HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Meniti Jalan Perbedaan: Pengalaman Kuliah di Negeri Kanguru

July 2, 2025 19:07
IMG-20250702-WA0069

Asrul Sani Abu
Vice President Indonesia Australia Student Association UWS Hawkesbury Australia 1992


HATIPENA.COM – Hidup di negeri orang adalah sebuah perjalanan jiwa. Ketika saya meninggalkan Sulawesi Selatan untuk kuliah di University of Western Sydney, Hawkesbury Richmond, Australia, saya tahu dunia baru sedang menanti. Namun, apa yang saya temui jauh melampaui bayangan. Negeri kanguru ini membuka mata saya terhadap perbedaan, melatih kesabaran, dan membentuk cara pandang yang lebih luas tentang kehidupan.

Suhu Dingin yang Mengubah Kebiasaan

Langkah pertama di Australia langsung disambut angin dingin musim gugur. Sebagai anak tropis, tubuh saya tidak terbiasa dengan suhu yang bisa turun hingga di bawah 10 derajat Celsius. Hal yang paling saya ingat adalah tubuh saya tidak pernah sekalipun berkeringat selama berada di sana.

Di Indonesia, keringat adalah teman akrab yang menemani hari-hari di bawah terik matahari, tetapi di Australia, suhu dingin membuat tubuh selalu terasa segar, bahkan saat berjalan jauh atau berolahraga. Namun, di balik kenyamanan itu, ada rasa rindu akan kehangatan tropis yang membalut setiap sudut tanah air.

Budaya: Harmoni dalam Perbedaan

Di Australia, budaya disiplin dan penghormatan terhadap aturan adalah napas kehidupan. Di jalanan, pengemudi berhenti total untuk memberi jalan kepada pejalan kaki. Transportasi umum seperti kereta dan bus tiba tepat waktu, memberi rasa percaya pada sistem yang tertata.

Di Indonesia, suasana jauh lebih hidup. Klakson kendaraan adalah musik jalanan, dan interaksi antarorang terasa lebih hangat. Meski terkadang tidak tertib, ada nilai gotong royong dan kebersamaan yang selalu terasa dalam keseharian.

Dua dunia ini begitu berbeda, namun keduanya mengajarkan saya untuk menyeimbangkan kedisiplinan dengan kehangatan sosial.

Masjid dan Agama: Menemukan Kedamaian di Tengah Tantangan

Sebagai seorang Muslim, mencari masjid di Australia adalah sebuah perjalanan tersendiri. Tidak seperti di Indonesia, di mana azan terdengar dari setiap sudut, di Australia saya harus mencari tahu di mana komunitas Muslim berkumpul.

Namun, masjid di sana menjadi lebih dari sekadar tempat ibadah. Ia adalah rumah, tempat bertemu saudara sesama Muslim dari berbagai negara, berbagi cerita, dan saling menguatkan iman.

Makanan: Rasa yang Menghubungkan Hati

Hal yang paling saya rindukan dari Indonesia adalah makanannya. Di Australia, makanan cenderung sederhana seperti roti, kentang, salad, dan daging panggang. Tidak ada rasa kaya rempah seperti coto Makassar, sate, bakso, nasi goreng atau rendang. Mencari makanan halal juga menjadi tantangan, memaksa saya untuk belajar memasak sendiri. Di sela-sela kesibukan kuliah, saya sering memasak masakan Indonesia, sebuah cara untuk menghadirkan suasana kampung halaman di negeri orang.

Taman dan Perpustakaan: Ruang untuk Belajar dan Merenung

Taman-taman di Australia adalah tempat favorit saya. Hijau yang luas, udara segar, dan suasana tenang memberi ruang untuk merenung dan bersyukur. Taman-taman ini dirawat dengan baik, mencerminkan budaya hidup berdampingan dengan alam.

Di kampus, perpustakaan adalah pusat kehidupan akademik. Dengan koleksi buku yang luar biasa dan suasana hening, saya sering menghabiskan waktu berjam-jam di sana.

Berbeda dengan Indonesia, di mana minat baca masih perlu ditingkatkan, di Australia membaca adalah bagian dari budaya. Perpustakaan menjadi tempat bertumbuhnya ide, tempat di mana saya menemukan inspirasi baru setiap harinya.

