HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600 ------ HATIPENA.COM adalah portal sastra dan media untuk pengembangan literasi. Silakan kirim karya Anda ke Redaksi melalui pesan whatsapp ke 0812 1712 6600

Siger Nusantara, Mengangkat Kearifan Lokal Lampung Membangun Indonesia Emas

August 17, 2025 09:19
IMG-20250816-WA0075

Mohammad Medani Bahagianda
(Dalom Putekha Jaya Makhga)


Tabik Pun!

HATIPENA.COM – Di pelataran rumah adat Lampung yang megah, seorang nenek duduk tenang, matanya berbinar memandang Siger tembaga warisan leluhur. Mahkota pengantin itu bukan sekadar perhiasan; setiap lekuk dan gonjongnya menyimpan bisik-bisik sejarah, kearifan, dan semangat yang tak lekang zaman. Di tengah gegap gempita menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia ke-80, 17 Agustus 2025, Siger bagai mercusuar, mengingatkan kita pada keagungan budaya Lampung yang telah dan akan terus menyokong tegaknya Nusantara menuju Indonesia Emas.

Siger bukanlah ciptaan kemarin sore. Akarnya meresap jauh ke dalam tanah sejarah Lampung, mungkin sejak zaman Kerajaan Sekala Brak yang perkasa (abad ke-7 M), atau bahkan terpengaruh oleh kemegahan Sriwijaya yang pernah berjaya di Sumatera. Bukti fisik awal yang kuat menunjukkan Siger telah menjadi identitas khas Lampung Pepadun dan Saibatin sejak berabad-abad lampau, jauh sebelum bangsa Eropa menginjakkan kaki di Nusantara.

Mahkota ini adalah mahakarya logam, biasanya dari kuningan atau tembaga berlapis emas, berbentuk seperti perahu terbalik atau tanduk kerbau yang melengkung anggun. Keunikannya terletak pada tujuh atau sembilan “gonjong” (puncak menjulang) yang berbaris rapi. Setiap gonjong bukanlah hiasan semata. Ia adalah lambang dari tingkat kebangsawanan (Pepadun) atau kedudukan adat (Saibatin) pemakainya. Semakin tinggi dan banyak gonjong, makin tinggi pula derajat pemiliknya dalam tatanan masyarakat adat yang terstruktur rapi. Ornamen rumit berupa sulur-suluran, bunga teratai, dan matahari bersinar sering menghiasi badan Siger, masing-masing membawa pesan tersendiri tentang keanggunan, kesucian, dan kejayaan. Warna keemasan yang mendominasi bukanlah pilihan sembarangan; ia adalah manifestasi cahaya kemuliaan, keagungan, dan harapan yang selalu dipancarkan oleh pemakainya.

Lebih dari sekadar simbol status, Siger adalah jati diri. Ia dikenakan bukan hanya pada momen sakral pernikahan, tetapi juga dalam upacara adat penting seperti Cakak Pepadun (pengangkatan penyimbang/adat) atau mendirikan rumah adat (Sessat). Keberadaannya menguatkan ikatan sosial, mengingatkan setiap pemakainya akan tanggung jawab besar yang diemban: menjaga adat, memimpin dengan bijak, dan menjadi teladan bagi masyarakat.

Keindahan Siger hanyalah kulit luar. Kekuatan sejatinya terletak pada nilai-nilai luhur budaya Lampung yang diwakilinya, nilai yang menjadi modal berharga membangun Indonesia Emas:

  1. Piil Pesenggiri (Harga Diri dan Martabat): Siger yang menjulang tinggi adalah cerminan dari prinsip hidup utama orang Lampung: menjaga harga diri, kehormatan, dan martabat. Ini bukan kesombongan, tetapi kesadaran akan potensi diri dan komitmen untuk berbuat kebajikan, jujur, serta berprestasi. Dalam konteks berbangsa, piil pesenggiri mendorong setiap individu untuk menjadi warga negara yang bermartabat, berkontribusi positif, dan menjunjung tinggi nama baik Indonesia di mata dunia.
  2. Nemui Nyimah (Keramahan dan Keterbukaan): Bentuk Siger yang terbuka melambangkan sikap masyarakat Lampung yang sangat ramah, terbuka, dan suka menolong. Nilai nemui nyimah ini adalah pondasi kuat bagi persatuan dalam kebhinekaan Indonesia. Ia mengajarkan kita untuk menerima perbedaan, saling membantu, dan bekerja sama menuju tujuan bersama, merajut keindahan Nusantara bagai kain tapis Lampung yang penuh warna.
  3. Nengah Nyappur (Proaktif dan Bersosialisasi): Mengenakan Siger dalam berbagai upacara adat mencerminkan semangat nengah nyappur – keberanian untuk terjun ke tengah masyarakat, berinteraksi, dan mengambil peran aktif. Nilai ini sangat relevan untuk membangun Indonesia Emas, mendorong partisipasi aktif seluruh elemen bangsa dalam pembangunan, inovasi, dan memecahkan masalah bersama, tanpa menunggu atau hanya berpangku tangan.
  4. Sakai Sambayan (Gotong Royong): Proses pembuatan Siger yang rumit seringkali melibatkan banyak tangan terampil. Ini mencerminkan semangat sakai sambayan – gotong royong dan kebersamaan. Membangun Indonesia Emas memerlukan kolaborasi massif, sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, saling bahu-membahu mengangkat beban dan meraih kemajuan, seperti gonjong-gonjong Siger yang berdiri kokoh bersama.
  5. Juluk Adok (Identitas dan Kepatuhan pada Aturan): Siger adalah penanda identitas yang jelas sekaligus simbol kepatuhan pada adat dan aturan (Juluk Adok). Dalam kehidupan bernegara, ini berarti menghargai identitas keindonesiaan kita yang majemuk sekaligus taat pada hukum dan konstitusi sebagai landasan bersama mencapai cita-cita bangsa.

