Catatan Paradoks; Wayan Suyadnya
MAKANAN dari olahan babi adalah tradisi kuliner dan budaya yang kaya rasa di Bali. Menu dari olahan babi tak kalah menariknya, di banding menu yang lain.
Lawar, be guling, dan sate babi menjadi ikon yang erat dengan cita rasa khas Bali. Dari sekian banyak hidangan tersebut, sate babi menempati posisi paradoksal.
Pedagang sate babi mudah ditemukan di sudut-sudut jalan. Mereka tak memakai gerobak megah atau pikulan khas seperti pedagang sate kambing atau ayam Madura. Justru mereka duduk berjongkok, dengan kipas kecil di tangan, menjaga bara api yang memanggang daging.
Tak ada meja makan berkelas atau interior mencolok; cukup tikar lusuh atau bangku kayu seadanya. Sepiring sate babi hangat disajikan bersama tipat, sederhana namun penuh rasa.
Di balik kenikmatan itu, tersembunyi ironi yang mendalam. Di Bali, di mana mayoritas penduduknya mengkonsumsi olahan babi sebagai bagian dari tradisi dan keseharian, kenapa makanan ini tetap berada di kasta “pinggiran”?
Mengapa sate babi hanya menjadi pilihan jalanan, seakan sulit menembus restoran megah atau bahkan ruang-ruang premium seperti mal atau bandara Ngurah Rai?
Paradoks ini menimbulkan pertanyaan besar. Apakah karena stigma yang melekat pada makanan ini? Ataukah karena kurangnya pengakuan dari pihak-pihak yang berwenang dalam mengangkat derajat kuliner ini?
Jika sate ayam dan sate kambing mampu melenggang di restoran-restoran berbintang, mengapa sate babi harus bertahan dalam kesederhanaannya di sudut jalan?
Mungkin sudah saatnya ada gerakan yang memandang sate babi lebih dari sekadar makanan pinggir jalan. Sebuah usaha untuk memoles dan mengangkat martabat kuliner ini agar tidak hanya menjadi ikon rakyat kecil, tapi juga kebanggaan Bali secara keseluruhan.
Sate babi berhak duduk sejajar dengan hidangan mewah lainnya, menjadi representasi autentik Bali yang mampu menembus batas kelas sosial.
Tugas siapa ini? Mungkin pemerintah, mungkin pelaku industri kuliner, atau mungkin kita sendiri sebagai penikmat yang harus mulai merayakan dan menghargai makanan ini dengan cara yang lebih bermartabat. Karena di balik kesederhanaannya, sate babi menyimpan cita rasa dan cerita yang seharusnya mampu menjelajahi dunia.
Denpasar, 17 Januari 2025