Oleh ReO Fiksiwan
“L’acte d’écrire est devenu pour
moi une fonction naturelle.”
Translasi: Aksi menulis menjadi fungsi alami bagi saya.” — Jean Paul Sartre (1905-1980), Les Mots (1964)
HATIPENA.COM – Ketika profesi menulis, khusus untuk dunia fiksi dan sains, mengalami transformasi radikal dengan hadirnya AI, Kecerdasan Buatan, muncul bencana akhir pengetahuan dari otoritas manusia.
Manusia, subyek pembuat dan penyebar pengetahuan dari lisan ke tulisan, pangkal permarkah dalam urusan kebudayaan seluruh literasi.
Jean Paul Sartre, satu dari sekian filsuf terkait fondasi kebudayaan literasi, ontologi kreatif istilahnya, dalam Les Mots (Kata-Kata), meletakkan urusan menulis (Ècrire) sebagai fondasi eksistensi biografi dirinya.
Sebagai proses kreatif, terutama dari perspektif filsafat eksistensialisme — di mana ontologi (being) dapat membentuk dan mengungkapkan identitas diri sendiri dan makna menyertainya — menulis ikut mengkonstitusi dirinya sendiri sebagai “ètre pour soi“, ada-untuk-diri-sendiri.
Dengan kata lain, ontologi ini pengutaraan suatu bentuk keberadaan yang sadar akan dirinya sendiri dan memiliki kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan.
Menulis, misalnya, memungkinkan Sartre dalam bab Ècrire, untuk merefleksikan dirinya sendiri dalam mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaannya, hingga membentuk identitasnya sebagai seorang penulis.
Konsep ontologi Sartre merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan kebebasan dan penciptaan makna hidup dalam merealisasi identitas eksistensial seorang penulis.
Sebagai bentuk ontologi kreatif, pemahaman tentang keberadaan manusia sebagai suatu proses kreatif yang terus-menerus membentuk dan mengungkapkan dirinya sendiri.
Dalam ontologi kreatif, Kata-Kata (Les Mots), bab “Écrire” (Menulis) — sebelumnya, bab Membaca (Lire) — Sartre menegaskan eksistensi dirinya hanya bisa dilampaui oleh dua modus eksistensi: Membaca (Lire) dan Menulis (Ecrire):
„J’ai commencé ma vie comme je la finirai sans doute: au milieu des livres.“
“Saya memulai hidup saya seperti saya akan menyelesaikannya (membaca, red.): di tengah-tengah buku-buku.“
„Je me découvris comme un être qui écrit.”
“Saya menemukan diri saya sebagai seorang yang menulis.” “Être pour Êcrire.“
Dari kedua frase ini menunjukkan bagaimana Sartre memandang dirinya sebagai seorang penulis dan bagaimana menulis telah menjadi bagian penting dari eksistensi dirinya.
Menulis bukan hanya sekadar aktivitas biasa, alltagsleben. Tapi, bagi Sartre, satu fase hidup otentik untuk merealisasi dan mengekspresikan dirinya dalam membentuk identitas eksistensial: être le moi!
Dalam konteks filsafat eksistensialisme yang dikembangkan Sartre dalam buku Ètre et le Nèant (1943), Being and Nothingness (1956) mengusung hakikat menulis sebagai ontologi kreatif — menulis (Ercrire) dengan konsep ada (ètre) di atasnya, Lire (Membaca) — dihubungkan dengan konsep “eksistensi mendahului esensi.“
Ontologi kreatif Sartre tidak memiliki esensi yang telah ditentukan sebelumnya, melainkan eksistensi manusia ditentukan oleh pilihan-pilihan yang dibuatnya sendiri.
Dalam hal ini, menulis dapat dilihat sebagai salah satu cara Sartre untuk mengekspresikan eksistensinya dan membentuk identitasnya sebagai seorang penulis sekaligus pengejawantahan apa yang kelak ia dedahkan pada psikologi imajinasi (Bentang, 2000) dan teori emosi (Byzantium, 2017).
Sebagai pilihan eksistensial, khusus bagi Sartre, menulis merupakan tindakan “mengada“ (ètre) untuk menciptakan makna dan tujuan hidup itu sendiri.
Dengan kata lain, konteks ontologi kreatof, menulis fase lanjut untuk mengkonstitusi dirinya sendiri sebagai “etre pour soi” (ada-untuk-diri-sendiri) dalam wujud keberadaan yang sadar akan biografi eksistensi dirinya sendiri.
Untuk itu, ontologi ini merupa fase keberlangsungan pergulatan kebebasan diri untuk membuat dan merealisasi pilihan-pilihan sendiri agar tetap eksis (mengada).
Konteks sekaligus konten ini, suatu bentuk ontologi kreatif, merupakan suatu pemahaman tentang keberadaan manusia dalam suatu proses kreatif yang terus-menerus membentuk dan mengungkapkan dirinya sendiri.
Pendek kata, konkritisasi ontologi kreatif hanya bisa dilalui dengan membentuk dan mengungkapkan diri sendiri melalui aktivitas menulis. Tanpa ini, wujud diri akan terperosok ke dalam ketiadaan, nothingness (neant)! (*)
* Merayakan ulang Hari Sastra Dunia 2025