Bagindo Mohammad Ishak Fahmi
Kaba “Catuih Ambuih”
HATIPENA.COM – Keamanan dalam masyarakat adat memiliki struktur dan mekanisme tersendiri yang diwariskan secara turun-temurun. Dalam hukum adat Minangkabau, terdapat empat unsur penting dalam kepemimpinan adat: Datuak, Manti, Malin, dan Dubalang. Sementara itu, di Bali, sistem keamanan adat dikenal dengan Pola Pecalang, yang di dalamnya terdapat Pecalang sebagai satuan pengamanan adat.
Belakangan, Kota Padang mengadopsi konsep Dubalang sebagai bagian dari strategi keamanan lokal. Meskipun ide ini perlu diapresiasi, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan aparat hukum negara seperti kepolisian dan Satpol PP.
- Struktur Hukum Adat Minangkabau
1.1 Datuak (Pemimpin Adat dan Pengambil Keputusan Utama)
Datuak adalah pemimpin adat yang memiliki otoritas tertinggi dalam suku atau nagari. Ia bertindak sebagai penjaga hukum adat dan bertanggung jawab atas kesejahteraan komunitasnya.
Fungsi utama Datuak:
Menjadi pucuk pimpinan dalam pengambilan keputusan adat.
Menjaga stabilitas sosial dan menyelesaikan sengketa dalam nagari.
Mengawasi jalannya hukum adat dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Prof. Dr. Mochtar Naim, “Datuak bukan hanya simbol adat, tetapi juga penyeimbang dalam kehidupan sosial Minangkabau.”
1.2 Manti (Penasihat dan Ahli Hukum Adat)
Manti adalah penasihat Datuak yang bertugas dalam penyusunan, pemahaman, dan implementasi hukum adat.
Fungsi utama Manti:
Merumuskan dan menjaga keabsahan hukum adat.
Mengawasi keselarasan aturan adat dengan kondisi sosial yang berkembang.
Menjadi juru bicara dalam musyawarah adat.
Menurut Dr. Taufik Abdullah, “Manti adalah intelektual adat yang memastikan hukum tetap relevan dengan kondisi zaman.”
1.3 Malin (Tokoh Agama dan Pembimbing Spiritual Masyarakat)
Malin berperan dalam menghubungkan adat dengan ajaran Islam.
Fungsi utama Malin:
Mengajarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat.
Memimpin upacara keagamaan, seperti pernikahan dan kematian.
Mengawasi agar adat tetap sejalan dengan prinsip Islam.
Menurut Prof. Dr. Yusriwal Arifin, “Malin memastikan bahwa adat Minangkabau tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.”
1.4 Dubalang (Satuan Keamanan Adat dan Penegak Disiplin Sosial)
Dubalang adalah elemen keamanan dalam sistem adat Minangkabau yang bertugas menegakkan hukum adat dan menjaga ketertiban masyarakat.
Fungsi utama Dubalang:
Mengamankan nagari dari gangguan eksternal maupun konflik internal.
Menegakkan disiplin sosial sesuai dengan keputusan adat.
Menjadi eksekutor keputusan adat, terutama dalam hal pengamanan acara adat dan penyelesaian perselisihan.
Menurut Prof. Dr. R. Abdullah Sani, “Dubalang bukan sekadar penjaga keamanan, tetapi juga penegak harmoni dalam tatanan masyarakat adat.”
- Pola Pecalang dalam Hukum Adat Bali:
Di Bali, sistem Pola Pecalang memiliki peran yang serupa dengan hukum adat Minangkabau, terutama dalam konteks pengamanan berbasis komunitas.
Struktur Pola Pecalang:
- Bendesa Adat – Pemimpin desa adat yang memiliki otoritas utama.
- Penyarikan – Penasihat hukum adat dan juru bicara desa.
- Patengen – Pemuka agama Hindu yang memastikan keseimbangan antara adat dan kepercayaan.
- Pecalang – Satuan keamanan adat yang bertanggung jawab atas ketertiban sosial.
Contoh Implementasi Pecalang dalam Masyarakat Bali
Pengamanan Upacara Keagamaan: Pecalang mengatur lalu lintas dan keamanan saat prosesi adat seperti Nyepi dan Galungan.
