Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025 ------ Ikuti Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Ketentuan dan Syarat #sayembaranoveldkj2025

Menjaga Akar, Merangkai Masa Depan

June 12, 2025 05:49
IMG-20250612-WA0014

Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)


Tabik Pun!

HATIPENA.COM – Kearifan Begawi, Siger, dan Spiritualitas Kolektif
Ritual begawi tidak sekadar pesta adat, melainkan arena performatif nilai-nilai gotong royong, hierarki sosial, dan spiritual lokal. Filosofi Piil Pesenggiri, integritas pribadi dan komunitas, teraktualkan melalui prosesi, doa, dan simbol seperti siger, yang tak sekadar mahkota tapi lambang martabat perempuan dan garis kekerabatan.

Kajian Ghassani et al. (2019) menjelaskan begawi Cakak Pepadun sebagai mekanisme legitimasi hierarki dan spiritualitas masyarakat Lampung.

Struktur Marga dan Sistem Kepemimpinan Lokal
Pembagian marga menjadi fondasi sosial yang bukan formalitas, melainkan kerangka identitas, redistribusi tanggung jawab, dan legitimasi ruang adat. Kepala marga dan penyimbang menjadi institusi informal yang vital dalam pengambilan keputusan lokal, termasuk penanganan sangsi sosial dan mediasi konflik.

Adat sebagai Benteng Identitas di Era Globalisasi
Saat homogenisasi budaya nasional dan global membawa bahasa, gaya hidup, dan nilai dominan, begawi, siger, dan sistem marga menjadi jangkar identitas etnis. Pendidikan muatan lokal bahasa Lampung, berdasarkan Pergub Lampung No. 39 Tahun 2014 dan Perda Provinsi Lampung No. 2 Tahun 2008, dirancang untuk mempertahankan akar kultural.

Interaksi Kebijakan dan Implementasi Di Lapangan
Muatan lokal (mulok) bahasa dan budaya Lampung sudah diintegrasikan ke kurikulum sekolah, dengan rata-rata 2–4 jam pelajaran per minggu.
Studi Hadi Hartono (2016) mencatat hubungan positif signifikan antara mulok dan pemahaman budaya, meski hanya dalam kategori sedang.
SKPD budaya tingkat desa seringkali kurang terlibat, menunjukkan implementasi kebijakan yang simbolik.

Tantangan Digitalisasi dan Komersialisasi Budaya
Digitalisasi membawa ancaman ‘screenisasi’ tradisi Lampung, pengetahuan adat mulai teralienasi di media sosial. Individualisme berbasis teknologi melunturkan nilai kekeluargaan.
Paradox: adat dirayakan lewat festival tapi kehilangan makna ritual. Penggunaan siger sebagai souvenir turistik memisahkan simbol dari konteks spiritualnya.

Respon Gen-Z: Revitalisasi vs. Rejeksi
Generasi muda Lampung bergerak ganda. Sebagian memproduksi vlog berdialek Lampung, fashion batik adat, dan konten berbasis budaya lokal digital. Namun, ada pula kritik pedas: praktik adat patriarkal dilihat diskriminatif, sertifikasi marga menolak adopsi, dibingkai pelecehan gender. Sehingga muncul wacana inklusif: meritokrasi dalam sistem adat dan pelibatan perempuan.

Adat dalam Pengelolaan Sosial dan Lingkungan
Pranata adat masih menjadi instrumen sosial saat konflik agraria—seperti penolakan akses tambang di Hulu Way Sekampung yang dipimpin tokoh adat berdasarkan kearifan lokal. Nilai nemui nyimah (saling menghormati) digunakan dalam mediasi stakeholder lokal. Meski perda anti-agraria yabg melibatkan masyarakat adat, tetap diperlukan integrasi pranata adat dalam tata ruang.

Instrumen Aktif: Pendidikan, Gender, dan Identitas
• Dalam pendidikan, mulok bahasa Lampung bukan hanya pelajaran mata, tetapi sarana transfer nilai identitas. Namun kualitas guru dan metode pengajaran masih memerlukan peningkatan mengingat penelitian Hadi Hartono (2016) melihat hanya 15 persen siswa benar-benar mampu.

• Dalam tata ruang, wilayah adat secara informal dikontrol oleh kepala marga dan sakai, meski Perda Pesawaran No. 7/2019 mendeklarasikan wilayah adat, masih banyak pembangunan infrastruktur yang melupakan kearifan spatialis lokal.

• Dalam relasi gender, simbol siger menunjukkan status perempuan, tetapi aturan adat berpotensi menjadi alat dominasi patrilineal. Nilai egaliter justru muncul dari interpretasi ulang generasi muda.

• Dalam narasi identitas etnik, adat menjadi alat perlawanan terhadap marginalisasi. Nilai sosio-religius dalam konflik antar- agama menggunakan nemui nyimah guna membentuk pranata kerukunan.

Adat istiadat masyarakat Lampung bukan museum budaya. Ia hidup melalui praktik sehari-hari, legitimasi sosial, dan penjaga identitas di zaman yang cepat berubah.
Tantangan digital, ekonomi, dan politik memaksa adat bergerak: dari sekadar seremonial menjadi sarana pengakuan (legal dan moral), inovasi, dan pemersatu sosial. Pelestarian adat hanya akan berhasil jika muatan lokal menyentuh akar komunitas, ditopang oleh kebijakan pro-aktif, guru kompeten, fasilitator lapangan, dan ruang dialog generasi tua-muda. (*)

Referensi

  1. Ghassani dkk. (2019). Nilai Filosofis Tradisi Begawi Cakak Pepadun Lampung. Patrawidya Kemdikbud. 
    https://www.academia.edu/92555476/PERANAN_MULOK_BAHASA_LAMPUNG_DALAM_UPAYA_PELESTARIAN_BAHASA_DAN_BUDAYA_LAMPUNG_Studi_Kasus_di_SMP_Negeri_20_Bandar_Lampung_Tahun_Pelajaran_2015_2016_?utm_source
  2. Hadi Hartono dkk. (2016). Peranan Muatan Lokal Bahasa Lampung … Unila. 
    https://www.academia.edu/92555476/PERANAN_MULOK_BAHASA_LAMPUNG_DALAM_UPAYA_PELESTARIAN_BAHASA_DAN_BUDAYA_LAMPUNG_Studi_Kasus_di_SMP_Negeri_20_Bandar_Lampung_Tahun_Pelajaran_2015_2016_?utm_source
  3. Pergub Lampung No. 39/2014 & Perda Prov. Lampung No. 2/2008 tentang Muatan Lokal dan Kebudayaan. Pemerintah Provinsi Lampung.
    https://media.neliti.com/media/publications/252065-peranan-mulok-bahasa-lampung-dalam-upaya-a8b9b98f.pdf?utm_source
  4. Rahayu (2023). Implementasi Muatan Lokal Bahasa dan Aksara Lampung. Aspirasi DPRD. 
  5. Perda Pesawaran No. 7/2019 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Adat Istiadat.
    https://lampost.co/lampung/mpal-pesawaran-nilai-pelajaran-muatan-lokal-lampung-tak-maksimal/?utm_source