleh badai serangan Ai Pepper. Skor meluncur jauh, 4-9, 9-19.

Di sisi lapangan, Mega berdiri, matanya setajam elang. Ia melihat rekan-rekannya runtuh satu per satu. Tapi ia tidak bergerak. Belum. “Biarkan mereka menyerang,” pikirnya. “Biarkan mereka berpikir kemenangan ini mudah.”

Benar saja, Red Sparks jatuh telak di babak pertama, 10-24. Penonton mulai berbisik. “Sudah habis mereka,” kata sebagian. Tapi tidak. Mega belum mulai.

Saat babak kedua dimulai, Mega maju ke depan. Ia menatap bola dengan sorot mata yang dingin. Bola itu bukan sekadar alat permainan baginya, itu adalah takdir.

Smes pertama dilepaskannya. Tidak ada yang melihat bola itu melintas, hanya terdengar suara gelegar, dan tiba-tiba skor berubah, 8-6. Mega memimpin barisan. Bukilic, Junghoyong, dan Yeum Hye Seon bangkit dari puing-puing.

Chang So Yeon, kepala klan Ai Pepper, panik. Ia berteriak dari sisi lapangan, suaranya bercampur dengan deru gemuruh penonton. Tapi semua itu tak berarti. Mega terus menebas dengan “Smes Geledek”-nya, hingga babak ini ditutup dengan kemenangan Red Sparks, 25-20.

Babak ketiga, Mega tak lagi menahan diri. Babak ketiga adalah panggungnya. Setiap smes yang dilepaskannya bagaikan halilintar yang menghantam bumi. 3-0, 8-5, 18-9. Skor bergerak cepat, terlalu cepat, seperti waktu yang dilahap oleh naga api.

Bukilic, yang semula tampak goyah, kini menjadi tangan kanan Mega. Ia menghalau setiap serangan Ai Pepper, memberi ruang bagi Mega untuk menghancurkan lawan. Penonton tak lagi duduk. Mereka berdiri, bersorak, menyaksikan keajaiban yang terpampang di depan mata mereka. Babak ini ditutup dengan skor 25-16. Ai Pepper mulai kehilangan harapan.

Babak keempat, Mega memimpin dengan tenang, seperti seorang ratu yang tahu bahwa mahkota sudah ada di tangannya, hanya menunggu waktu untuk diletakkan di atas kepalanya.

Setiap serangan Ai Pepper dipatahkan. Park Jeong Ah, Taylor Fricano, mencoba segala cara, tapi tembok Red Sparks terlalu kokoh. Sebuah smes back attack dari Mega membuat skor berubah menjadi 11-8. Penonton meledak. Mega hanya tersenyum tipis.

Skor terus melaju, 20-10. 23-15. Akhirnya, sebuah smes terakhir dari Bukilic menutup pertempuran ini, 25-16. Ai Pepper runtuh. Lembah Merah bergetar oleh sorakan penonton.

Mega berdiri di tengah lapangan, tangannya diangkat tinggi-tinggi. Ia tidak hanya memenangkan pertandingan, ia telah memenangkan hati setiap orang yang menyaksikannya.

“Bagaimana kau melakukannya, Mega?” tanya seorang wartawan.

Mega menoleh, matanya berkilat seperti petir di malam badai. “Aku tidak bermain untuk menang,” katanya. “Aku bermain untuk membuktikan bahwa petir tidak pernah menyentuh tanah dengan setengah hati.”

Sore itu, sejarah mencatat, Megawati Hangestri Pertiwi bukan sekadar atlet. Ia adalah legenda. Ratu Petir dari Lembah Merah, Jember.

Peperangan belum usai. Musuh sesungguhnya, Pink Spider. Ini lawan terakhirnya. Bila Mega dan RS bisa menghancurnya, itu bisa menggetarkan dunia pervolian Korea. (*)

#camanewak