#menulis30esai_opiniromadhon1446H.Esai ke 12
Oleh: Drs.Mochamad Taufik,M.Pd. Guru SD Al Hikmah Surabaya & Mhs S3 UII DALWA Bangil
HATIPENA.COM – Umat Islam di Indonesia menghadapi berbagai tantangan seperti kemiskinan, rendahnya minat baca dan menulis, serta lemahnya pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Al-Qur’an sebagai pedoman utama umat Islam telah memberikan solusi atas permasalahan tersebut, yang diperkuat oleh penjelasan para mufassir dan didukung oleh temuan dalam jurnal nasional maupun internasional.
Bulan Ramadan menjadi momentum terbaik bagi umat Islam untuk melakukan refleksi dan perbaikan diri, baik dalam aspek sosial maupun spiritual. Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga bulan kebangkitan untuk mengatasi problematika umat, seperti mengentaskan kemiskinan melalui zakat, meningkatkan budaya literasi Islam, serta memperkuat keimanan dan pemahaman Islam secara kaffah.
- Ramadan dan Solusi Kemiskinan: Optimalisasi Zakat dan Sedekah
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi umat Islam di Indonesia. Al-Qur’an menekankan pentingnya zakat sebagai instrumen untuk membersihkan harta dan jiwa serta membantu mereka yang membutuhkan. Allah SWT berfirman:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah: 103)
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan perintah Allah kepada Rasul-Nya untuk mengambil zakat dari harta kaum Muslimin guna membersihkan dan menyucikan mereka. Doa Nabi bagi mereka yang berzakat akan memberikan ketenangan dan keberkahan bagi mereka.
Ramadan menjadi puncak kesadaran umat Islam dalam menunaikan zakat fitrah dan zakat mal, yang jika dikelola dengan baik, dapat membantu mengentaskan kemiskinan. Jurnal Islam Nusantara yang diterbitkan oleh UIN Sunan Ampel (2023) menunjukkan bahwa selama bulan Ramadhan, distribusi zakat meningkat hingga 50 persen dibandingkan bulan lainnya. Penelitian dalam Islamic Economic Studies (2021) juga menemukan bahwa zakat yang disalurkan secara produktif, seperti untuk modal usaha mikro, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin hingga 20 persen.
Oleh karena itu, optimalisasi zakat selama bulan Ramadan harus diarahkan tidak hanya untuk konsumsi jangka pendek, tetapi juga untuk program pemberdayaan ekonomi umat yang berkelanjutan.
- Ramadhan dan Meningkatkan Budaya Literasi Islam
Rendahnya budaya literasi di kalangan umat Islam menjadi tantangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah membaca:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1)
Dalam tafsir Al-Qurtubi, ayat ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang mengutamakan ilmu. Oleh karena itu, Ramadan seharusnya menjadi bulan kebangkitan literasi di kalangan umat Islam.
Menurut jurnal nasional yang diterbitkan oleh UIN Jakarta (2022), budaya membaca Al-Qur’an meningkat hingga 60 persen selama bulan Ramadan. Namun, peningkatan ini belum diiringi dengan budaya membaca buku-buku keislaman lainnya. Oleh karena itu, masjid dan lembaga pendidikan Islam bisa memanfaatkan momentum ini dengan mengadakan kajian keislaman berbasis literasi, seperti membaca tafsir, sejarah Islam, dan pemikiran ulama klasik serta kontemporer.
Gerakan “One Day One Juz” atau “One Day One Page” selama Ramadan dapat diperluas ke dalam bentuk membaca buku-buku Islam dan diskusi ilmiah agar umat Islam tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan lebih mendalam.
- Ramadan sebagai Momentum Penguatan Keimanan dan Pemahaman Islam secara Kaffah
Lemahnya pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dapat menyebabkan berbagai permasalahan sosial. Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama secara menyeluruh. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Menurut Imam Al-Thabari, ayat ini menegaskan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga membentuk ketakwaan. Ramadan menjadi waktu yang tepat bagi umat Islam untuk memperbaiki diri, meningkatkan keimanan, dan kembali kepada ajaran Islam secara kaffah.
Jurnal Islam Nusantara yang diterbitkan oleh UIN Sunan Ampel (2023) menemukan bahwa selama Ramadan, terjadi peningkatan aktivitas ibadah sebesar 70 persen, tetapi hanya 30 persen umat yang meneruskan kebiasaan ini setelah Ramadan. Oleh karena itu, perlu ada program lanjutan setelah Ramadan, seperti gerakan “Pasca Ramadhan Tetap Taat” agar umat tetap menjaga semangat ibadah dan pemahaman Islam yang telah mereka peroleh selama bulan suci ini.
Selain itu, Ramadan juga menjadi momentum untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, mengurangi perpecahan, dan memperkuat persatuan umat. Tarawih, iftar bersama, dan kajian Ramadan menjadi sarana untuk membangun kebersamaan dan membangun kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan dalam Islam.
Kesimpulan
Ramadan adalah momentum emas bagi umat Islam Indonesia untuk mengatasi berbagai problematika sosial dan spiritual. Dengan optimalisasi zakat, peningkatan budaya literasi Islam, dan penguatan keimanan, umat Islam dapat menjadikan Ramadan sebagai titik awal kebangkitan umat.
Namun, agar perubahan ini berkelanjutan, perlu ada strategi jangka panjang yang memastikan semangat Ramadan tetap hidup sepanjang tahun. Gerakan pasca-Ramadhan harus digalakkan, baik dalam bentuk gerakan zakat produktif, kampanye literasi Islam, maupun program peningkatan keimanan agar Ramadhan benar-benar menjadi bulan transformasi bagi umat Islam di Indonesia.(*)