Mengangkat kearifan lokal Lampung yang termaktub dalam filosofi Siger bukanlah sekadar romantisme masa lalu. Ia adalah strategi budaya untuk menjawab tantangan masa kini dan masa depan:
• Memperkuat Karakter Bangsa: Nilai-nilai seperti piil pesenggiri dan nemui nyimah adalah vaksin sosial terhadap degradasi moral, intoleransi, dan korupsi. Menanamkannya berarti membangun generasi emas Indonesia yang berintegritas, toleran, dan berjiwa besar.
• Memacu Pembangunan Berkelanjutan: Semangat nengah nyappur dan sakai sambayan adalah mesin penggerak partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, sejalan dengan tujuan pembangunan global (SDGs). Gotong royong menjadi kunci mengentaskan kemiskinan, membangun infrastruktur, dan menjaga kelestarian alam.
• Merawat Kebhinekaan: Filosofi nemui nyimah yang terkandung dalam bentuk Siger yang terbuka adalah panduan hidup bernegara di tengah kemajemukan. Ia mengajarkan bahwa perbedaan adalah kekuatan, bukan ancaman, dan hanya dengan keterbukaan dan keramahan, persatuan hakiki dapat terwujud.
• Memperkaya Identitas Nasional: Kearifan lokal Lampung, dengan Siger sebagai ikon utamanya, adalah mozaik indah dalam kanvas kebudayaan Indonesia. Mengangkatnya berarti memperkaya khazanah nasional, memperkuat rasa bangga sebagai bangsa, dan membangun diplomasi budaya yang tangguh.

Di ujung perayaan kemerdekaan ke-80 ini, kilau Siger mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukanlah titik akhir, tetapi tanggung jawab untuk terus membangun. Kearifan lokal Lampung yang terpateri dalam simbol Siger – harga diri, keramahan, gotong royong, proaktivitas, dan kepatuhan pada nilai luhur – bukanlah harta karun yang dikunci dalam museum. Ia adalah modal hidup, energi positif yang harus diaktualisasikan dalam setiap langkah pembangunan bangsa.
Mari kita jadikan semangat “Siger Nusantara” sebagai panduan. Seperti gonjong-gonjong Siger yang menjulang tinggi dalam kesatuan, marilah kita bersama-sama, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur warisan leluhur dari seluruh penjuru Tanah Air, membangun pilar-pilar kokoh menuju Indonesia Emas 2045. Dengan kemuliaan karakter, keramahan dalam kebhinekaan, semangat gotong royong, dan kerja keras yang tak kenal lelah, kita wujudkan cita-cita luhur para pendiri bangsa: Indonesia yang berdaulat, adil, makmur, dan bermartabat di tengah peradaban dunia. Dirgahayu Republik Indonesia ke-80! Jayalah Nusantara, Jayalah Indonesia Emas!

Referensi Fisik/Digital Terverifikasi:

  1. Djausal, Anshori. (2010). Adat Istiadat Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung Press. (Buku referensi utama mengenai adat istiadat dan budaya Lampung, termasuk bagian detail tentang Siger, nilai-nilai, dan upacara adat).
  2. Hilman Hadikusuma. (1989). Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung: Mandar Maju. (Karya klasik yang membahas struktur sosial, hukum adat, dan simbol-simbol budaya Lampung, termasuk filosofi Siger).
  3. Zawawi Kamil (Ed.). (2012). Mozaik Budaya Lampung. Bandar Lampung: Pusaka Jaya. (Kumpulan tulisan yang membahas berbagai aspek budaya Lampung, termasuk seni dan kearifan lokal).
  4. Artikel Jurnal:
    o Sari, N. M., & Utomo, B. B. (2019). Siger Lampung: Symbolic Meaning and Aesthetic Values in Cultural Preservation. Harmonia: Journal of Arts Research and Education, 19(1), 1-10. (Artikel jurnal akademis yang membahas makna simbolis dan nilai estetika Siger sebagai upaya pelestarian budaya. Tersedia di portal jurnal Universitas Negeri Semarang).
    o Puspitasari, D. (2017). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Lampung Pepadun (Studi pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun di Kabupaten Lampung Tengah). Jurnal Ilmiah Sosiologi (SOROT), 1(2). (Jurnal yang mengkaji nilai-nilai kearifan lokal seperti Piil Pesenggiri, Nemui Nyimah, dll., dalam masyarakat Lampung Pepadun).
  5. Dokumen Museum: Koleksi dan deskripsi Siger asli serta maknanya dapat diverifikasi melalui kunjungan atau katalog daring Museum Lampung (Museum Ruwa Jurai) di Bandar Lampung.