Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Pertamina, Top Margotop

March 1, 2025 04:48
IMG_20250301_043323

Ilustrasi : AI/ Rizal Pandiya
Penulis Rizal Pandiya


HATIPENA.COM – Ah, dunia korupsi di Indonesia memang penuh dengan kalkulasi cerdik ala “pengusaha sukses”. Bayangkan, seorang pejabat Pertamina yang terlibat pengoplosan Pertamax menjadi Pertalite, seolah-olah sedang menjalankan bisnis “start-up”.

Memang dunia usaha sekarang seperti kurang darah, sih. Lesu. Mall sudah banyak yang sepi, pertokoan banyak yang tutup, pedagang kaki lima kehabisan modal, dan PHK di mana-mana. Tapi nggak begini juga, kale..! Mengoplos BBM mengakali uang rakyat!

Soal oplos-mengoplos BBM sebenarnya sudah lagu lama. Cuma beda lirik doang. Dulu, waktu masih ada minyak tanah, itu dioplos dengan bensin. Tetapi, pelakunya bukan bos Pertamina, melainkan pedagang eceran yang berjejer di pinggir jalan.

Mungkin orang Pertamina mendapat inspirasi dari situ. Mereka mengoplos BBM, mengubah Pertalite menjadi Pertamax, lalu menjualnya dengan harga premium. Hasilnya? Keuntungan triliunan rupiah! Ini benar-benar bisnis yang menggiurkan, Yai. (Kiyai dalam bahasa Lampung artinya Abang).

Dalam benak si koruptor, mungkin ada kalkulator khusus yang menghitung “biaya masuk penjara” versus “keuntungan korupsi”. Misalnya, jika keuntungan mencapai Rp193,7 triliun, dan hukuman penjara maksimal 10 tahun, maka perhitungannya kira-kira begini:

Keuntungan per bulan: Rp19,37 triliun/12 bulan = sekitar Rp1,61 triliun per bulan.

Keuntungan per hari: Rp1,61 triliun/30 hari = sekitar Rp53,7 miliar per hari. Bayangkan, usaha apa yang bisa mendatangkan keuntungan sebanyak ini?!

Dengan angka-angka fantastis ini, mungkin mereka berpikir, “Ah, masuk penjara sebentar tak masalah. Anggap aja ini piknik. Toh di dalam penjara juga bisa hidup mewah!”

Tak heran, Pertamina kini menduduki peringkat pertama dalam “Liga Korupsi Indonesia” versi netizen. Kasus pengoplosan BBM ini berhasil menggeser skandal-skandal besar lainnya, seperti kasus PT Timah dengan kerugian negara Rp300 triliun.

Namun, jangan lupakan “pemain” lain dalam liga ini. Ada skandal BLBI yang merugikan negara Rp138,4 triliun, kasus korupsi e-KTP dengan kerugian Rp2,3 triliun, dan korupsi dana pensiun PT Asabri sebesar Rp22,78 triliun. Masing-masing kasus ini memiliki “strategi” unik dalam menggasak uang negara.

Para koruptor ini mungkin memiliki “buku panduan” berjudul “Cara Cepat Kaya dengan Risiko Minimal”. Bab pertama: “Mengakali Sistem dan Menghindari Tangkapan KPK”. Bab kedua: “Menikmati Hasil Korupsi di Balik Jeruji: Tips dan Trik”. Bab ketiga: “Mengelola Citra di Masyarakat Pasca-Bebas”.

Mereka juga mungkin berdiskusi dalam “seminar-seminar tertutup” tentang teknik-teknik terbaru dalam korupsi. Topiknya beragam, mulai dari “Cara Efektif Mengoplos BBM Tanpa Ketahuan” hingga “Strategi Menyembunyikan Aset di Luar Negeri”. Pesertanya? Tentu saja, para “pejabat kreatif” yang suka mengutak-atik regulasi dengan ilmu sogok sana sini.

Mungkin kita perlu membuat “Olimpiade Korupsi” dengan cabang-cabang olahraga seperti “Lempar Berkas Kasus”, “Lari dari Tanggung Jawab”, dan “Senam Pencucian Uang”.

Namun, di balik candaan ini, sudah saatnya penegak hukum bertindak tegas. Karena korupsi bukanlah lelucon, melainkan penyakit yang harus diberantas. Berharap dengan penegak hukum? Lah…mereka justru backing-nya, gimana?! Ampun Yai.

#MakDacokPedom