Tonnio Irnawan
HATIPENA.COM – Siapakah otak yang memerintahkan DPR membuat revisi UU TNI yang kini sedang dibahas secara ekspres oleh DPR? Menurut DPR ini adalah inisiatif mereka. Saya tidak percaya. Menurut dugaan saya pasti DPR hanyalah orang suruhan yang mengerjakan perintah orang yang lebih berkuasa di republik ini. Who is?
Pembahasan RUU dilakukan super cepat dan targetnya harus selesai sebelum Lebaran. Dugaan saya jika belum selesai sampai Lebaran tiba, DPR dan pemerintah khawatir prosesnya akan diganggu aksi mahasiswa yang akan menentang revisi UU ini.
Salah satu tuntutan aksi jalanan yang berpuncak pada tumbangnya Presiden Soeharto pada Mei 1998 adalah dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI. Tuntutan masyarakat yang dilantangkan di jalan-jalan oleh aktivis Demokrasi mau tidak mau didengarkan Senayan yang saat itu berada dalam tekanan.
Rupanya rezim yang kini berkuasa lupa daratan dan ingin mengubah sejarah dan berikhtiar dengan segala cara tak terpuji mau kembali ke masa lalu yang kelam. Akankah kita, para pemilik republik negeri ini diam saja hari depan kita untuk ditentukan oleh 580 orang saja?
Novelis Ayu Utami menulis untuk rubrik Marginalia di Majalah TEMPO 16 Maret 2025, judulnya Revolusi. Isinya tentang dua buku”Anak – anak Revolusi”, biografi Budiman Sudjatmiko dan “A-Maze” karya Ma Thida, perempuan Myanmar, seorang pejuang demokrasi. Tentang Budiman yang kini adalah bagian dari rezim berkuasa, Ayu mengutip isi memoar tesebut yang ditangkap militer tanpa prosedur antara lain karena ia memimpin aksi jalanan menentang Dwi Fungsi ABRI.
“Kita tahu di mana posisi sang pemuda (Budiman) sekarang. Ia bersama pemerintah yang sedang mengembangkan peran militer bukan cuma ganda, melainkan juga multi”, demikian tulis Ayu. Saya merasakan nada kemarahan di balik kalimat Ayu. Kemarahan yang juga ada dalam hati sebagian kita di sini dan hari ini.
Di alinea terakhir perempuan ini antara lain menutup dengan “Marilah kita berhenti sejenak. Saya sendiri, sebagai aktivis 1990-an merasa tumpul, tak berdaya lagi sebagai ujung tombak. Para pemuda yang dulu diculik kini menjelma menjadi orang – orang tua “wangi. Steril, terhormat”, tertawa bersama penculik mereka.”
Mungkin di antara kita yang dahulu pada saat itu paling tidak turut mendukung perjuangan para mahasiswa, kini sudah menua usia dan punya posisi yang bagus karena beruntung punya kesempatan menikmati hasil perjuangan panjang para aktivis. Menjadi tua usia bukan berarti harus kehilangan idealisme. Menjadi tua adalah makin bijaksana dan lebih mengerti tentang hidup di alam demokrasi, kebebasan dan kesetaraan.
Dahulu Budiman dan sejenisnya berdarah-darah untuk kembalinya militer ke posisi terhormat sebagai garda terdepan penjaga tanah air kita. Jika sekarang ada pengkhianatan sudah layak Budiman dan sejenisnya menerima koreksi dari anak-anak muda. Tidak usah gusar jika zaman mengoreksi zaman agar kehidupan tetap waras sesuai akal sehat. Sudah tiba waktunya kita memekikkan lagi salam Perjuangan. (*)
Selamat pagi, 18/3/2025