Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
HATIPENA.COM – Sepi dan sunyi. Pabrik itu berdiri megah, tapi menyimpan rahasia yang mengiris jiwa. Dari luar, ia tampak seperti pabrik buah-buahan biasa. Namun, di dalamnya, neraka sedang berbisik. Pil-pil kecil berwarna orange berserakan di lantai, seperti kerikil yang siap melukai siapa pun yang menginjaknya. Ini bukan kerikil biasa. Ini adalah captagon. Pil kematian. Pil yang merenggut jiwa, menghancurkan masa depan, dan mengubah manusia menjadi budak nafsu.
Ini merupakan lanjutkan kisah eksplorasi Joe Hattab, youtuber top dunia. Ia mendapat akses memvideokan jejak kekejaman Presiden Bashar al Assad yang kabur ke Rusia. Sebelumnya telah dinarasikan kengerian penjara Saydnaya. Penjara paling horor dan menakutkan di dunia. Kali ini, ikuti kisah kebiadaban rezim Assad.
Joe Hattab berdiri di tengah pabrik itu. Matanya menatap pil-pil yang berserakan. Ia tahu, ini bukan sekadar pil. Ini adalah senjata. Senjata yang diproduksi secara massal oleh rezim yang tak punya hati. Rezim yang memilih uang dari nyawa rakyatnya. “Ini adalah pabrik narkoba terbesar di dunia,” bisiknya, suaranya gemetar. “Mereka menyembunyikannya di balik topeng pabrik buah-buahan.”
Captagon. Nama kimianya, fenetilina. Dikenal sebagai amfetamin-etil-teofilin atau amphetaminoetilteofilin. Fenetilina adalah kombinasi dari amfetamin dan teofilin. Obat yang menyerang sistem saraf, mirip kokain. Tapi lebih keji. Lebih mematikan. Cukup 10 pil saja bisa membuat seseorang kecanduan. Apalagi lebih. Itu adalah awal dari kehancuran. Di sini, di pabrik ini, mereka memproduksi 10 ton captagon setiap tahunnya. Sepuluh ton kematian yang siap disebarkan ke seluruh dunia.
Joe mengambil sebuah alat pengatur voltase listrik. Dari luar, ia tampak seperti benda biasa. Tapi di dalamnya, tersembunyi setengah juta pil captagon. Licik. Keji. Mereka menyembunyikan narkoba di dalam komponen listrik, komputer, buah-buahan, bahkan furniture. Apa pun bisa mereka gunakan untuk menyelundupkan captagon ke negara-negara Arab. Mereka tahu cara menghindari pemeriksaan. Mereka tahu cara memperdaya.
Dengan geram, Joe mengambil sebuah balok besi. Tanpa ragu, ia menghancurkan alat voltase itu. Pil-pil captagon berhamburan ke lantai, seperti hujan kematian. “Aku akan berantas narkoba di dunia Arab,” katanya, suaranya penuh tekad. Tapi di balik tekad itu, ada kepedihan. Kepedihan melihat betapa kejamnya manusia.
Tidak jauh dari situ, Joe menemukan tiga ton ganja. Tumpukan hijau yang siap meracuni jiwa-jiwa yang lemah. Semua ini dilindungi oleh rezim Bashar Al Assad. Rezim yang seharusnya melindungi rakyatnya, tapi malah menjadi dalang kehancuran. Maher Al Assad, saudara Bashar, adalah otak di balik pabrik ini. Sosok yang dikenal paling berdarah, kejam, dan keji. Ia yang mengendalikan pabrik kematian ini. Sekarang, ia kabur ke Rusia, meninggalkan kehancuran yang ia ciptakan.
Tapi rakyat sudah muak. Mereka mengobrak-abrik pabrik itu. Menghancurkan mesin-mesin kematian. Sekarang, pabrik itu kosong melompong. Sepi. Tak ada lagi kehidupan. Hanya ada bayang-bayang kengerian yang masih bergentayangan. Pil-pil captagon yang tersisa berserakan di lantai, seperti mayat-mayat yang tak pernah dikubur.
Rezim Al Assad telah runtuh. Digulingkan oleh rakyatnya sendiri. Bashar Al Assad, sang tiran, memilih kabur ke Rusia. Puluhan tahun ia memerintah dengan tangan besi. Puluhan tahun ia meracuni dunia Arab dengan narkoba. Akhirnya, ia jatuh dengan hina.
Tapi, apakah ini akhir? Atau hanya awal dari babak baru yang lebih mengerikan? Captagon di pabrik raksasa itu mungkin berhenti beredar. Namun, kita tidak tahu di suatu tempat, di kegelapan, mungkin ada pabrik lain yang sedang dibangun. Pabrik kematian yang siap melahap siapa pun yang terjebak di dalamnya.
Di seluruh dunia, semua negara memerangi narkoba. Di Suriah, lewat rezim Assad, malah menjadi produsen besar narkoba. Itu di Suriah. Bagaimana di negeri kita? Pemerintah memang seperti perang benaran dengan narkoba. Fakta hari ini, narkoba masih merajalela, masih merenggut remaja yang tidak berdosa. (*)
#camanewak