Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
HATIPENA.COM – Beberapa waktu lalu, kita sudah berkenalan dengan koruptor laki-laki. Kali ini, dengan koruptor wanita. Koruptor ini baru saja digelandang KPK menuju jeruji besi. Sambil mengikuti workshop penelitian di kampus, yok kita berkenalan dengan seorang koruptor dari tanah Sumatera Selatan.
Gunung Kuripan pernah melahirkan bintang. Bukan sekadar bintang biasa, tapi bintang kejora, menyilaukan, memesona, berpendar di langit politik Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Namanya Umi Hartati. Seorang pemimpin ulung, Ketua Komisi II DPRD OKU, dan Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten OKU. Seorang perempuan tangguh yang, katanya, mengabdi untuk rakyat. Dengan senyum ramah dan pidato berapi-api, ia bagaikan lilin di kegelapan, meskipun, belakangan, lebih cocok disebut lilin meleleh di dekat api korupsi.
Takdir memang penuh kejutan. Tahun 2024, LHKPN mencatat kekayaan Umi sebesar Rp 576 juta. Rakyat terharu. Seorang pejabat yang sederhana! Dengan aset tanah, rumah, mobil mewah, dan motor keren, tapi tetap rendah hati memiliki utang Rp 660 juta. Pejuang! Pahlawan! Seorang pejabat yang masih harus ngutang, betapa merakyatnya! Sayang seribu sayang, ternyata ini bukan kisah Cinderella. Ini adalah kisah seorang pemimpin yang jatuh dari singgasana ke dalam lubang septic tank kejahatan.
Pada 15 Maret 2025, KPK datang membawa kejutan yang lebih besar dari kupon undian berhadiah. Umi Hartati ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT). Dugaan? Suap proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR OKU. Oh, Umi, kenapa? Kenapa harus begini? Padahal rakyat sudah siap mengangkatmu setinggi langit, eh ternyata lebih cocok masuk daftar hitam koruptor.
Januari 2025, RAPBD Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025 sedang dibahas. Umi dan kolega diduga minta “jatah pokir.” Kemudian, diubah jadi proyek fisik senilai Rp 35 miliar. Bagus, kan? Demi pembangunan daerah? Eits, tunggu dulu, ada embel-embel fee 20 persen alias Rp 7 miliar yang harus masuk kantong pribadi. Wah, ada diskon 80 persen buat rakyat! Mantap! Kepala Dinas PUPR OKU, Novriansyah, sibuk membagi proyek seperti kue ulang tahun. Sembilan paket pekerjaan ditawarkan ke pihak swasta dengan fee 22 persen. Siapa cepat, dia dapat! Siapa bisa nyetor, dia menang! Demokrasi ala bisnis ilegal.
Pada 13 Maret 2025, duit Rp 2,2 miliar mengalir deras dari pihak swasta ke Novriansyah. Seperti aliran sungai di musim hujan. Uang tambahan Rp 1,5 miliar pun menyusul. Ah, indahnya kerja sama tim! Lalu datanglah hari yang dinanti. 15 Maret 2025, pagi-pagi buta, KPK datang membawa berkah bagi keadilan. Rumah Novriansyah digeledah, uang tunai Rp 2,6 miliar ditemukan, satu unit Toyota Fortuner ikut diamankan. Mungkin Fortuner ini disiapkan untuk kabur? Sayang sekali, tak sempat! KPK lebih cepat dari supir ojol!
Umi Hartati bersama lima rekannya resmi ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur. Dari gedung DPRD ke balik jeruji besi. Dari rapat anggaran ke antrean makan siang di penjara. Dari wangi parfum mahal ke aroma kamper tahanan. Dramatis! Bahkan lebih tragis dari sinetron stripping.
Umi Hartati mengajarkan kita bahwa bintang bisa jatuh. Bahwa janji manis bisa berubah menjadi racun. Bahwa kekuasaan tanpa integritas hanya akan membawa kehancuran. Hari ini ia berada di balik jeruji, mungkin sedang merindukan masa-masa pidato penuh semangatnya. Tapi, semua sudah terlambat. Kini, rakyat tak lagi melihatnya sebagai cahaya, melainkan sebagai lubang hitam yang menyedot uang negara.
Ah, Umi… Jika saja kau tetap menjadi lilin yang menerangi rakyat, bukan lilin yang terbakar oleh korupsi. Tapi ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, dan bubur ini sudah basi. (*)
#camanewak