Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Mengenang Hujan Luka Hati

January 31, 2025 17:12
IMG-20250131-WA0082

Pipiet Senja

HATIPENA.COM – Ada yang mengenang hujan sebagai kenangan indah. Menyimpan romantisme masa muda. Sampai bikin puisi berlembar-lembar. Bikin lagu bertalu-talu, eeeh….

Bikin banyak lukisan yang bisa dijual dengan harga selangit.

Tidak perlu merasa iri. Sebab masing-masing sudah digariskan punya jejak langkahnya sendiri. Kusadari itu, Bestie.

Aku hanya mendadak pilu. Ada yang menoreh lubuk hatiku terdalam. Sebab bagiku gerimis dan hujan menyimpan luka hati, takkan terlupakan. Meskipun telah puluhan tahun berlalu. Masih lindap di lubuk hati terdalam.

Begini kukenang kembali, ya Sis.
Satu hari dalam hidupku. Posisiku sangat lemah. Sakit kronis, wajib transfusi rutin, ada dua anak yang tergantung pada setiap keputusanku. Tersisih dari keluarga besar, hidup di perantauan.

Ada bapaknya anak yang sakit, paranoid parah. Salah atau tidak pokoknya ujug-ujug: jebreeeed!

Pagi itu pun baru kena tendang kaki kananku. Entah apa salah dan dosaku. Konon, ada lelaki di mulut gang. Berdiri lama-lama, menatap rumah kami yang mewah mebur.

“Pasti dia itu simpanan kamu!” Demikian menurut wahamnya yang sakit.

Dengan kaki terpincang-pincang, aku tetap jalan menuju kantor redaksi majalah Sarinah. Ceritanya mau minta honor.

Oya, itu sambil bawa balita 2 tahun. Kadang harus kugendong jika ada genangan air selutut orang dewasa.

Tiba di kantor redaksi, hanya ada dua orang saja. Seorang OB dan sahabatku, sesama penulis yakni; Korrie Layun Rampan.

Ternyata telah terjadi
sengketa dua pihak dalam kepengurusan Sarinah. Aku ketinggalan berita agaknya.

Melihatku basah kuyup, gendong balita begitu, Korrie merasa iba agaknya. Tanpa diminta pun dia sudah bisa menebak maksud kedatanganku.

“Tenang Pipiet, honor noveletmu ada di saya. Ini terimalah,” ujarnya seraya menyodorkan sebuah amplop.
“Loh bukannya Sarinah gak bakal terbit lagi?”
“Sarinah bubar, tapi media lain masih ada. Nanti kalau sudah dimuat saya kabari,” jelasnya terdengar sejuk dan penuh harapan.

Menitik air mataku saat keluar dari kantor majalah yang selama itu sudah banyak membantuku. Pekerjaanku hanya menulis, selain itu tak mampu kulakukan.

Hujan sudah reda. Langit bening tanpa aling-aling. Kutuntun si kecil Butet dengan hati mengharu biru.

Amplop berisikan uang 300 ribu, sungguh sangat bermakna saat itu, 1992.
“Terima kasih sahabatku yang berhati mulia, Korrie Layun Rampan. Meskipun kita beda keyakinan, tetapi engkau sarat empati dan toleransi….”

Note: Korrie Layun Rampan (17 Agustus 1953 – 19 November 2015) adalah seorang editor, penulis, dan kritikus sastra Indonesia berdarah Dayak Benuaq. Korrie merupakan pencetus penyusun buku Sastrawan Angkatan 2000 terbitan Gramedia Pustaka Utama yang memuat lebih dari seratus sastrawan, terdiri dari penyair, cerpenis, novelis, esais, dan kritikus sastra. (*)