Keamanan Pariwisata: Pecalang bekerja sama dengan pemerintah dalam menjaga keamanan daerah wisata agar tetap kondusif.
Pencegahan Konflik Sosial: Pecalang turut berperan dalam menengahi perselisihan di masyarakat adat tanpa menggunakan kekerasan.
Perbandingan antara Dubalang dan Pecalang
Implementasi Dubalang dalam Keamanan Kota Padang
Program pengaktifan kembali Dubalang sebagai satuan pengamanan lokal di Kota Padang perlu diapresiasi, tetapi juga harus disusun dengan cermat agar tidak terjadi benturan dengan aparat hukum negara.
Keunggulan Implementasi Dubalang
✅ Menggunakan Kearifan Lokal – Dubalang lebih memahami pola sosial masyarakat adat.
✅ Pendekatan Preventif – Bisa membantu mencegah kenakalan remaja tanpa harus langsung masuk ke ranah hukum pidana.
✅ Penguatan Peran Adat – Membantu menjaga eksistensi hukum adat dalam masyarakat modern.
Potensi Tantangan dalam Implementasi
⚠ Koordinasi dengan Masyarakat Adat – Dubalang harus tetap berada dalam kendali Datuak dan Manti, sesuai dengan prinsip “adat salingka nagari”.
⚠ Hubungan dengan Aparat Hukum – Dubalang tidak boleh bertindak seperti Pam Swakarsa yang lepas dari kontrol hukum negara.
⚠ Batasan Wewenang – Harus diperjelas apakah Dubalang hanya bertugas dalam pengamanan adat atau juga dalam penegakan ketertiban umum.
Pendapat Ahli Hukum Adat Minang
Menurut Prof. Dr. Muhammad Hasyim,
“Revitalisasi Dubalang adalah ide yang baik, tetapi harus tetap berada dalam kontrol struktur adat dan berkoordinasi dengan pemerintah agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.”
Sementara itu, Dr. Ni Made Rasmini, ahli hukum adat Bali, berpendapat:
“Keberhasilan Pecalang di Bali didukung oleh regulasi yang jelas dan hubungan yang baik dengan aparat hukum. Jika Dubalang ingin diterapkan di Kota Padang, maka perlu ada regulasi yang memastikan tugasnya tidak berbenturan dengan Satpol PP atau kepolisian.”
Menghidupkan kembali Dubalang sebagai penjaga ketertiban Kota Padang adalah langkah yang baik dalam menjaga adat dan keamanan sosial. Namun, ada beberapa langkah yang harus diambil agar implementasinya tidak menimbulkan konflik dengan aparat negara, di antaranya:
- Menetapkan regulasi yang jelas terkait batasan tugas dan kewenangan Dubalang.
- Menyusun mekanisme koordinasi antara Dubalang, masyarakat adat, dan aparat hukum.
- Melakukan sosialisasi dan pelatihan agar Dubalang dapat bertindak secara profesional sesuai nilai adat.
- Mengacu pada keberhasilan Pecalang di Bali sebagai contoh integrasi keamanan adat dengan pemerintah.
Jika dilakukan dengan baik, Dubalang bisa menjadi bagian dari solusi dalam menciptakan keamanan berbasis kearifan lokal di Kota Padang.
Analisis Implementasi Dubalang dalam Keamanan Kota Padang dan Kaitannya dengan KUHP Baru yang Mengakomodasi Pidana Adat
- Konteks KUHP Baru dan Pidana Adat
KUHP baru yang akan diberlakukan di Indonesia pada 1 Januari 2026 telah memasukkan beberapa ketentuan yang mengakomodasi hukum adat dalam sistem hukum nasional. Hal ini tercermin dalam Pasal 2 ayat (1) KUHP baru yang menyatakan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat dapat diberlakukan sepanjang diakui oleh hukum negara dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum nasional.
Dalam konteks Minangkabau, pengaktifan kembali Dubalang sebagai satuan pengamanan berbasis adat dapat dikaitkan dengan upaya mengintegrasikan hukum adat ke dalam sistem hukum nasional. Sebagaimana di Bali, di mana Pecalang berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban sosial, Dubalang juga dapat memiliki fungsi serupa, terutama dalam konteks penyelesaian konflik berbasis adat.
