Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Menjadi Anak Muda Pancasilais

February 19, 2025 14:47
IMG-20250219-WA0078

Oleh Mila Muzakkar
(Founder Generasi Literat & Self Growth Trainer)

HATIPENA.COM – Pukul tujuh pagi, terik matahari sudah mengepung lapangan SMPN 5 Jakarta. Sekitar 500 pelajar, gabungan kelas 7,8 dan 9, sudah duduk rapi. Aku tiba disambut oleh Kepala sekolah dan semua guru.

“Pagi ini, yang duduk paling belakang paling sehat, kenapa? Karena paling banyak dapat vitamin D,” aku menyapa dengan meneriakkan kalimat itu di depan para pelajar.

Pagi itu, aku diminta mengisi materi dengan tema “Bangunlah jiwa dan raganya”, khususnya mengangkat topik “Self Growth”. Kegiatan ini adalah bagian dari Program Profil Pelajar Pancasila (P5), yang dicanangkan Kementrian Pendidikan dan kebudayaan.

Gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, bhinneka tunggal ika, bangunlah iiwa dan raganya, suara demokrasi, rekayasa dan teknologi, kewirausahaan, dan kebekerjaan, adalah tema yang diusung dalam program P5. Tujuannya, untuk mencetak pelajar dengan karakter sesuai nilai-nilai Pancasila.
Tapi yang kayak gimana pelajar yang pancasilais itu? Bagaimana cara mencetaknya?

Self Love

Gangguan kesehatan mental ini salah satu masalah besar yang dihadapi anak muda (usia 13-26) di Indonesia.

Survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menyebutkan satu dari tiga remaja (34,9 persen) atau setara dengan 15,5 juta, mengalami setidaknya satu masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, stress pasca trauma, masalah perilaku, dan hiperaktivitas.

Di era medsos, jenis-jenis gangguan kesehatan mental makin bertambah. Aku menyebutnya gangguan kesehatan mental “kekinian”. Apa saja jenisnya?

Satu, Fomo (fear of missing out), rasa takut ketinggalan berita atau hal-hal yang lagi trending di medsos. Jadinya, sedikit-sedikit cek handphone, scroll, dan waktu pun habis hanya untuk mengurusi dunia orang lain.

Dua, Yolo (you only live once), pandangan bahwa karena hidup hanya sekali, maka kita harus mencoba semua hal di dunia ini, sekalipun harus boros atau memaksakan diri mencapai kenikmatan dunia itu.

Tiga, Fopo (fear of the others opinion), terlalu memikirkan pendapat dan pandangan orang lain terhadap dirinya. Akibatnya, topik pembicaraan, sikap, bahkan keputusan hidup, diambil berdasarkan pendapat dan hasil penilaian orang lain.

Jadi gimana caranya mencegah atau mengurangi gangguan-gangguan mental di atas?

Yang paling dasar, fondasinya adalah kembangkan self love. Self love nggak sama dengan egois, ya. Tapi ia dalah proses berdamai dan mencintai diri, apa pun kondisinya di masa lalu, saat ini, dan nanti ke depan.

Proses ini dimulai dengan memahami tiga konsep dasar self love: mengenali diri, menerima diri, dan memaafkan diri.
Langkah kedua, “Act by yourself”, yaitu ubah mindset menjadi growth mindset, bangun pola pikir kritis, meditasi, online dengan Tuhan, jeda dari rutinas, me time, olahraga, tuliskan dan rayakan kemenangan-kemenangan kecil, dan tidak berhenti belajar hal-hal baru.

Terakhir, “Support system”, yaitu berteman dengan orang-orang bertumbuh, bergabung dengan circle positif, ikut kegiatan komunitas atau organisasi yang beragam, dan minta bantuan ke ahlinya seperti psikolog, jika dibutuhkan.

Self Growth

Self love sudah terbangun, cukupkah sampai disitu? Jangan berhenti ya, hidup kan terus berjalan, zaman terus bergerak, kita pun perlu terus bertumbuh. Selanjutnya, kembangkan self growth.

Self growth artinya proses mengembangkan dan meningkatkan diri sampai menjadi versi terbaik kita masing-masing.

Apa yang dikembangkan? Pertama, knowledge (pengetahuan). Karena ilmu terus berkembang, teori yang dulu terus dikembangkan, bahkan dibantah dengan teori baru, masalah-masalah baru bermunculan, jadi ilmu pun harus terus diupgrade.

Kedua, skills (keterampilan). Dulu, kita nggak kebayang ada mesin, semua dilakukan manual. Lalu terjadi revolusi teknologi, sebagian pekerjaan bisa dikerjain oleh mesin, yang ter-new sudah ada asisten virtual bernama Artificial Intelegence (AI), bisa membantu mempercepat pekerjaan, juga menghasilkan cuan. Tapi kalau kita nggak melatih skills itu, yah kita pun akan tertinggal.

Ketiga, habit (kebiasaan). Kebiasaan-kebiasaan negatif di masa lalu buang aja ke tempat sampah, mulai ganti dengan kebiasaan baru yang membantu kita terus growth. Misalnya, mulai mengatur agenda kegiatan dengan time planner, coba menabung sebagian pendapatan untuk dana darurat, dan mulai membatasi waktu scrolling medsos (screen time).

Apa lagi yang ditingkatkan? Terakhir, masalah attitude (perilaku). Misalnya, lebih sopan sama orang tua, ramah ke tetangga, berusaha mendengarkan orang yang bicara. Kalau dulu misalnya, kita agak alergi gaul di lingkungan yang beragam, mulai sekarang coba deh gabung, kenalan, siapa tau di sana ada peluang-peluang bertumbuh lainnya.

Self love dan self gwroth adalah fondasi yang perlu dimiliki oleh para pelajar dan anak muda, agar jiwa dan mentalnya lebih sehat dan lebih pancasilais.

Teori sudah, sekarang tinggal aksi, yuk!

Depok, 19 Februari 2025

Berita Terkait

Berita Terbaru