Oleh: Novita Sari Yahya
HATIPENA.COM – Sebanyak 33 kain-kain tradisional dari berbagai daerah di Indonesia telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Warisan budaya tak benda adalah keseluruhan peninggalan kebudayaan yang memiliki nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan/atau seni yang dimiliki bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat dan mengalami perkembangan dari generasi ke generasi, dalam alur suatu tradisi yang bersifat tak dapat dipegang
Berikut adalah daftar kain tradisional Indonesia yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda:
- Songket Palembang (Sumatera Selatan)
- Tenun Siak (Riau)
- Tapis (Lampung)
- Songket Sambas (Kalimantan Barat)
- Sasirangan (Kalimantan Selatan)
- Ulap Doyo (Kalimantan Timur)
- Batik Indonesia (Jawa)
- Tais Pet (Maluku)
- Tenun Ikat Sumba (Nusa Tenggara Timur)
- Songket Pandai Sikek (Sumatera Barat)
- Ulos Batak Toba (Sumatera Utara)
- Kerawang Gayo (Aceh)
- Kain Koffo (Sulawesi Utara)
- Pakaian Kulit Kayu (Sulawesi Tengah, Pulau Kalimantan)
- Karawo (Gorontalo)
- Tudung Manto (Kepulauan Riau)
- Kain Cual (Bangka Belitung)
- Kain Besurek (Bengkulu)
- Kain Lantung (Bengkulu)
- Sulam Usus (Lampung)
- Gringsing Tenganan (Bali)
- Endek (Bali)
- Tenun Ikat Dayak/Sintang (Kalimantan Barat)
- Kain Tenun Sukomandi (Sulawesi Barat)
- Kain Tenun Donggala (Sulawesi Tengah)
- Maduaro (Lampung)
- Tenun Ikat Inuh (Lampung)
- Lurik Yogyakarta (DIY Yogyakarta)
- Sarung Tenun Samarinda (Kalimantan Timur)
- Lipa Sabbe (Sulawesi Selatan)
- Batik Betawi (DKI Jakarta)
- Tenun Corak Insang Kota Pontianak (Kalimantan Barat)
- Lipa Saqbe Mandar (Sulawesi Barat)
Kain-kain tradisional Indonedia merupakan
Kain Tradisional Ramah Lingkungan
Kain tradisional ramah lingkungan adalah kain yang diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan alami dan proses produksi yang berkelanjutan. Kain ini tidak hanya indah dan unik, tetapi juga ramah lingkungan
Kain tradisional Indonesia yang ramah lingkungan umumnya menggunakan serat alami seperti katun, sutra, wol, linen, rami, dan bambu, serta proses pewarnaan menggunakan pewarna alami dari tumbuhan lokal. Bahkan, beberapa produsen memanfaatkan limbah pertanian untuk menciptakan kain yang lebih berkelanjutan.
Bahan Alami Ramah Lingkungan
- Serat Alami:
- Katun: Kapas organik ditanam tanpa pestisida, dan bahan ini dapat terurai secara alami.
- Sutra: Termasuk serat alami yang berasal dari hewan.
- Wol: Dapat digunakan berkali-kali (reusable) dan mudah terurai secara alami.
- Linen/Rayon: Terbuat dari serat alam yang mendukung keberlanjutan.
- Bambu: Tidak memerlukan pestisida, tumbuh cepat, dan dapat meningkatkan kualitas tanah.
- Serat Nanas dan Rami: Sumber potensial lainnya untuk bahan kain yang ramah lingkungan.
- Pewarna Alami:
- Menggunakan berbagai bagian tumbuhan sebagai sumber warna, seperti akar, batang, kulit buah kakao, atau limbah mangrove dan kayu.
- Mengurangi penggunaan bahan kimia sintetis yang berbahaya bagi lingkungan.
Proses Ramah Lingkungan:
- Ecoprint: Teknik menempatkan daun atau bunga langsung pada kain dengan pewarna alami.
- Batik Bersih: Menggunakan pewarna alami dan mengelola limbah pencelupan agar lebih ramah lingkungan.
- Zero Waste: Beberapa merek lokal menerapkan prinsip less or zero waste dalam produksinya, menggunakan sisa kain dan mendaur ulangnya.
Dengan menggunakan bahan alami dan proses ramah lingkungan, kain tradisional Indonesia dapat menjadi pilihan yang lebih berkelanjutan dan mendukung pelestarian lingkungan.
Kain Tradisional Indonesia dan Proses Penguraian
Kain tradisional Indonesia justru tidak mudah terurai di tanah karena kebanyakan terbuat dari serat alami seperti katun atau sutra yang membutuhkan waktu lama untuk terurai. Namun, proses penguraiannya lebih cepat dibandingkan serat sintetis seperti poliester dan nylon yang mengandung plastik dan bisa mengeluarkan mikroplastik berbahaya bagi lingkungan.
Mengapa Kain Tradisional Tidak Terurai dengan Mudah
- Bahan Alami dan Serat Halus: Kain tradisional sering kali dibuat dari bahan alami seperti katun, sutra, atau linen yang merupakan serat selulosa. Meskipun alami, proses dekomposisi serat ini membutuhkan waktu dan lingkungan yang tepat.
- Proses Produksi Tradisional: Teknik pembuatan kain secara tradisional sering kali melibatkan proses tenun yang rapat dan pewarnaan dengan bahan-bahan tertentu, yang semuanya dapat mempengaruhi kecepatan penguraian kain.
Perbandingan Waktu Penguraian
- Kain Alami: Dibutuhkan waktu beberapa bulan hingga lebih dari setahun untuk serat alami terurai sepenuhnya, terutama jika tidak dipotong-potong menjadi bagian kecil.
- Kain Sintetis: Kain yang terbuat dari bahan sintetis, seperti polyester atau nylon, jauh lebih lama terurai karena mengandung plastik.
Dampak Jika Kain Tradisional Tidak Terurai
- Masalah Lingkungan: Limbah kain tradisional, jika tidak dikelola dengan baik, bisa menumpuk dan menjadi masalah lingkungan, seperti sampah yang tidak berguna dan dapat mencemari tanah dan air.
Kain tradisional Indonesia tidaklah mudah terurai. Bahan alaminya memang membutuhkan waktu, tetapi tidak akan melepaskan mikroplastik seperti kain sintetis, dan proses dekomposisinya lebih ramah lingkungan dibandingkan plastik. Oleh karena itu, penting untuk mengelola limbah kain tradisional dengan baik untuk mengurangi dampak lingkungan. (*)