- Dampak KUHP Baru terhadap Implementasi Dubalang
2.1 Penguatan Peran Dubalang dalam Menegakkan Pidana Adat
KUHP baru memungkinkan hukum adat untuk tetap eksis dan diakui dalam sistem peradilan pidana. Ini berarti Dubalang dapat memiliki peran dalam:
Mencegah dan Menyelesaikan Pelanggaran Adat: Dubalang dapat berperan dalam penyelesaian konflik secara adat sebelum masuk ke ranah pidana formal.
Membantu Penegakan Keputusan Adat: Dalam kasus pelanggaran adat yang diakui oleh masyarakat, Dubalang dapat berperan dalam memastikan sanksi adat dijalankan, seperti denda atau sanksi sosial lainnya.
2.2 Koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum
Meskipun Dubalang dapat berperan dalam keamanan lokal, KUHP baru juga mengatur bahwa hukum adat tidak boleh bertentangan dengan hukum negara. Oleh karena itu, koordinasi antara Dubalang dengan kepolisian, Satpol PP, dan aparat lainnya menjadi sangat penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
2.3 Batasan Wewenang Dubalang
Dalam KUHP baru, penerapan pidana adat tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus melalui mekanisme hukum yang berlaku. Ini berarti:
Dubalang tidak bisa bertindak sebagai “hakim adat” yang menjatuhkan sanksi tanpa dasar hukum yang jelas.
Dubalang harus tetap berada di bawah koordinasi Datuak dan lembaga adat lainnya untuk menghindari penyalahgunaan wewenang.
Penyelesaian berbasis adat hanya bisa dilakukan dalam lingkup perkara yang diakui dalam hukum adat dan tidak boleh bertentangan dengan hukum pidana nasional.
- Pendapat Ahli Hukum Pidana Adat
Menurut Prof. Dr. Muhammad Hasyim, seorang pakar hukum adat Minangkabau:
“Revitalisasi Dubalang sebagai bagian dari sistem keamanan lokal harus memperhatikan batasan dalam KUHP baru. Jika tidak, ada potensi tumpang tindih dengan sistem hukum negara yang dapat menimbulkan konflik kewenangan.”
Sementara itu, Dr. Ni Made Rasmini, ahli hukum adat dari Bali, menyatakan:
“Keberhasilan Pecalang di Bali karena adanya regulasi yang jelas yang mengatur batas kewenangannya. Jika Dubalang ingin diterapkan di Kota Padang, maka perlu ada regulasi serupa agar tidak bertentangan dengan hukum nasional yang baru.”
- Rekomendasi Integrasi Dubalang dengan KUHP Baru
Agar implementasi Dubalang selaras dengan KUHP baru, perlu dilakukan beberapa langkah strategis:
- Menyusun Regulasi yang Jelas: Dubalang harus memiliki pedoman tertulis yang mengatur batasan tugasnya dalam menjaga keamanan adat, tanpa bertentangan dengan hukum pidana nasional.
- Mekanisme Koordinasi dengan Aparat Hukum: Dubalang harus berkoordinasi dengan kepolisian dan lembaga penegak hukum lainnya agar penyelesaian berbasis adat tetap dalam koridor hukum negara.
- Pelatihan dan Sosialisasi: Anggota Dubalang perlu diberikan pemahaman tentang batasan hukum adat dalam konteks KUHP baru, agar mereka tidak melampaui kewenangan yang diberikan oleh adat.
- Evaluasi Berkala: Implementasi Dubalang perlu dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa perannya tetap sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak menjadi alat intimidasi atau pelanggaran hak asasi manusia.
Dengan diberlakukannya KUHP baru yang mengakomodasi hukum adat, peran Dubalang dalam keamanan Kota Padang menjadi semakin relevan. Namun, tanpa regulasi dan koordinasi yang jelas, ada potensi benturan dengan aparat penegak hukum negara. Oleh karena itu, penerapan Dubalang harus disusun dengan hati-hati agar dapat berjalan sejalan dengan hukum pidana nasional dan tetap mempertahankan kearifan lokal.
Jika dilakukan dengan baik, Dubalang dapat menjadi model keamanan berbasis adat yang berfungsi efektif tanpa menyalahi prinsip-prinsip hukum negara.(*)
Padang, 2025.