Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600 ------ Anda Bisa Mengirimkan Berita Peristiwa Seni Budaya Tanah Air. Kirim ke WhatsApp Redaksi Hatipena : 081217126600

Rp70 Miliar Tak Diakui Ridwan Kamil

March 19, 2025 22:26
IMG-20250319-WA0190

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

HATIPENA.COM – Malam itu tenang. Angin berembus pelan di halaman rumah Ridwan Kamil. Pohon-pohon trembesi bergoyang pelan, seperti tengah berbisik satu sama lain. Langit gelap membentang, bulan menggantung redup, seolah menolak menjadi saksi atas apa yang akan terjadi. Lalu, tanpa aba-aba, datanglah mereka. Tim KPK, berseragam rapi, wajah serius, langkah tegap seperti tentara yang hendak menyerbu markas rahasia.

Tok..tok..tok! Pintu diketuk. Atau didobrak? Tidak ada yang tahu pasti. Yang jelas, beberapa detik kemudian, rumah itu sudah digeledah dari ujung ke ujung. Bantal sofa dibalik. Laci-laci ditarik. Lemari pakaian dibuka. Mungkin mereka berharap menemukan dokumen rahasia tersembunyi di antara kaus-kaus oblong dan baju koko. Saat pencarian mereka mencapai titik klimaks, di sanalah ia ditemukan, “seonggok deposito senilai tujuh puluh miliar rupiah.”

Tujuh. Puluh. Miliar.

Bayangkan angka itu, wak. Ente yang suka minta-minta THR, tinggal bungkus, ups. Tujuh puluh miliar, nolnya berbaris panjang, berkilauan seperti bintang di langit malam. Sungguh, ini bukan nominal yang bisa dikantongi di saku celana jeans. Ini bukan uang yang bisa dijadikan kembalian setelah beli gorengan di warung. Ini adalah angka yang jika ditumpuk dalam bentuk uang kertas, mungkin bisa membuat kasur empuk yang lebih nyaman dari ranjang hotel bintang lima.

Yang lebih mencengangkan lagi, saat dunia menanti jawaban, ketika rakyat Indonesia menahan napas menunggu pengakuan epik dari sang tuan rumah, jawaban yang keluar justru seperti drama absurd dalam panggung teater surealis.

“Itu bukan milik saya.”

Sunyi. Lalu riuh. Lalu sunyi lagi.

Kalimat itu menggema di jagat maya. Netizen terdiam sejenak, mencoba memahami logika di balik pernyataan itu. Lalu, dalam waktu kurang dari satu jam, teori demi teori mulai bermunculan.

Ada yang menduga ini adalah bentuk baru dari mukjizat ekonomi. Bahwa deposito kini bisa muncul begitu saja, tanpa proses perbankan yang jelas. Ada yang menganggap ini adalah uang liar, uang yang punya nyawa sendiri, uang yang bosan tinggal di brankas bank dan memutuskan untuk hijrah mencari suasana baru di rumah Ridwan Kamil. Mungkin ini uang reinkarnasi. Mungkin ini roh gentayangan dari harta karun VOC yang berabad-abad lalu tenggelam di Laut Jawa.

Namun yang lebih mengherankan adalah nasib uang ini. Ia ditemukan, disita, lalu tetap menjadi misteri. Tidak ada yang tahu asal-usulnya. Tidak ada yang tahu bagaimana ia bisa sampai ke sana. Apakah ia berjalan sendiri? Apakah ia memiliki kekuatan teleportasi? Apakah ia bagian dari program “Deposito Langit” yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang benar-benar beruntung?

Di sisi lain, KPK punya jawaban sendiri. Menurut Budi Sokmo, sang Plh Direktur Penyidikan, penggeledahan ini dilakukan secara “random”. Random. Seperti memilih menu di warteg saat lapar. Seperti melempar dadu untuk menentukan nasib. Tapi, apakah mungkin penggeledahan random bisa berujung pada temuan tujuh puluh miliar rupiah? Jika iya, mungkin kita semua harus mulai menyewa penyidik KPK untuk bermain lotre.

Tapi tunggu. Drama ini belum berakhir. Karena di tengah pusaran skandal, di tengah hiruk-pikuk misteri, di antara berlembar-lembar berita yang membanjiri media sosial, tiba-tiba terjadi sesuatu yang lebih mencurigakan. Beberapa konten Instagram Ridwan Kamil menghilang.

Cuma, saya selalu dikejar followers, “Bang, status Kang Emil, gimana?” Saya juga menunggu jawabannya KPK. Sabar, ya! (*)

#camanewak