Olahraga dan Hubungan Sosial

Australia adalah negeri pecinta olahraga. Rugby, dan kriket adalah olahraga favorit mereka. Saya sempat mencoba bermain kriket atau sekedar bermain bola atau pingpong bersama teman-teman kampus, meski tetap lebih nyaman menonton sepak bola seperti yang biasa saya lakukan di Indonesia.

Hubungan sosial di Australia cenderung lebih individualistis. Mereka menghormati privasi, namun tetap ramah jika kita membutuhkan bantuan. Di Indonesia, hubungan sosial lebih erat. Ada tradisi traktir teman, membantu tanpa diminta, dan kebiasaan berkumpul yang menciptakan rasa kekeluargaan yang kuat.

Pendidikan dan Pernikahan: Dua Dunia yang Berbeda

Pendidikan di Australia sangat mendorong kemandirian dan diskusi terbuka. Dosen lebih berperan sebagai fasilitator, bukan pengajar satu arah. Di Indonesia, pendekatan pendidikan cenderung lebih formal, namun tetap memiliki kelebihan dalam pembentukan karakter melalui nilai-nilai tradisional.

Pernikahan di Australia adalah urusan pribadi, sering kali hanya melibatkan pasangan dan teman dekat. Sederhana, namun penuh makna. Di Indonesia, pernikahan adalah acara besar, melibatkan keluarga besar, adat, dan tradisi. Keduanya mengajarkan bahwa cinta dan komitmen tidak selalu harus dirayakan dengan cara yang sama, namun nilainya tetap universal.

Pelajaran Hidup: Menyeberangi Dua Peradaban

Australia mengajarkan saya tentang keteraturan, kedisiplinan, dan pentingnya menghormati perbedaan. Indonesia mengingatkan saya tentang nilai kebersamaan, spiritualitas, dan keindahan tradisi. Dua dunia ini adalah guru kehidupan saya, memberi pelajaran yang tak ternilai untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Hingga kini, kenangan itu terus hidup. Saya adalah produk dua peradaban, yang terus berusaha menjadi jembatan antara keduanya, membawa nilai terbaik dari kedua dunia untuk melangkah ke masa depan. Dari Hawkesbury hingga Makassar, perjalanan ini bukan sekadar pengalaman, tetapi sebuah warisan jiwa yang akan saya bawa dan share selamanya.

Meniti Jalan Perbedaan: Pengalaman Kuliah di Negeri Kanguru

Hidup di negeri orang adalah sebuah perjalanan jiwa. Ketika saya meninggalkan Sulawesi Selatan untuk kuliah di University of Western Sydney, Hawkesbury Richmond, Australia, saya tahu dunia baru sedang menanti. Namun, apa yang saya temui jauh melampaui bayangan. Negeri kanguru ini membuka mata saya terhadap perbedaan, melatih kesabaran, dan membentuk cara pandang yang lebih luas tentang kehidupan.

Suhu Dingin yang Mengubah Kebiasaan

Langkah pertama di Australia langsung disambut angin dingin musim gugur. Sebagai anak tropis, tubuh saya tidak terbiasa dengan suhu yang bisa turun hingga di bawah 10 derajat Celsius. Hal yang paling saya ingat adalah tubuh saya tidak pernah sekalipun berkeringat selama berada di sana.

Di Indonesia, keringat adalah teman akrab yang menemani hari-hari di bawah terik matahari, tetapi di Australia, suhu dingin membuat tubuh selalu terasa segar, bahkan saat berjalan jauh atau berolahraga. Namun, di balik kenyamanan itu, ada rasa rindu akan kehangatan tropis yang membalut setiap sudut tanah air.

Budaya: Harmoni dalam Perbedaan

Di Australia, budaya disiplin dan penghormatan terhadap aturan adalah napas kehidupan. Di jalanan, pengemudi berhenti total untuk memberi jalan kepada pejalan kaki. Transportasi umum seperti kereta dan bus tiba tepat waktu, memberi rasa percaya pada sistem yang tertata.

Di Indonesia, suasana jauh lebih hidup. Klakson kendaraan adalah musik jalanan, dan interaksi antarorang terasa lebih hangat. Meski terkadang tidak tertib, ada nilai gotong royong dan kebersamaan yang selalu terasa dalam keseharian.

Dua dunia ini begitu berbeda, namun keduanya mengajarkan saya untuk menyeimbangkan kedisiplinan dengan kehangatan sosial.

Masjid dan Agama: Menemukan Kedamaian di Tengah Tantangan

Sebagai seorang Muslim, mencari masjid di Australia adalah sebuah perjalanan tersendiri. Tidak seperti di Indonesia, di mana azan terdengar dari setiap sudut, di Australia saya harus mencari tahu di mana komunitas Muslim berkumpul. Namun, masjid di sana menjadi lebih dari sekadar tempat ibadah. Ia adalah rumah, tempat bertemu saudara sesama Muslim dari berbagai negara, berbagi cerita, dan saling menguatkan iman.

Makanan: Rasa yang Menghubungkan Hati

Hal yang paling saya rindukan dari Indonesia adalah makanannya. Di Australia, makanan cenderung sederhana seperti roti, kentang, salad, dan daging panggang. Tidak ada rasa kaya rempah seperti coto Makassar, sate, bakso, nasi goreng atau rendang. Mencari makanan halal juga menjadi tantangan, memaksa saya untuk belajar memasak sendiri. Di sela-sela kesibukan kuliah, saya sering memasak masakan Indonesia, sebuah cara untuk menghadirkan suasana kampung halaman di negeri orang.

Taman dan Perpustakaan: Ruang untuk Belajar dan Merenung

Taman-taman di Australia adalah tempat favorit saya. Hijau yang luas, udara segar, dan suasana tenang memberi ruang untuk merenung dan bersyukur. Taman-taman ini dirawat dengan baik, mencerminkan budaya hidup berdampingan dengan alam.

Di kampus, perpustakaan adalah pusat kehidupan akademik. Dengan koleksi buku yang luar biasa dan suasana hening, saya sering menghabiskan waktu berjam-jam di sana. Berbeda dengan Indonesia, di mana minat baca masih perlu ditingkatkan, di Australia membaca adalah bagian dari budaya. Perpustakaan menjadi tempat bertumbuhnya ide, tempat di mana saya menemukan inspirasi baru setiap harinya.

Olahraga dan Hubungan Sosial

Australia adalah negeri pecinta olahraga. Rugby, dan kriket adalah olahraga favorit mereka. Saya sempat mencoba bermain kriket atau sekedar bermain bola atau pingpong bersama teman-teman kampus, meski tetap lebih nyaman menonton sepak bola seperti yang biasa saya lakukan di Indonesia.

Hubungan sosial di Australia cenderung lebih individualistis. Mereka menghormati privasi, namun tetap ramah jika kita membutuhkan bantuan. Di Indonesia, hubungan sosial lebih erat. Ada tradisi traktir teman, membantu tanpa diminta, dan kebiasaan berkumpul yang menciptakan rasa kekeluargaan yang kuat.

Pendidikan dan Pernikahan: Dua Dunia yang Berbeda

Pendidikan di Australia sangat mendorong kemandirian dan diskusi terbuka. Dosen lebih berperan sebagai fasilitator, bukan pengajar satu arah. Di Indonesia, pendekatan pendidikan cenderung lebih formal, namun tetap memiliki kelebihan dalam pembentukan karakter melalui nilai-nilai tradisional.

Pernikahan di Australia adalah urusan pribadi, sering kali hanya melibatkan pasangan dan teman dekat. Sederhana, namun penuh makna. Di Indonesia, pernikahan adalah acara besar, melibatkan keluarga besar, adat, dan tradisi. Keduanya mengajarkan bahwa cinta dan komitmen tidak selalu harus dirayakan dengan cara yang sama, namun nilainya tetap universal.

Pelajaran Hidup: Menyeberangi Dua Peradaban

Australia mengajarkan saya tentang keteraturan, kedisiplinan, dan pentingnya menghormati perbedaan. Indonesia mengingatkan saya tentang nilai kebersamaan, spiritualitas, dan keindahan tradisi. Dua dunia ini adalah guru kehidupan saya, memberi pelajaran yang tak ternilai untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Hingga kini, kenangan itu terus hidup. Saya adalah produk dua peradaban, yang terus berusaha menjadi jembatan antara keduanya, membawa nilai terbaik dari kedua dunia untuk melangkah ke masa depan. Dari Hawkesbury hingga Makassar, perjalanan ini bukan sekadar pengalaman, tetapi sebuah warisan jiwa yang akan saya bawa dan share selamanya.

https://www.kompasiana.com/asrulsani/6737240034777c031c1d6542/perbedaan-utama-kehidupan-indonesia-australia